Intan N

25 Juli 2025 05:24

Iklan

Intan N

25 Juli 2025 05:24

Pertanyaan

Buatlah karangan cerita dengan judul "gembili pertamaku" dengan 800 kata, yang menceritakan gembili itu diberi bu guru di sekolah untuk diolah menjadi keripik gembili di rumah dengan kata "aku"

Buatlah karangan cerita dengan judul "gembili pertamaku" dengan 800 kata, yang menceritakan gembili itu diberi bu guru di sekolah untuk diolah menjadi keripik gembili di rumah dengan kata "aku"

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

14

:

58

:

08

Klaim

3

2


Iklan

Alifa A

27 Juli 2025 02:29

<p><strong>Gembili pertamaku</strong></p><p><strong>Hari itu, matahari bersinar terang Dan udara pagi</strong> terasa segar. Aku datang ke sekolah lebih awal dari biasanya karena hari ini ada kegiatan yang berbeda. Bu guru sudah memberi tahu bahwa kami akan belajar tentang umbi umbian, dan katanya, kami akan membawa pulang sesuatu yang istimewa.&nbsp;</p><p>Saat bel berbunyi, kami segera masuk kelas. Bu guru tersenyum menyambut kami sambil membawa sebuah keranjang besar. Di dalamnya, terdapat banyak umbi berwarna ungu kecoklatan, berbentuk lonjong dan agak kasar kulitnya. Bu guru memperkenalkan umbi itu kepada kami.</p><p>"Anak-anak, ini namanya gembili. Gembili adalah umbi lokal yang jarang dikenal, tapi kaya manfaat dan bisa diolah menjadi makanan enak seperti keripik," jelas Bu Guru sambil mengangkut satu gembili.</p><p>Aku memandangi umbi itu dengan penasaran. Ini pertama kalinya aku melihat dan mendengar nama gembili. Aku kira hanya singkong atau kentang yang bisa dijadikan keripik. Tapi ternyata, gembili juga bisa!</p><p>Setelah menjelaskan manfaat gembili, Bu Guru membagikan masing masing satu buah gembili kepada setiap Murid. Saat tiba giliranku, aku menerima sebiji gembili yang agak kecil, namun padat. Bu guru menatapku sambil berkata, "coba bawa pulang dan olah di rumah, ya. Minggu depan kita bawa hasilnya ke sekolah."</p><p>Aku mengangguk dengan semangat. Sepulang sekolah, aku langsung menunjukkan gembili itu kepada ibu.</p><p>"Ibu, ini namanya gembili. Dikasih Bu guru tadi. Katanya bisa dijadikan keripik!" Kataku antusias.</p><p>Ibu tersenyum. "Wah, ibu tahu gembili. Dulu waktu kecil, nenek sering masak ini. Ayo kita coba buat keripiki bersama."</p><p>Kami pun mulai menyiapkan dapur. Pertama-tama, ibu menyuruhku mencuci gembili sampai bersih. Ternyata tanah menempel cukup banyak, dan kulitnya agak keras. Setelah itu, ibu mengupas kulitnya dengan hati hati, lalu memotongnya tipis-tipis.&nbsp;</p><p>"Gembili ini tidak seperti kentang. Setelah dikupas, cepat menghitam kalau tidak segera direndam air," jelas ibu sambil memberitahuku cara merendam irisan gembili ke dalam air garam.</p><p>Setelah semua irisan selesai, kami menjemurnya di bawah matahari selama satu jam agar tidak terlalu basah saat digoreng. Aku ikut membantu menata irisan gembili di tampah. Matahari siang terasa menyengattapi semangat ku lebih besar dari rasa panas matahari.&nbsp;</p><p>Satu jam berlalu, kami membawa tampah ke dapu. Lalu kami menggoreng irisan gembili satu persatu. Suara gemericik minyak dan aroma gurih mulai tercium. Aku mencicipi satu irisan yang baru diangkat. Renyah dan gurhi! Rasanya unik, berbeda dari keripik kentang. Ada rasa manis alami yang muncul dari gembili.</p><p>"Enak, Bu!" Seruku.&nbsp;</p><p>Ibu tertawa. "Iya, kan?? Besok besok kita bisa bikin lagi."</p><p>Setelah semua selesai digoreng, kami menaburkan sedikit garam dan bumbu bawang. Keripik gembili buatan pertamaku siap disajikan. Aku memasukkan ke dalam toples dan menghias tutupnya dengan pita kecil dan stiker. Aku ingin membawanya ke sekolah Minggu depan dengan bangga.</p><p>Selama seminggu itu, aku menyimpan toples itu di lemari dengan hati hatim setiap kali aku membuka lemari, aku mencium aroma gurihhhh dari keripik gembili dan tersneyum sendiri. Rasanya seperti menyimpan harta Karun kecil.</p><p>Hari Senin pun tiba. Aku membawa toples ke sekolah. Di kelas, Bu guru meminta semua murid mengeluarkan hasil olahan masing masing. Ternyata ada yang membuat keripik seperti aku, ada juga yang membuat gembili rebus, bahkan ada yang membuat bola-bola gembili dengan keju.</p><p>Saat giliran aku, aku maju dan memperlihatkan toples keripik buatanku.</p><p>"Ini keripik gembili, Bu. Aku buat bersama ibu di rumah, rasanya lezat," ujarku.</p><p>Bu guru mencicipi satu dan tersenyum. "Rasanya lezat sekali! Renyah dan pas bumbunya!!. Ibu akan memberi mu 100 untuk tugas kali ini!"</p><p><strong>Disaat itu keripik buatanku menjadi favorit Bu guru!!❤️</strong></p>

