Fitri A

25 Mei 2024 15:13

Iklan

Fitri A

25 Mei 2024 15:13

Pertanyaan

Bacalah teks berikut! Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau dikenal sebagai R.A. Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1897. Kartini adalalı putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara, dan M.A. Ngasirah, putri seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Ketika berusia 12 tahun, Kartini harus mengalami masa pingitan. Pada masa itu seorang gadis yang sudah menamatkan belajar di tingkat sekolah dasar harus mengalami masa pingitan hingga saat pernikahannya tiba. Meskipun di rumah, Kartini aktif melakukan korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya di Belanda. Hal itu karena ia fasih berbahasa Belanda. Salah satu sahabatnya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukung pemikiran Kartini. Dari membaca berbagai buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini menjadi tertarik terhadap kemajuan berpikir perempuan Eropa. 18. Karakter unggul tokoh Kartini adalah..... A. keturunan bangsawan B. menamatkan belajar di tingkat perguruan tinggi C. aktif melakukan korespondensi karena bisa berbahasa Belanda D. memiliki sahabat bernama Rosa Abendanon E. pemikiran Kartini tentang kemajuan kaum wanita harus berakhir

Bacalah teks berikut! 

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau dikenal sebagai R.A. Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1897. Kartini adalalı putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara, dan M.A. Ngasirah, putri seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Ketika berusia 12 tahun, Kartini harus mengalami masa pingitan. Pada masa itu seorang gadis yang sudah menamatkan belajar di tingkat sekolah dasar harus mengalami masa pingitan hingga saat pernikahannya tiba. Meskipun di rumah, Kartini aktif melakukan korespondensi atau surat-menyurat dengan temannya di Belanda. Hal itu karena ia fasih berbahasa Belanda. Salah satu sahabatnya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukung pemikiran Kartini. Dari membaca berbagai buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini menjadi tertarik terhadap kemajuan berpikir perempuan Eropa.

18. Karakter unggul tokoh Kartini adalah.....

A. keturunan bangsawan

B. menamatkan belajar di tingkat perguruan tinggi

C. aktif melakukan korespondensi karena bisa berbahasa Belanda

D. memiliki sahabat bernama Rosa Abendanon

E. pemikiran Kartini tentang kemajuan kaum wanita harus berakhir

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

00

:

51

:

52

Klaim

12

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Kevin L

Gold

25 Mei 2024 15:17

Jawaban terverifikasi

【Penjelasan】: Pertanyaan ini menguji pemahaman tentang karakter unggul dari tokoh sejarah Indonesia, yaitu R.A. Kartini. Dari teks yang diberikan, dapat diketahui bahwa Kartini memiliki beberapa karakteristik yang menonjol. Pilihan jawaban a, "keturunan bangsawan," memang benar karena Kartini adalah putri dari Bupati Jepara, namun ini bukan karakter unggul yang dimaksud dalam konteks pertanyaan. Pilihan b, "menamatkan belajar di tingkat perguruan tinggi," tidak tepat karena tidak ada informasi dalam teks yang menyatakan Kartini menamatkan pendidikan di perguruan tinggi. Pilihan c, "aktif melakukan korespondensi karena bisa berbahasa Belanda," mencerminkan kemampuan Kartini yang unik dan langka di zamannya, yaitu kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing yang memungkinkannya untuk mengakses pengetahuan dan ide dari luar negeri. Pilihan d, "memiliki sahabat bernama Rosa Abendanon," adalah fakta dari teks tetapi bukan karakter unggul Kartini. Pilihan e, "pemikiran Kartini tentang kemajuan kaum wanita harus berakhir setelah dipingit," tidak sesuai karena justru pemikiran Kartini tentang kemajuan wanita terus berkembang meskipun ia dipingit. Dengan demikian, karakter unggul yang paling sesuai dengan teks adalah kemampuannya untuk aktif berkomunikasi dengan orang-orang dari luar negeri, terutama melalui korespondensi dalam bahasa Belanda, yang merupakan kemampuan langka dan berharga pada masa itu. 【Jawaban】: c. aktif melakukan korespondensi karena bisa berbahasa Belanda


Iklan

Nanda R

Community

26 Mei 2024 03:32

Jawaban terverifikasi

<p>Karakter unggul tokoh Kartini dalam konteks yang diberikan adalah:</p><p>C. aktif melakukan korespondensi karena bisa berbahasa Belanda</p><p>Pilihan ini menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang yang berwawasan luas, memiliki kemampuan bahasa yang baik, dan aktif berkomunikasi dengan dunia luar, yang membantu mengembangkan pemikirannya tentang kemajuan perempuan.</p>

