Watana A

09 September 2024 00:22

Iklan

Watana A

09 September 2024 00:22

Pertanyaan

Diketahui median dan rata-rata berat badan 5 balita adalah sama. Setelah ditambah satu data berat badan balita, rata-ratanya meningkat 1 kg, sedangkan mediannya tetap. Jika 6 data berat badan tersebut diurutkan dari yang paling ringan ke yang paling berat maka selisih berat badan antara balita terakhir yang ditambahkan dan balita di urutan ke-4 adalah ....

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

13

:

12

:

22

Klaim

1

0


Empty Comment

Belum ada jawaban 🤔

Ayo, jadi yang pertama menjawab pertanyaan ini!

Mau jawaban yang cepat dan pasti benar?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

Roboguru Plus

Dapatkan pembahasan soal ga pake lama, langsung dari Tutor!

Chat Tutor

Temukan jawabannya dari Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Tolong bantu kak... Nilai rata-rata dan median hasil seleksi pra OSN empat siswa kelas 6 A adalah 8. Setelah digabungkan dengan nilai Dila (siswa kelas 6B), nilai rata-ratanya berubah menjadi 8,4 dan median menjadi 8. Berapakah selisih antara nilai Dila dengan data ketiga (setelah diurutkan) dari seleksi tersebut?

1

0.0

Jawaban terverifikasi

Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia Nama Ki Hadjar Dewantara bukanlah nama pemberian orang tuanya sejak lahir. Nama aslinya ialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lahir di Yogyakarta, tanggal 2 Mei 1889. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Saat berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, barulah berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak dapat ia selesaikan. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Kemampuan menulisnya terasah ketika ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo nantinya akan dikenal sebagai Tiga Serangkai. Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Selain itu, pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat aktivitas dan tulisannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, rekan seperjuangannya, menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya. Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda. Namun, mereka menghendaki dibuang ke negeri Belanda karena di sana mereka dapat mempelajari banyak hal daripada di daerah terpencil. Akhirnya, mereka diizinkan ke negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air. Di tanah air, Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Taman Siswa ialah suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk dapat memperoleh hak pendidikan, seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Selama aktif di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke Pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang. Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hadjar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk, Ki Hadjar Dewantara kemudian dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Untuk mengenang jasa-jasa dan melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara, pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Museum ini memamerkan benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan, dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Kini, nama Ki Hadjar Dewantara diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional). Ajarannya, yakni tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal dan bulan kelahirannya, 2 Mei, dijadikan hari Pendidikan Nasional. Bahkan, pada tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959. (Sumber: https://m.merdeka.com/ki-hadjar-dewantoro/profil/ denganpengubahan) 8. Tentukan ide penjelas paragraf 4 teks biografi tersebut.