Gembili pertamaku

Hari itu, matahari bersinar terang Dan udara pagi terasa segar. Aku datang ke sekolah lebih awal dari biasanya karena hari ini ada kegiatan yang berbeda. Bu guru sudah memberi tahu bahwa kami akan belajar tentang umbi umbian, dan katanya, kami akan membawa pulang sesuatu yang istimewa. 

Saat bel berbunyi, kami segera masuk kelas. Bu guru tersenyum menyambut kami sambil membawa sebuah keranjang besar. Di dalamnya, terdapat banyak umbi berwarna ungu kecoklatan, berbentuk lonjong dan agak kasar kulitnya. Bu guru memperkenalkan umbi itu kepada kami.

"Anak-anak, ini namanya gembili. Gembili adalah umbi lokal yang jarang dikenal, tapi kaya manfaat dan bisa diolah menjadi makanan enak seperti keripik," jelas Bu Guru sambil mengangkut satu gembili.

Aku memandangi umbi itu dengan penasaran. Ini pertama kalinya aku melihat dan mendengar nama gembili. Aku kira hanya singkong atau kentang yang bisa dijadikan keripik. Tapi ternyata, gembili juga bisa!

Setelah menjelaskan manfaat gembili, Bu Guru membagikan masing masing satu buah gembili kepada setiap Murid. Saat tiba giliranku, aku menerima sebiji gembili yang agak kecil, namun padat. Bu guru menatapku sambil berkata, "coba bawa pulang dan olah di rumah, ya. Minggu depan kita bawa hasilnya ke sekolah."

Aku mengangguk dengan semangat. Sepulang sekolah, aku langsung menunjukkan gembili itu kepada ibu.

"Ibu, ini namanya gembili. Dikasih Bu guru tadi. Katanya bisa dijadikan keripik!" Kataku antusias.

Ibu tersenyum. "Wah, ibu tahu gembili. Dulu waktu kecil, nenek sering masak ini. Ayo kita coba buat keripiki bersama."

Kami pun mulai menyiapkan dapur. Pertama-tama, ibu menyuruhku mencuci gembili sampai bersih. Ternyata tanah menempel cukup banyak, dan kulitnya agak keras. Setelah itu, ibu mengupas kulitnya dengan hati hati, lalu memotongnya tipis-tipis. 

"Gembili ini tidak seperti kentang. Setelah dikupas, cepat menghitam kalau tidak segera direndam air," jelas ibu sambil memberitahuku cara merendam irisan gembili ke dalam air garam.

Setelah semua irisan selesai, kami menjemurnya di bawah matahari selama satu jam agar tidak terlalu basah saat digoreng. Aku ikut membantu menata irisan gembili di tampah. Matahari siang terasa menyengattapi semangat ku lebih besar dari rasa panas matahari. 

Satu jam berlalu, kami membawa tampah ke dapu. Lalu kami menggoreng irisan gembili satu persatu. Suara gemericik minyak dan aroma gurih mulai tercium. Aku mencicipi satu irisan yang baru diangkat. Renyah dan gurhi! Rasanya unik, berbeda dari keripik kentang. Ada rasa manis alami yang muncul dari gembili.