Karakter unggul tokoh Kartini dalam konteks yang diberikan adalah:

C. aktif melakukan korespondensi karena bisa berbahasa Belanda

Pilihan ini menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang yang berwawasan luas, memiliki kemampuan bahasa yang baik, dan aktif berkomunikasi dengan dunia luar, yang membantu mengembangkan pemikirannya tentang kemajuan perempuan.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

HOS Cokroaminoto, Yang Guru Bangsa Haji Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah barname RM Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakaknya, RM. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo Tjokro lahir di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur, pada tanggal 16 Agustus 1882. Awalnya kehidupan Tjokro terbilang biasa-basa saja. Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di osvia (sekolah calon pegawai pervarintah atau pamong praja di Magelang pada tahun 1902. Setelah menamatkan osvia, Tjokro bekerja sebagai seorang juru tulis di Ngawi, Jawa Timur Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surajaya. Keindahannya ke Surajaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu Tjokro kemudian bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (sdi pimpinan H. Samanhudi, la menyarankan agar SDI diubah menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi Sarekat Islam (50) dan Tjokro menjadi Ketua SI pada tanggal 10 Sepetember 1912. Tjokroaminoto dipercaya untuk memangiku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris Sl. Di bawah kepemimpinannya, Sl mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda berupaya menghalangi St yang termasuk organisasi Islam terbesar pa anak tu. Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat Si agar mudah di dipengaruhi pangreh praja setempat. Situasi itu menjadikan Sl menghadapi kesenjangan antara p dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para anggotanya. G 57 tahap Thidangka ke by Iharaar magedi inspire smu generasi muda Pada periode tahun 1912-1916, Tjokroaminoto dan para pemimpin Si lainnya sedikit bersikap moderat terhadap pamarntah Belancia. Mereka memperjuangkan penegakan hak-hak manusia sewa meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi pembentukan Dewan Rakyat 8. sana m jadi hangat. Dalam kongres kongres 51, Tjokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan kation (bangsa) dan pemerintahan sendiri. Sebagai reaksi terhadap seni Novembar (November beloftemt, Gubernur Jenderal dan Limburgh Stanum, Tjokroaminoto selaku wakil SI delam Volksraad bersama sastrawan, aktivis, jurnalis Adul Kuis, Cipto Mangunkusumo mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan Mosi Tjokroaminoto pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut Pertama, pembentukan Dewan Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertanggungjawaban departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga, pertanggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk parlemen yang anggotama dipilih dari rakyat dan oleh rakyat Pemerintah sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda, tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Selanjutnya, pada kongres gas ona SI di Yogyakata tanggal 2-6 Maret 1921, SI pimpinan Tjokro . memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan merumuskan tujuan perjuangan politik Sl sebagai, Untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda. Selama hidupnya, Tjokroaminoto merupakan sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang wenangan pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda. la juga mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Danau, Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut diperjuangkannya dengan menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda. Pada tahun 1920, Tjokro dijebloskan ke penjara dengan tuduhan marghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Belanda. Pada Apris 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. cokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk am Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya kerena ia sudah tak mau lagi bekerja sama dengan pemerintah Belanda Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah koloria menjulukinya sebagai de Ongekroonde Kuning dan Jasa (Raja Jawa yang tidak bermahkota atau tidak dinobatkan). Pengaruh Tjokro yang Luas menjadikannya sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi Sesrodihardjo mengirimkan anaknya Soekamo untuk pendidikan dengan in de kost di rumahnya. Selain menjadi politikus, Tjokroaminoto aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah buku yang berjudul Islam dan Nasionalisme. Tjokroaminoto menghembuskan napasnya yang terakhir pada tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakata pada usia 51 tahun. Atas jasa-jasanya kepada negara, Haji Gemar Siad Cokroaminoto dianugerahkan gelar pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590 Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961. 1. carilah gagasan penjelas dari teks diatas 2. carilah keteladanan atau hikmah dari teks diatas