5

5.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Bacalah teks cerpen berikut dengan saksama. Lelaki yang Menderita Bila Dipuji Mardanu seperti kebanyakan lelaki, senang jika dipuji. Tetapi akhir-akhir ini, dia merasa risi bahkan seperti terbebani. Pujian yang menurut Mardanu kurang beralasan sering diterimanya. Ketika bertemu teman-teman untuk mengambil uang pensiun, ada saja yang bilang, "lni Mardanu, satu-satunya teman kita yang uangnya diterima utuh karena tak punya utang." Pujian itu sering diiringi acungan jempol. Ketika berolahraga jalan kaki pagi hari mengelilingi alun-alun, orang pun memujinya, " Pak Mardanu memang hebat. Usianya tujuh puluh lima tahun, tetapi badan tampak masih segar, berjalan tegak, dan kedua kaki tetap kekar." Kedua anak Mardanu, yang satu jadi pemilik kios kelontong dan satunya lagi jadi sopir truk semen, juga jadi bahan pujian, "Pak Mardanu telah tuntas mengangkat anak-anak hingga semua jadi orang mandiri." Malah seekor burung kutilang yang dipelihara Mardanu tak luput jadi bahan pujian. "Kalau bukan Pak Mardanu yang memelihara, burung kutilang itu tak akan demikian lincah dan cerewet kicaunya." Mardanu tidak mengerti mengapa hanya karena uang pensiun yang utuh, badan yang sehat, anak yang mapan, bahkan burung piaraan membuat orang sering memujinya. Bukankah itu hal biasa yang semua orang bisa jika mau? Bagi Mardanu, pujian hanya pantas diberikan kepada orang yang telah melakukan pekerjaan luar biasa dan berharga dalam kehidupan. Mardanu merasa belum pernah melakukan pekerjaan seperti itu. Dari sejak muda sampai menjadi kakek-kakek, dia belum berbuat jasa apa pun. lni yang membuatnya menderita karena pujian itu seperti menyindir-nyindirnya. Enam puluh tahun yang lalu ketika bersekolah, dinding ruang kelasnya digantungi gambar para pahlawan. Juga para tokoh bangsa. Tentu saja mereka telah melakukan sesuatu yang luar biasa bagi bangsanya. Mardanu juga tahu dari cerita orang-orang, pamannya sendiri adalah seorang pejuang yang gugur di medan perang kemerdekaan. Orang-orang sering memuji mendiang paman. Cerita tentang sang paman kemudian dikembangkan sendiri oleh Mardanu menjadi bayangan kepahlawanan. Seorang pejuang muda dengan bedil bersangkur, ikat kepala pita merah-putih, maju dengan gagah menyerang musuh, lalu roboh ke tanah dan gugur sambil memeluk bumi pertiwi. Mardanu amat terkesan oleh kisah kepahlawanan itu. Mardanu kemudian mendaftarkan diri masuk tentara pada usia sembilan belas. ljazahnya hanya SMP dan dia diterima sebagai prajurit tamtama. Kegembiraannya meluap-luap ketika dia terpilih dan mendapat tugas sebagai penembak artileri pertahanan udara. Dia berdebar-debar dan melelehkan air mata ketika untuk kali pertama dilatih menembakkan senjatanya. Sepuluh peluru besar akan menghambur ke langit dalam waktu satu detik. "Pesawat musuh pasti akan meledak, kemudian rontok bila terkena tembakan senjata yang hebat ini," selalu demikian yang dibayangkan Mardanu. Bayangan itu sering terbawa ke alam mimpi. Suatu malam dalam tidurnya, Mardanu mendapat perintah siaga tempur. Persiapan hanya setengah menit. Pesawat musuh akan datang dari utara. Mardanu melompat dan meraih senjata artilerinya. Tangannya berkeringat, jarinya lekat pada tuas pelatuk. Matanya menatap tajam ke langit utara. Terdengar derum pesawat