"Enak, Bu!" Seruku. 

Ibu tertawa. "Iya, kan?? Besok besok kita bisa bikin lagi."

Setelah semua selesai digoreng, kami menaburkan sedikit garam dan bumbu bawang. Keripik gembili buatan pertamaku siap disajikan. Aku memasukkan ke dalam toples dan menghias tutupnya dengan pita kecil dan stiker. Aku ingin membawanya ke sekolah Minggu depan dengan bangga.

Selama seminggu itu, aku menyimpan toples itu di lemari dengan hati hatim setiap kali aku membuka lemari, aku mencium aroma gurihhhh dari keripik gembili dan tersneyum sendiri. Rasanya seperti menyimpan harta Karun kecil.

Hari Senin pun tiba. Aku membawa toples ke sekolah. Di kelas, Bu guru meminta semua murid mengeluarkan hasil olahan masing masing. Ternyata ada yang membuat keripik seperti aku, ada juga yang membuat gembili rebus, bahkan ada yang membuat bola-bola gembili dengan keju.

Saat giliran aku, aku maju dan memperlihatkan toples keripik buatanku.

"Ini keripik gembili, Bu. Aku buat bersama ibu di rumah, rasanya lezat," ujarku.

Bu guru mencicipi satu dan tersenyum. "Rasanya lezat sekali! Renyah dan pas bumbunya!!. Ibu akan memberi mu 100 untuk tugas kali ini!"

Disaat itu keripik buatanku menjadi favorit Bu guru!!❤️


Zahira S

27 Juli 2025 12:28

Ceritanya menarik.... Sa sangat suka sekaliii 😁👍🏻

Iklan

Agita A

05 Oktober 2025 05:02

<p><strong>Gembili Pertamaku</strong></p><p>Hari itu, suasana di kelas terasa beda. Bu Guru masuk sambil membawa sebuah kantong kecil berisi gembili. Semua murid penasaran, termasuk aku.</p><p>“Anak-anak, ini gembili,” kata Bu Guru sambil tersenyum. “Nanti kalian bawa pulang ya, lalu coba diolah menjadi keripik gembili. Kalian harus coba sendiri di rumah.”</p><p>Aku mengangkat satu gembili di tanganku, merasa tertarik tapi juga sedikit ragu. “Bu, saya belum pernah bikin keripik. Susah nggak ya?” tanyaku.</p><p>Bu Guru menanggapi dengan lembut, “Tenang saja, kamu pasti bisa. Kalau ada yang kesulitan, coba tanya orang tua atau kakak di rumah. Ini pengalaman baru yang menyenangkan.”</p><p>Sesampainya di rumah, aku segera menunjukkan gembili itu pada Ibu.</p><p>"Ibu, aku dapat tugas dari Bu Guru. Aku harus buat keripik gembili. Caranya gimana ya, Bu?” tanyaku sambil memegang gembili.</p><p>Ibu tersenyum, “Oh, gampang kok, kamu cuma perlu kupas, iris tipis-tipis, lalu goreng. Nanti kita tambahkan sedikit garam supaya rasanya enak.”</p><p>Aku mulai mencuci gembili dan mengupas kulitnya. “Ibu, kulit gembilinya agak susah kupas ya,” kataku sambil berusaha hati-hati supaya kulitnya tidak ikut terbuang banyak.</p><p>Ibu membantu mengajarkan cara mengupas yang benar. “Begini, kamu harus pakai pisau yang tajam dan hati-hati. Nanti iris tipis supaya nanti keripik gurih dan renyah.”</p><p>Setelah kupas, aku mengiris gembili dengan pisau, berusaha membuat potongan sedalam mungkin dan serata mungkin.</p><p>“Nah, kalau sudah, rendam dulu di air supaya nggak berubah warna,” Ibu menjelaskan.</p><p>“Kenapa, Bu?” tanyaku penasaran.</p><p>“Supaya gembilin tidak cepat kecoklatan dan tetap segar saat digoreng,” jawab Ibu.</p><p>Setelah direndam, aku meniriskan gembili dan mulai menggoreng satu persatu irisan.</p><p>“Wah, minyaknya panas banget, Bu! Aku takut gosongin,” ucapku cemas.</p><p>Ibu tertawa kecil, “Kamu harus sabar dan jangan terlalu banyak memasukkan irisan sekaligus supaya matang merata.”</p><p>Kami menggoreng keripik itu bersama, lalu mengangkatnya di atas tisu supaya minyak terserap.</p><p>Setelah dingin, aku mencicipi satu keripik. Rasanya renyah dan gurih. “Enak, Bu! Aku berhasil!” seruku girang.</p><p>Ibu memelukku, “Bagus, Nak. Kamu bisa buat camilan khas tradisional sendiri. Bu Guru pasti bangga.”</p><p>Keesokan harinya, di kelas aku menunjukkan keripik buatanku kepada Bu Guru.</p><p>“Bu, aku sudah buat keripik gembili di rumah. Aku belajar banyak dari Ibu di rumah,” kataku dengan bangga.</p><p>Bu Guru tersenyum lebar, “Kamu hebat! Selain belajar memasak, kamu juga belajar menghargai makanan tradisional dan budaya kita.”</p><p>Aku pun merasa senang, bukan hanya karena berhasil membuat keripik gembili pertamaku, tapi juga karena aku mendapat pengalaman baru yang berharga.</p>