3

0.0

Jawaban terverifikasi

Memoar Seorang Budayawan Judul : 65 = 67, Catatan Acak-acakan, Cacatan Apa Adanya Penulis : Ayatrohaedi Penerbit : Pustaka Jaya Terbit : I, Januari 2011 Halaman : 631 Harga : Rp. 90.000 Ayatrohaedi adalah sosok yang menonjol dalam jagat kebudayaan Indonesia. Ia adalah orang yang banyak terlibat langsung dalam perkembangan ilmu-ilmu kebudayaan, kesusastraan, dan kepurbakalaan di Indonesia. Buku ini mengisahkan perjalanan "karier" Ayatrohaedi sejak ia menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hingga menjadi guru besar di Fakultas Ilmu Budaya di almamaternya, Universitas Indonesia. Kehidupan yang sederhana namun penuh dinamika adalah ungkapan yang pas untuk menggambarkan periode kehidupan Ayat, demikian panggilan akrab Ayatrohaedi, selama menjadi mahasiswa tingkat sarjana di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dikatakan sederhana karena Ayat adalah sosok yang menjalani kehidupan sebagai mahasiswa dengan apa adanya. Ia tidak berusaha memiliki gaya hidup lebih dari apa yang dapat dilakukannya. Ayat juga disebut penuh dinamika karena selama menjalani dunia mahasiswa ia banyak aktif dalam berbagai kegiatan, mulai dari yang bersifat akademis hingga kegiatan "turun ke jalan" untuk menentang rezim penguasa. Salah satu hal yang dikisahkan oleh Ayat adalah bagaimana ia melihat Arif Rahman Hakim, mahasiswa Universitas Indonesia yang tertembak ketika menggelar unjuk rasa Tritura. Ayat melihat sendiri Arif yang berada di belakangnya bersimbah darah akibat tembakan. Oleh karena itu, ia merasa kecewa dengan ucapan seorang kader partai besar yang mengatakan bahwa Arif Rahman Hakim adalah tokoh fiksi yang sengaja dihembuskan saja untuk menarik perhatian. Ayat juga mengisahkan peristiwa pergulatan intelektualnya. Salah satunya adalah keterlibatan Ayat dalam Lembaga Basa Jeung Sastra Sunda (LBSS) atau Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda. Dalam lembaga ini Ayat berkesempatan menuliskan makalah mengenai naskah-naskah tua berbahasa Sunda. Menurut Ayat, banyak naskah serta prasasti Sunda yang belum tersentuh. Padahal, naskah itu mengandung kisah sejarah ataupun ajaran berharga yang sebaiknya diketahui secara luas. Sejumlah orang yang dekat dengannya, kebanyakan seniman dan akademisi, sempat pula dikisahkan dalam buku ini. Salah seorang diantaranya adalah Ramadhan KH. Ayat menceritakan, banyak seniman yang datang kepada Ramadhan, yang kala itu menjadi pemimpin redaksi Siasat Baru, untuk menyerahkan karangannya. Namun para pengarang itu meminta honorarium di muka . Mau tidak mau, Ramadhan harus membayarnya dengan uang sendiri sebelum tulisan itu dimuat. Hal ini memperlihatkan dua hal. Pertama, kuatnya hubungan antara seniman kala itu. Kedua, kebanyakan seniman pada masa adalah orang yang hidupnya cukup sulit. Lewat buku ini pembaca juga dapat sejumlah pengalaman Ayat yang berkaitan dengan dunia kepengarangannya. Dari sini dapat pembaca tidak hanya dapat mengetahui proses kreatifnya, namun juga nilai-nilai yang mengarusi karyanya. Ayatrohaedi telah tiada. Namun dari apa yang disampaikan pembaca dapat belajar bahwa kepakaran tidak harus menjadikan seseorang merasa tahu segalanya, justru tetap bersikap sederhana dan bersahaja, sebab dari sanalah kekayaan itu muncul. * * * (Termuat di HU Koran Jakarta, Maret 2010) 9. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut berdasarkan ulasan di atas! f. Berdasarkan resensi di atas, apa kelemahan buku tersebut?