yang segera muncul sambil menabur tentara payung. Mardanu menarik tuas pelatuk dan ratusan peluru menghambur ke angkasa dalam hitungan detik. Ya Tuhan pesawat musuh itu mendadak oleng dan mengeluarkan api. Terbakar. Menukik dan terus menukik. Tentara payung masih berloncatan dari perut pesawat dan Mardanu mengarahkan tembakannya ke sana. Ya Tuhan, tiga parasut yang sudah mengembang mendadak kuncup lagi kena terjangan peluru Mardanu. Tiga prajurit musuh meluncur bebas jatuh ke bumi. Tubuh mereka pasti akan luluh lantak begitu terbanting ke tanah. Mardanu hampir bersorak namun tertahan oleh kedatangan pesawat musuh yang kedua. Mardanu memberondongnya lagi. Kena. Namun, pesawat itu sempat menembakkan peluru kendali yang meledak hanya tiga meter di sampingnya. Tubuh Mardanu terlempar ke udara oleh kekuatan ledak peluru itu dan jatuh ke lantai kamar tidur sambil mencengkeram bantal. Ketika tersadar, Mardanu kecewa berat, mengapa pertempuran hebat itu hanya ada dalam mimpi. Andai kata itu peristiwa nyata, dia telah melakukan pekerjaan besar dan luar biasa. Bila demikian, Mardanu mau dipuji, mau juga menerima penghargaan. Meski demikian, Mardanu selalu mengenang dan mengawetkan mimpi i tu dalam ingatannya. Apalagi sampai Mardanu dipindahtugaskan ke bidang administrasi teritorial lima tahun kemudian, perang dan serangan udara musuh tidak pernah terjadi. Pekerjaan administrasi adalah hal biasa yang begitu datar dan tak ada nilai istimewanya. Untung Mardanu hanya empat tahun menjalankan tugas itu, lalu tanpa terasa masa persiapan pensiun datang. Mardanu mendapat tugas baru menjadi anggota Komando Rayon Militer di kecamatannya. Di desa tempat dia tinggal, Mardanu juga bertugas menjadi Bintara Pembina Desa. Selama menjalani tugas teritorial ini pun, Mardanu tidak pernah menemukan kesempatan melakukan sesuatu yang penting dan bermakna sampai dia pada umur lima puluh tahun. Pagi ini, Mardanu berada di becak langganannya yang sedang meluncur ke kantor pos. Dia mau ambil uang pensiun. Kosim si abang becak sudah ubanan, pipinya mulai lekuk ke dalam. Selama mengayuh becak, napasnya terdengar megap-megap. Namun, seperti biasa, dia mengajak Mardanu bercakap-cakap. "Pak Mardanu mah senang ya, tiap bulan tinggal ambil uang banyak di kantor pos," kata si Kosim di antara tarikan napasnya yang berat. Ini juga pujian yang terasa membawa beban. Dia jadi ingat selama hidup belum pernah melakukan apa-apa. Selama jadi tentara belum pernah terlibat perang, bahkan belum juga pernah bekerja sekeras tukang becak di belakangnya. Sementara Kosim pernah bilang, dirinya sudah beruntung bila sehari mendapat lima belas ribu rupiah. Beruntung, karena dia sering mengalami dalam sehari tidak mendapatkan serupiah pun. Masih bersama Kosim, pulang dari kantor pos, Mardanu singgah ke pasar untuk membeli pakan burung kutilangnya . Sampai di rumah, Kosim diberinya upah yang membuat tukang becak itu tertawa. Setelah itu, terdengar kicau kutilang di kurungan yang tergantung di kasau emper rumah. Burung itu selalu bertingkah bila didekati majikannya . Mardanu belum menaruh pakan ke wadahnya di sisi kurungan. Dia ingin lebih lama menikmati tingkah burungnya: mencecet, mengibaskan sayap, dan merentang ekor sambil melompat - lompat. Mata Mardanu tidak berkedip menatap piaraannya. Namun, mendadak