Gembili Pertamaku

Hari itu, suasana di kelas terasa beda. Bu Guru masuk sambil membawa sebuah kantong kecil berisi gembili. Semua murid penasaran, termasuk aku.

“Anak-anak, ini gembili,” kata Bu Guru sambil tersenyum. “Nanti kalian bawa pulang ya, lalu coba diolah menjadi keripik gembili. Kalian harus coba sendiri di rumah.”

Aku mengangkat satu gembili di tanganku, merasa tertarik tapi juga sedikit ragu. “Bu, saya belum pernah bikin keripik. Susah nggak ya?” tanyaku.

Bu Guru menanggapi dengan lembut, “Tenang saja, kamu pasti bisa. Kalau ada yang kesulitan, coba tanya orang tua atau kakak di rumah. Ini pengalaman baru yang menyenangkan.”

Sesampainya di rumah, aku segera menunjukkan gembili itu pada Ibu.

"Ibu, aku dapat tugas dari Bu Guru. Aku harus buat keripik gembili. Caranya gimana ya, Bu?” tanyaku sambil memegang gembili.

Ibu tersenyum, “Oh, gampang kok, kamu cuma perlu kupas, iris tipis-tipis, lalu goreng. Nanti kita tambahkan sedikit garam supaya rasanya enak.”

Aku mulai mencuci gembili dan mengupas kulitnya. “Ibu, kulit gembilinya agak susah kupas ya,” kataku sambil berusaha hati-hati supaya kulitnya tidak ikut terbuang banyak.

Ibu membantu mengajarkan cara mengupas yang benar. “Begini, kamu harus pakai pisau yang tajam dan hati-hati. Nanti iris tipis supaya nanti keripik gurih dan renyah.”

Setelah kupas, aku mengiris gembili dengan pisau, berusaha membuat potongan sedalam mungkin dan serata mungkin.

“Nah, kalau sudah, rendam dulu di air supaya nggak berubah warna,” Ibu menjelaskan.

“Kenapa, Bu?” tanyaku penasaran.

“Supaya gembilin tidak cepat kecoklatan dan tetap segar saat digoreng,” jawab Ibu.

Setelah direndam, aku meniriskan gembili dan mulai menggoreng satu persatu irisan.

“Wah, minyaknya panas banget, Bu! Aku takut gosongin,” ucapku cemas.

Ibu tertawa kecil, “Kamu harus sabar dan jangan terlalu banyak memasukkan irisan sekaligus supaya matang merata.”

Kami menggoreng keripik itu bersama, lalu mengangkatnya di atas tisu supaya minyak terserap.

Setelah dingin, aku mencicipi satu keripik. Rasanya renyah dan gurih. “Enak, Bu! Aku berhasil!” seruku girang.

Ibu memelukku, “Bagus, Nak. Kamu bisa buat camilan khas tradisional sendiri. Bu Guru pasti bangga.”

Keesokan harinya, di kelas aku menunjukkan keripik buatanku kepada Bu Guru.

“Bu, aku sudah buat keripik gembili di rumah. Aku belajar banyak dari Ibu di rumah,” kataku dengan bangga.

Bu Guru tersenyum lebar, “Kamu hebat! Selain belajar memasak, kamu juga belajar menghargai makanan tradisional dan budaya kita.”

Aku pun merasa senang, bukan hanya karena berhasil membuat keripik gembili pertamaku, tapi juga karena aku mendapat pengalaman baru yang berharga.