1

5.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Biografi R.A. Kartini R.A. Kartini mempunyai nama lengkap Raden Ajeng Kartini DjojoAdhiningrat, ia lahir pada tanggal 21 April 1879 di Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan seorang bupati Jepara kala itu. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Lahir dari keluarga yang berpengaruh membuat R.A. Kartini memperoleh pendidikan yang baik. Kartini pun diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini Kartini belajar bahasa Belanda. Akan tetapi, setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena harus dipingit. Kebiasaan dan adat kala itu, wanita yang mempunyai umur yang cukup harus tinggal di rumah dan dipingit, R.A. Kartini lalu terpaksa memendam keinginan untuk sekolah tinggi. Untuk mengisi waktu luangnya karena dipingit, R.A. Kartini lantas gemar untuk membaca. Ia banyak membaca buku dan surat kabar berbahasa Belanda. R.A. Kartini pernah tercatat membaca buku karya Louis Couperus yang berjudul De Stille Kraacht karya Van Eeden, Augusta de Witt roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan sebuah roman anti-perang karangan Bertha Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Dengan banyak membaca, pemikiran Kartini pun semakin luas. Kartini mulai membandingkan keadaan wanita barat dan wanita Indonesia. Selain membaca, R.A. Kartini juga gemar menulis. Tulisan R.A. Kartini pernah dimuat di De Hollandsche Lelie, sebuah majalah terbitan Belanda. Bahkan, beliau sempat akan mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Belanda karena tulisan-tulisan hebatnya. Sejak itulah R.A. Kartini mulai tertarik untuk memajukan perempuan pribumi. Dalam pikirannya, kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu. Beliau ingin memajukan wanita Indonesia. Hal ini dapat dimulai dari faktor pendidikan. Untuk itu, beliau mendirikan sekolah bagi gadis–gadis di Jepara. Muridnya hanya berjumlah sembilan orang yang terdiri dari kerabat atau keluarga. Selain pendidikan, Kartini juga menaruh perhatian pada masalah sosial yang terjadi. Menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum. Tidak ada sebuah diskriminasi jenis kelamin. Cita-cita mulia R.A. Kartini adalah ia ingin melihat perempuan pribumi dapat menuntut ilmu dan belajar seperti halnya sekarang ini. Selain itu, ia juga mengharapkan persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Hal ini disampaikannya melalui surat untuk teman-temannya di Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon, sahabat yang banyak mendukungnya. Untuk kehidupan rumah tangganya, R.A. Kartini menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang, atas keputusan dan pilihan ayahnya pada saat itu. Untunglah, setelah menikah suaminya mengerti keinginan dan cita-cita Kartini hingga diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini dikenal sebagai Gedung Pramuka. Dari pernikahannya, Kartini dianugerahi satu orang anak laki- laki yang lahir pada tanggal 13 September 1904 dan diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Namun yang menyedihkan, selang beberapa hari pasca melahirkan, Kartini tutup usia pada tanggal 17 September 1904. Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Beliau dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Sepeninggal R.A. Kartini, J.H. Abendanon sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda mulai mengumpulkan surat-surat yang pernah ditulis oleh R.A. Kartini. Dari sana, disusunlah buku yang berjudul ‘Door Duisternis tot Licht’ dan diterjemahkan dengan judul “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” yang terbit pada tahun 1911. Buku tersebut dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan kelima disertakan semua surat-surat yang ditulis oleh Kartini. Melalui publikasi pemikirannya tersebut, R.A. Kartini mulai banyak dikenal. Pemikiran-pemikiran Kartini pun mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat- suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini. (Sumber: http://lppks.kemdikbud.go.id/id/kabar/r-a-kartini-sang-pelopor-kebangkitan-perempuan-pribumi dengan pengubahan) 2. Tentukan struktur permasalahan atau peristiwa penting pada teks biografi tersebut.