dia harus menengok ke bawah karena ada sepasang tangan mungil memegangi kakinya. ltu tangan Manik, cucu perempuan. "ltu burung apa, Kek?" tanya Manik. Rasa ingin tahu terpancar di wajahnya yang sejati. "Namanya burung kutilang. Bagus, kan?" Manik diam. Dia tetap menengadah, matanya terus menatap ke dalam kurungan. "O, jadi itu burung kutilang , Kek? Aku sudah lama tahu burungnya, tapi baru sekarang tahu namanya. Kek, aku bisa nyanyi . Nyanyi burung kutilang." "Wah, itu bagus. Baiklah cucuku, cobalah menyanyi, Kakek ingin dengar." Manik berdiri diam. Barangkali anak TK itu sedang mengingat cara bagaimana guru mengajarinya menyanyi.yang masih duduk di taman kanak-kanak. Di pucuk pohon cempaka , burung kutilang bernyanyi ... Manik menyanyi sambil menari dan bertepuk-tepuk tangan. Gerakannya lucu dan menggemaskan. Citra dunia anak-anak yang amat menawan . Mardanu terpesona, dan terpesona. Nyanyian cucu terasa merasuk dan mengendap dalam hatinya. Tangannya gemetar. Manik terus menari dan menyanyi. Selesai menari dan menyanyi, Mardanu merengkuh Manik , dipeluk, dan direngkuh ke dadanya. Ditimang-timang, lalu diantar ke ibunya di kios seberang jalan. Kembali dari sana, Mardanu duduk di bangku agak di bawah kurungan kutilangnya. Dia lama terdiam. Berkali-kali ditatapnya kutilang dalam kurungan dengan mata redup. Mardanu gelisah. Bangun dan duduk lagi. Bangun, masuk ke rumah dan keluar lagi. Dalam telinga, terulang-ulang suara cucunya. Di pucuk pohon cempaka, burung kutilang bernyanyi .... Wajah Mardanu menegang, kemudian mengendur lagi. Setelah itu, perlahan-lahan dia berdiri mendekati kurungan kutilang. Dengan tangan masih gemetar, dia membuka pintunya. Kutilang itu seperti biasa, bertingkah elok bila didekati oleh pemeliharanya. Tetapi setelah Mardanu pergi, kutilang itu menjulurkan kepala keluar pintu kurungan yang sudah menganga. Dia seperti bingung berhadapan dengan udara bebas, tetapi akhirnya burung itu terbang ke arah pepohonan. Ketika Manik datang lagi ke rumah Mardanu beberapa hari kemudian, dia menemukan kurungan itu sudah kosong. "Kek, di mana burung kutilang itu?" tanya Manik dengan mata membulat. "Sudah Kakek lepas. Mungkin sekarang kutilang itu sedang bersama temannya di pepohonan." "Kek, kenapa kutilang itu dilepas?" Mata Manik masih membulat. "Yah, supaya kutilang itu bisa bernyanyi di pucuk pohon cempaka, seperti nyanyianmu." Mata Manik makin membulat. Bibirnya bergerak-gerak namun belum ada satu kata pun yang keluar. "Biar kutilang itu bisa bernyanyi di pucuk pohon cempaka? Wah, itu luar biasa. Kakek hebat, hebat banget. Aku suka Kakek," Manik melompat-lompat gembira. Mardanu terkesima oleh pujian cucunya. ltu pujian pertama yang paling enak didengar dan tidak membuatnya menderita. Manik kembali berlenggang-lenggok dan bertepuk-tepuk tangan. Dari mulutnya yang mungil terulang nyanyian kegemarannya. Mardanu mengiringi tarian cucunya dengan tepuk tangan berirama. Entahlah, Mardanu merasa amat lega. Plong. (Cerpen "Lelaki yang Menderita Bila Dipuji" karya Ahmad Tohari dalam Doa yang Terapung: Cerpen Pilihan Kompas 2018) Pada cerpen "Lelaki yang Menderita Bila Dipuji", terdapat beberapa latar. Latar terdiri dari waktu, tempat, dan suasana. Rumah termasuk pada latar ... Sertakan kutipan dari cerita yang membuktikan latar tersebut.

