Angelina C

19 Maret 2024 03:58

Iklan

Iklan

Angelina C

19 Maret 2024 03:58

Pertanyaan

bagaimana jalannya perang padri


4

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

Sumber W

Silver

19 Maret 2024 04:41

Jawaban terverifikasi

<p>Kaum Padri melakukan berbagai cara untuk mengajak masyarakat adat meninggalkan perbuatan yang melanggar syariat Islam. Hal ini menyebabkan konflik diantara keduanya yang terjadi pada 1803. Puncak dari perang saudara terjadi pada tahun 1815 setelah Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung .</p><p>&nbsp;</p><p>Serangan terhadap Kerajaan Pagaruyung menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa melarikan diri dari ibu kota dan Kaum Padri berhasil menekan kaum adat. Kepemimpinan Harimau nan Salapan mampu membawa Kaum Padri pada kemenangan. Terdesaknya Kaum Adat membuat Kaum Adat meminta bantuan kolonial Belanda pada tahun 1821.</p><p>&nbsp;</p><p>Pada tanggal 4 Maret 1822, Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Raaff berhasil memukul mundur Kaum Padri dari Kerajaan Pagaruyung. Setelah mampu mengalahkan Kaum Padri, Belanda dan Kaum Adat mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar yang bernama Fort Van der Capellen, sedangkan Kaum Adat memusatkan kekuatannya di Lintau.</p><p>&nbsp;</p><p>Pada tanggal 10 Juni 1822, pasukan Belanda yang melakukan pergerakan di Tanjung Alam dihadang oleh pasukan Kaum Padri, namun pasukan Belanda mampu mengalahkan dan terus melaju hingga ke Luhak Agam. Pada tahun 14 Agustus 1822, pimpinan pasukan Belanda, Kapten Goffinet menderita luka di pertempuran Baso dan meninggal pada 5 September 1822.</p><p>&nbsp;</p><p>Pada tanggal 15 November 1825, Perjanjian Masang disepakati antara Belanda dan Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Pada saat bersamaan, Belanda kewalahan dengan konflik di Eropa dan di Jawa (Perang Jawa). Selama masa gencatan senjata, Kaum Padri berusaha memperbaiki keadaan dengan merangkul kembali Kaum Adat.</p><p>&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><p>Berakhirnya Perang Diponegoro di Jawa mengembalikan kekuatan Belanda untuk mencoba menundukkan Kaum Padri. Pada 11 Januari 1833, Kaum Padri dan Kaum Adat bersatu untuk menyerang pertahanan Belanda di Fort de Kock, Bukittinggi.</p><p>&nbsp;</p><p>Belanda yang menyadari keadaan telah berubah kemudian mengeluarkan “Plakat Panjang” berisi pernyataan bahwa kedatangan Belanda ke Minangkabau tidak bermaksud untuk menguasai nagari tersebut, melainkan untuk berdagang dan menjaga keamanan.</p><p>&nbsp;</p><p>Belanda beralasan bahwa kedatangannya untuk menjaga keamanan, membuat jalan, dan membuka sekolah sehingga membutukan biaya dan diminta menjual kopi kepada pihak Belanda. Perlahan Belanda menyusup dan melakukan penyerangan pada 1837 hingga Tuanku Imam Bonjol mampu ditangkap. Perang Padri berlanjut dibawah kepemimpinan Tuanku Tambusai hingga wilayah Dalu-Dalu jatuh ke tangan Belanda pada 28 Desember 1838.</p><p>&nbsp;</p><p>Perang Padri dianggap selesai setelah Tuanku Tambusai bersama sisa – sisa pengikutnya melarikan diri ke Negeri Sembilan di Semenanjung Malaya. Pada akhirnya Kerajaan Pagaruyung menjadi wilayah Kolonial Belanda.</p>

Kaum Padri melakukan berbagai cara untuk mengajak masyarakat adat meninggalkan perbuatan yang melanggar syariat Islam. Hal ini menyebabkan konflik diantara keduanya yang terjadi pada 1803. Puncak dari perang saudara terjadi pada tahun 1815 setelah Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung .

 

Serangan terhadap Kerajaan Pagaruyung menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa melarikan diri dari ibu kota dan Kaum Padri berhasil menekan kaum adat. Kepemimpinan Harimau nan Salapan mampu membawa Kaum Padri pada kemenangan. Terdesaknya Kaum Adat membuat Kaum Adat meminta bantuan kolonial Belanda pada tahun 1821.

 

Pada tanggal 4 Maret 1822, Belanda yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Raaff berhasil memukul mundur Kaum Padri dari Kerajaan Pagaruyung. Setelah mampu mengalahkan Kaum Padri, Belanda dan Kaum Adat mendirikan benteng pertahanan di Batusangkar yang bernama Fort Van der Capellen, sedangkan Kaum Adat memusatkan kekuatannya di Lintau.

 

Pada tanggal 10 Juni 1822, pasukan Belanda yang melakukan pergerakan di Tanjung Alam dihadang oleh pasukan Kaum Padri, namun pasukan Belanda mampu mengalahkan dan terus melaju hingga ke Luhak Agam. Pada tahun 14 Agustus 1822, pimpinan pasukan Belanda, Kapten Goffinet menderita luka di pertempuran Baso dan meninggal pada 5 September 1822.

 

Pada tanggal 15 November 1825, Perjanjian Masang disepakati antara Belanda dan Kaum Padri yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Pada saat bersamaan, Belanda kewalahan dengan konflik di Eropa dan di Jawa (Perang Jawa). Selama masa gencatan senjata, Kaum Padri berusaha memperbaiki keadaan dengan merangkul kembali Kaum Adat.

 

 

Berakhirnya Perang Diponegoro di Jawa mengembalikan kekuatan Belanda untuk mencoba menundukkan Kaum Padri. Pada 11 Januari 1833, Kaum Padri dan Kaum Adat bersatu untuk menyerang pertahanan Belanda di Fort de Kock, Bukittinggi.

 

Belanda yang menyadari keadaan telah berubah kemudian mengeluarkan “Plakat Panjang” berisi pernyataan bahwa kedatangan Belanda ke Minangkabau tidak bermaksud untuk menguasai nagari tersebut, melainkan untuk berdagang dan menjaga keamanan.

 

Belanda beralasan bahwa kedatangannya untuk menjaga keamanan, membuat jalan, dan membuka sekolah sehingga membutukan biaya dan diminta menjual kopi kepada pihak Belanda. Perlahan Belanda menyusup dan melakukan penyerangan pada 1837 hingga Tuanku Imam Bonjol mampu ditangkap. Perang Padri berlanjut dibawah kepemimpinan Tuanku Tambusai hingga wilayah Dalu-Dalu jatuh ke tangan Belanda pada 28 Desember 1838.

 

Perang Padri dianggap selesai setelah Tuanku Tambusai bersama sisa – sisa pengikutnya melarikan diri ke Negeri Sembilan di Semenanjung Malaya. Pada akhirnya Kerajaan Pagaruyung menjadi wilayah Kolonial Belanda.