Mau jawaban yang terverifikasi?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Lelaki tua itu selalu suka mengenakan LENCANA merah putih yang disematkan di bajunya. Apa padanan kata atau sinonim dari kata "Lencana" tersebut?

2

0.0

Jawaban terverifikasi

Sumber lisan merupakan keterangan langsung dari orang-orang yang mengalami p sejarah. Selain diperoleh dari orang-orang yang mengalami persitiwa secara la sumber lisan juga dapat diperoleh dari orang-orang yang mengetahui suatu peristiw secara rinci. Dengan kata lain sumber sejarah lisan dapat digunakan untuk sumba dan sekunder. Bagaimana cara mendapatkan sumber sejarah secara lisan denga tepat? Sumber sejarah merupakan segala sesuatu yang mengandung informasi tenta peristiwa sejarah. Informasi yang dijadikan sumber sejarah harus berasal dari aktivi pada masa lampau. Sumber sejarah berfungsi sebagai sarana penyampaian inform ristiwa sejarah di masa lampau. Bagaimana cara membuktikan keaslian suatu sumber sejarah? Sumber sejarah berdasarkan bentuknya dibagi menjadi tiga, yaitu sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber benda. Sumber tertulis merupakan sumber sejarah yang memberikan informasi melalui tulisan. Sumber lisan merupakan sumber sejarah yang disampaikan secara lisan oleh orang yang menyaksikan, mendengar, atau mengalami langsung suatu peristiwa sejarah. Sumber benda merupakan sumber sejarah yang diperoleh dari benda-benda peninggalan sejarah. Mengapa sumber sejarah sangat penting dalam sejarah? Sumber sejarah lisan sangat bermanfaat agar sejarah dapat terus diingat oleh masyarakat sebagai bagian dari identitas dari sebuah negara. Sumber sejarah lisan dapat berupa keterangan langsung dari pelaku, tradisi lisan yang berkembang di masyarakat, dan topomini. Mengapa sumber lisan memiliki keterbatasan dibandingkan sumber tertulis? Kritik sumber sering juga disebut proses verifikasi. Sering dilakukan peneliti untuk menguji keabsahan serta keaslian suatu dokumen atau sumber sejarah. Kritik sumber merupakan salah satu tahapan dalam penelitian sejarah. Apa yang dimaksud kritik sumber?

3

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

[1] Gaya hidup sedentari alias kurang gerak atau mager (malas gerak) adalah masalah yang sering dialami oleh penduduk perkotaan. [2] Bekerja di depan layar komputer sepanjang hari, kelamaan terjebak macet di jalan,atau hobi main gim tanpa diimbangi olahraga merupakan bentuk dari gaya hidup sedentari. [3] Jika Anda termasuk salah satu orang yang sering melakukan berbagai rutinitas tersebut, Anda harus waspada. [4] Pasalnya, gaya hidup sedentari sangat berbahaya karena membuat Anda berisiko terkena diabetes tipe 2. [5] Gaya hidup sedentari menyebabkan masyarakat, terutama penduduk kota, malas bergerak. [6] Coba ingat-ingat, dalam sehari ini, sudah berapa kali Anda dalam menggunakan aplikasi online untuk memenuhi kebutuh Anda? [7] Selain itu, tilik juga berapa banyak langkah yang sudah Anda dapatkan pada hari ini? [8] Seiring dengan pengembangan teknologi yang makin canggih, apa pun yang Anda butuhkan kini bisa langsung diantar ke ruangan kantor Anda atau depan rumah. [9] Selain hemat waktu, Anda pun jadi tak perlu mengeluarkan energi untuk mendapatkan apa yang Anda mau. [10] Namun, tahukah Anda bahwa segala kemudahan tersebut menyimpan bahaya bagi tubuh Anda? [11] Minimnya aktifitas fisik karena gaya hidup ini membuatmu berisiko lebih tinggi terkena berbagai penyakit kronis, termasuk diabetes. [12] Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa gaya hidup ini juga termasuk 1 dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. [13] Selain itu, data terbaru dari Riskedas 2018 menguak bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan tingkat diabetes melitus tertinggi di Indonesia. [14] Ini menunjukkan bahwa gaya hidup mager amat erat kaitannya dengan tingkat diabetes di perkotaan. Bentuk bahasa yang sejenis dengan mager pada kalimat 1 adalah.... a. magang b. oncom c. rudal d. pugar

9

5.0

Jawaban terverifikasi