49

0.0

Jawaban terverifikasi

Berita 1 Pasien Lupa Orang Tua karena Kecanduan Ponsel Kamis, 17 Okt 2019 Selain di Bandung Barat, Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainudin Surakarta juga menerima pasien kecanduan ponsel. Tahun ini, jumlah pasien tersebut semakin meningkat. Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak Remaja RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta, Aliyah Himawati, mengatakan fenomena tersebut sudah terjadi sejak tiga tahun lalu. Namun belakangan, fenomena tersebut memang makin marak. “Tiga tahun lalu ada tapi sedikit. Sejak tahun ajaran baru ini ada sekitar 35 anak remaja. Sehari ada 1-2 anak yang berobat,” kata Aliyah,Kamis (17/10/2019). Kondisi gangguan kejiwaan mereka berbeda-beda. Pasien dengan kondisi yang sangat parah bahkan tidak mengakui dan menganiaya orang tuanya. “Orang tuanya tidak dianggap. Dia bilang kalau dia itu turun dari langit. Isi pikirannya itu yang ada di gim itu, bahasanya bahasa di gim itu,” ujarnya. Kebanyakan pasien tersebut kecanduan gim ekstrem. Mereka tidak mau makan hingga tak mau sekolah. Kalaupun sekolah, mereka ingin segera pulang untuk bermain gim. “Ada yang niat ke sekolah itu untuk main gim. Karena di sekolah ada wifi gratis. Sedangkan di rumah sudah diputus orang tuanya,” kata Aliyah. Penanganan pasien kecanduan ponsel ini dilakukan sesuai dengan gejalanya. Pertama, pasien harus mengakui jika dirinya kecanduan ponsel. Setelah itu, pasien diberi obat. “Kondisi kecanduan ini membuat cairan otak atau kerja saraf tidak seimbang. Langkah farmakoterapi atau pemberian obat ini yang paling cepat bisa menyeimbangkan,” ujar dia. Kemudian pasien akan menjalani terapi perilaku. Secara berangsur, dosis obat juga diturunkan. “Untuk pasien rawat jalan, kita evaluasi dua minggu sekali. Mereka kita beri kontrak kegiatan. Sehari ngapain saja. Sehari pegang ponsel itu hanya dua jam,” katanya. Sebagai langkah pencegahan, dia mengimbau kepada orang tua agar menjauhkan ponsel dari anak sejak dini. Saat ini banyak orang tua yang mengenalkan ponsel terlalu dini. (Sumber: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4749582/ pasien-kecanduan-ponsel-di-rsj-solo-juga-bertambah-ada-yang-sampai-lupa-ortu dengan penyesuaian) Berita 2 Pasien Anak Kecanduan Ponsel Bertambah di RS Jiwa Solo Kamis : 17 Oktober 2019 Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainudin, Solo, Jawa Tengah, mencatat adanya kenaikan signifikan jumlah pasien kecanduan ponsel. Bahkan dalam tiga bulan terakhir sudah ada 35 pasien kecanduan ponsel yang berobat ke RSJD Solo. Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJD dr. Arif Zainudin, Aliyah Himawati, mengatakan, dulu pasien kecanduan ponsel baru ada mungkin satu orang dalam sepekan. Sekarang, dalam satu hari bisa satu sampai dua pasien. Semuanya merupakan anak-anak usia sekolah. “Ini kan tahun ajaran baru, baru mid semester itu sudah kira-kira ada 35 anak bahkan sampai rawat inap. Yang rawat inap kemarin ada dua anak, sekarang sudah pulang,” kata Aliyah kepada wartawan, Kamis (17/10). Pasien yang rawat inap tersebut terdiri dari satu siswa SMP dan satu siswa SMA. Sedangkan pasien rawat jalan paling kecil usianya 10 tahun. Puluhan pasien tersebut berasal dari Solo dan sekitarnya. Dia menyebutkan, ciri-ciri anak kecanduan ponsel biasanya orang tuanya sudah tahu si anak pegang ponsel terus. Kemudian, anak sudah tidak bisa melakukan fungsi tugasnya sebagai anak sekolah seperti sudah membolos sekolah, tidak mau sekolah, tidak mau belajar. Selain itu, anak mengalami gangguan emosi dan kesulitan tidur. Menurutnya, dalam menangani pasien kecanduan ponsel disesuaikan dengan gejala yang muncul. Gejala bisa berbeda pada setiap anak. Misalnya, gangguan emosi dan sulit tidur diatasi terlebih dahulu. “Ada beberapa langkah yang kami lakukan untuk mengatasi gangguan emosi itu salah satunya dengan obat farmakoterapi, setelah itu langsung masuk ke terapi perilaku,” ungkapnya. Pada awalnya, terkadang anak merasa tidak kecanduan ponsel dan merasa baik-baik saja. Langkah pertama sebelum masuk ke terapi perilaku, lanjutnya, anak harus mengakui kalau kecanduan ponsel. Aliyah menyatakan, proses terapi tersebut dilakukan secara berkelanjutan. Untuk farmakoterapi paling tidak dua pekan agar pasien lebih stabil. Sepekan pertama sudah bisa mulai terapi perilaku dan berlanjut paling tidak enam bulan. “Ada daftar kontrak apa yang harus dilakukan pasien. Misalnya untuk anak yang masih sekolah jam belajar sepulang sekolah harus ngapain, kalau dulu pegang ponsel setiap waltu sekarang harus dibatasi. Pegang ponsel hanya boleh jam tertentu maksimal satu hari hanya dua, jam apapun alasannya,” tegasnya. Aliyah menambahkan, orang tua perlu melakukan upaya dan memberi contoh untuk mencegah agar anak tidak kecanduan ponsel. Meskipun, praktiknya agak susah karena tugas-tugas sekolah terkadang memakai gawai. Cara mencegahnya dengan menggunakan gawai hanya untuk tugas-tugas sekolah. Kemudian, pada jam-jam tertentu harusnya di keluarga tidak pegang ponsel semua. “Kalau orang tua pegang ponsel, anaknya tidak boleh ya sama saja,” ujarnya. (Sumber: https://nasional.republika.co.id/berita/pzilao430/pasien-anak-kecanduan-ponsel-di-rs-jiwa-solo-bertambah dengan penyesuaian) 1. Tuliskan informasi yang sama dari berita 1, berita 2 dan komik berikut.