Iklan

Iklan

Salsabila M

Community

19 Maret 2024 07:48

Jawaban terverifikasi

<p>Berikut adalah gambaran umum mengenai jalannya Perang Padri:</p><p><strong>Latar Belakang</strong>: Konflik Perang Padri dimulai pada awal abad ke-19 ketika para pemimpin Padri, yang terinspirasi oleh pemikiran Wahhabi dari Arab Saudi, mulai menyebarkan ajaran Islam mereka di Minangkabau. Mereka menentang praktik-praktik adat dan tradisi lokal yang dianggap mereka sebagai bid'ah atau penyimpangan dari Islam yang murni.</p><p><strong>Pertempuran Awal</strong>: Konflik dimulai dengan serangkaian pertempuran antara kaum Padri dan penguasa lokal serta masyarakat adat Minangkabau yang mendukung tradisi lokal mereka. Pertempuran-pertempuran ini terutama terjadi di sekitar daerah pedalaman dan pegunungan Minangkabau.</p><p><strong>Intervensi Belanda</strong>: Meskipun pada awalnya Belanda tidak ingin campur tangan dalam konflik ini, namun ketika situasi semakin memanas dan melibatkan wilayah-wilayah di sekitar Hindia Belanda, Belanda akhirnya terlibat secara aktif pada tahun 1821. Mereka memperkuat posisi mereka di wilayah ini dan membentuk aliansi dengan beberapa kelompok lokal untuk melawan kaum Padri.</p><p><strong>Pertempuran yang Sengit</strong>: Konflik terus berlanjut dengan pertempuran yang sengit antara pihak Padri dan pasukan Belanda beserta sekutu-sekutunya. Pertempuran-pertempuran ini terjadi dalam skala besar di berbagai wilayah Minangkabau dan berlangsung selama beberapa dekade.</p><p><strong>Pembubaran Kaum Padri</strong>: Akhirnya, pada tahun 1837, pasukan Belanda berhasil mengalahkan kaum Padri dan menangkap pemimpin mereka yang terakhir, Tuanku Imam Bonjol, pada tahun 1837. Pembantaian dan pengusiran terhadap kaum Padri terjadi, dan akhirnya mereka diperintahkan untuk meninggalkan Sumatera Barat.</p>

Berikut adalah gambaran umum mengenai jalannya Perang Padri:

Latar Belakang: Konflik Perang Padri dimulai pada awal abad ke-19 ketika para pemimpin Padri, yang terinspirasi oleh pemikiran Wahhabi dari Arab Saudi, mulai menyebarkan ajaran Islam mereka di Minangkabau. Mereka menentang praktik-praktik adat dan tradisi lokal yang dianggap mereka sebagai bid'ah atau penyimpangan dari Islam yang murni.

Pertempuran Awal: Konflik dimulai dengan serangkaian pertempuran antara kaum Padri dan penguasa lokal serta masyarakat adat Minangkabau yang mendukung tradisi lokal mereka. Pertempuran-pertempuran ini terutama terjadi di sekitar daerah pedalaman dan pegunungan Minangkabau.

Intervensi Belanda: Meskipun pada awalnya Belanda tidak ingin campur tangan dalam konflik ini, namun ketika situasi semakin memanas dan melibatkan wilayah-wilayah di sekitar Hindia Belanda, Belanda akhirnya terlibat secara aktif pada tahun 1821. Mereka memperkuat posisi mereka di wilayah ini dan membentuk aliansi dengan beberapa kelompok lokal untuk melawan kaum Padri.

Pertempuran yang Sengit: Konflik terus berlanjut dengan pertempuran yang sengit antara pihak Padri dan pasukan Belanda beserta sekutu-sekutunya. Pertempuran-pertempuran ini terjadi dalam skala besar di berbagai wilayah Minangkabau dan berlangsung selama beberapa dekade.

Pembubaran Kaum Padri: Akhirnya, pada tahun 1837, pasukan Belanda berhasil mengalahkan kaum Padri dan menangkap pemimpin mereka yang terakhir, Tuanku Imam Bonjol, pada tahun 1837. Pembantaian dan pengusiran terhadap kaum Padri terjadi, dan akhirnya mereka diperintahkan untuk meninggalkan Sumatera Barat.


lock

Yah, akses pembahasan gratismu habis


atau

Dapatkan jawaban pertanyaanmu di AiRIS. Langsung dijawab oleh bestie pintar

Tanya Sekarang

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

apakah kelenjar hipofisis, paneal, tiroid, timus, pankreas, adrenal, testis, dan ovarium saling berhubungan? jika berhubungan, bagaimana hubungannya?

6

0.0

Jawaban terverifikasi