618

5.0

Jawaban terverifikasi

Cermati teks eksposisi berikut! Gerakan Pelajar Bawa Tempat Makan dan Minum Terobosan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, melarang anak buahnya menggunakan kantong plastik dan botol kemasan plastik sekali pakai di kantornya patut diacungi jempol. Lebih bagus lagi kalau Mas Menteri membuat aturan serupa bukan sekadar imbauan untuk pelajar-pelajar di seluruh Indonesia agar sampah plastik di negeri kita tidak terus menumpuk dan tak terurus. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampah plastik menempati rangking kedua dalam jenis sampah yang paling dominan dihasilkan di Indonesia, yakni sebesar 15 persen. Angka ini tidak bisa dibilang kecil sebab jumlah timbunan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton per hari atau setara 64 juta ton per tahun jika menggunakan asumsi sampah yang dihasilkan setiap orang per hari sebesar 0,7 kg. Berbagai upaya sebetulnya sudah dilakukan untuk mengurangi sampah plastik, seperti kampanye diet plastik, membuat bank sampah, mendaur ulang sampah, kebijakan plastik berbayar, menggunakan tas kain saat belanja, dan lain sebagainya. Namun, tampaknya itu masih belum maksimal dan signifikan. Karena itu, Mas Menteri dan pihak sekolah perlu bekerja sama dalam hal ini. Demi mengurangi sampah plastik, penulis mengusulkan kepada Mas Menteri sebagai pembuat kebijakan, dan pihak sekolah sebagai pelaksana agar membuat dan melaksanakan aturan membawa tempat makan dan minum bagi pelajar. Tentu saja para guru juga harus membawanya sebagai contoh untuk murid-muridnya. Salah satu sumber sampah plastik adalah di sekolah. Di kantin sekolah, kita bisa melihat sehari-hari para siswa membeli makanan dan minuman yang dikemas atau dibungkus dengan plastik. Contohnya, siomay, batagor, nasi uduk, nasi rames, nasi goreng, air mineral, es teh, dan jus mangga. Sudah begitu, makanan dan minuman itu dimasukkan ke kantong kresek dan diminum menggunakan sedotan plastik. Akibatnya, sampah plastik terus diproduksi di sekolah setiap harinya. Nah, jika siswa membawa tempat makan dan tempat minum, wadah tersebut dapat digunakan untuk makanan dan minuman yang dibelinya di kantin. Wadahnya bisa di-reuse dan di-refill. Jadi, kantin hemat pembelian plastik karena tidak perlu lagi menyiapkan kantong kresek, sedotan, sendok atau garpu plastik, bungkus plastik makanan, gelas plastik minuman, dan lain sebagainya. Kantin cukup menyediakan makanan dan minumannya saja. Kantin juga tidak perlu lagi menjual air mineral kemasan gelas atau botol plastik. Air mineral bisa dijual dengan menggunakan galon dispenser. Dengan begitu, sampah plastik di sekolah akan berkurang. Apalagi jumlah sekolah di Indonesia sangat banyak sehingga akan banyak sekali sampah plastik yang berkurang. Namun masalahnya, bagi sebagian pelajar, membawa tempat makan dan minum mungkin terasa merepotkan, ribet, malu, dan memberatkan. Tidak praktis jika dibandingkan membeli langsung di kantin. Para guru, khususnya guru IPA Biologi, perlu menggedor kesadaran murid-muridnya bahwa repot, ribet, malu, dan berat membawa tempat makan dan minum tidak seberapa bila dibandingkan dengan dahsyatnya dampak buruk sampah plastik bagi lingkungan. Repot, ribet, malu, dan berat adalah bentuk pengorbanan untuk kelestarian lingkungan pada masa depan. Tak berlebihan juga jika guru mengakui mereka sebagai pahlawan lingkungan. Sumber: republika.co.id b. Tentukan bagian-bagian teks tersebut yang berupa argumen, dan penegasan ulang.

3

5.0

Jawaban terverifikasi