37

5.0

Jawaban terverifikasi

HOS Cokroaminoto, Sang Guru Bangsa Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Tjokro lahir di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur, pada tanggal 16 Agustus 1882. Awalnya kehidupan Tjokro terbilang biasa-biasa saja. Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di OSVIA (sekolah calon pegawai pemerintah atau pamong praja) di Magelang pada tahun 1902. Setelah menamatkan OSVIA, Tjokro bekerja sebagai seorang juru tulis di Ngawi, Jawa Timur. Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surabaya. Kepindahannya ke Surabaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu Tjokro kemudian bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (SDI) pimpinan H. Samanhudi. Ia menyarankan agar SDI diubah menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi Sarekat Islam (SI) dan Tjokro menjadi Ketua SI pada tanggal 10 September 1912. Tjokroaminoto dipercaya untuk memangku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris SI. Di bawah kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda berupaya menghalangi SI yang termasuk organisasi Islam terbesar pada saat itu. Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat SI agar mudah diawasi dan dipengaruhi pangreh praja setempat. Situasi itu menjadikan SI menghadapi kesenjangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para anggotanya. Pada periode tahun 1912-1916, Tjokroaminoto dan para pemimpin SI lainnya sedikit bersikap moderat terhadap pemerintah Belanda. Mereka memerjuangkan penegakan hak-hak manusia serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi pembentukan Dewan Rakyat, suasana menjadi hangat. Dalam kongres-kongres SI, Tjokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan nation (bangsa) dan pemerintahan sendiri. Sebagai reaksi terhadap "Janji November" (November beloftem), Gubernur Jenderal van Lim burgh Stirum, Tjokroaminoto selaku wakil SI dalam Volksraad bersama sastrawan, akitivis, jurnalis Abdul Muis, Cipto Mangukusumo mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan "Mosi Tjokroaminoto" pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut: Pertama, pembentukan Dewan Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertangggungjawaban departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga, pertangggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk parlemen yang anggotanya dipilih dari rakyat dan oleh rakyat. Pemerintah sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen. Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda, tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Selanjutnya, pada kongres nasional SI di Yogyakarta tanggal2-6 Maret 1921, SI pimpinan Tjokro memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan merumuskan tujuan perjuangan politik SI sebagai, "Untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda". Selama hidupnya, Tjokroaminoto merupakan sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang-wenangan pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda. Ia juga mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Ranau, Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut dipejuangkannya dengan menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda. Pada tahun 1920, Tjokro dijebloskan ke penjara dengan tuduhan menghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Belanda. Pada April 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. Tjokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk dalam Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya karena ia sudah tak mau lagi beke~a sama dengan pemerintah Belanda. Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah colonial menjulukinya sebagai de Ongekroonde Koning van Java (Raja Jawa yang tidak "bermahkota" atau tidak "dinobatkan"). Pengaruh Tjokro yang luas menjadikannya sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi Sasrodihardjo mengirimkan anaknya Soekarno untuk Pendidikan dengan in de kost di rumahnya. Selain menjadi politikus, Tjokroaminoto aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah buku yang bejudul "Islam dan Nasionalisme." Tjokroaminoto menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta pada usia 51 tahun. Atas jasa- jasanya kepada negara, Haji Oemar Said Cokroaminoto dianugerahkan gelar pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590 Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961. (Dicuplik dengan penggubahan dari www.tokohindonesia.com) 4p. Apa yang diprotes Tjokro dalam pidato-pidatonya?

8

0.0

Jawaban terverifikasi

HOS Cokroaminoto, Sang Guru Bangsa Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai Bupati Ponorogo. Tjokro lahir di Tegalsari, Ponorogo, Jawa Timur, pada tanggal 16 Agustus 1882. Awalnya kehidupan Tjokro terbilang biasa-biasa saja. Semasa kecil ia dikenal sebagai anak yang nakal dan suka berkelahi. Setelah beberapa kali berpindah sekolah, akhirnya ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di OSVIA (sekolah calon pegawai pemerintah atau pamong praja) di Magelang pada tahun 1902. Setelah menamatkan OSVIA, Tjokro bekerja sebagai seorang juru tulis di Ngawi, Jawa Timur. Tiga tahun kemudian ia bekerja di perusahaan dagang di Surabaya. Kepindahannya ke Surabaya membawanya terjun ke dunia politik. Di kota pahlawan itu Tjokro kemudian bergabung dalam Sarekat Dagang Islam (SDI) pimpinan H. Samanhudi. Ia menyarankan agar SDI diubah menjadi partai politik. SDI kemudian resmi diubah menjadi Sarekat Islam (SI) dan Tjokro menjadi Ketua SI pada tanggal 10 September 1912. Tjokroaminoto dipercaya untuk memangku jabatan ketua setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris SI. Di bawah kepemimpinannya, SI mengalami kemajuan pesat dan berkembang menjadi partai massa sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda berupaya menghalangi SI yang termasuk organisasi Islam terbesar pada saat itu. Pemerintah kolonial sangat membatasi kekuasaan pengurus pusat SI agar mudah diawasi dan dipengaruhi pangreh praja setempat. Situasi itu menjadikan SI menghadapi kesenjangan antara pusat dan daerah yang menyebabkan kesulitan dalam mobilisasi para anggotanya. Pada periode tahun 1912-1916, Tjokroaminoto dan para pemimpin SI lainnya sedikit bersikap moderat terhadap pemerintah Belanda. Mereka memerjuangkan penegakan hak-hak manusia serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tapi sejak tahun 1916, menghadapi pembentukan Dewan Rakyat, suasana menjadi hangat. Dalam kongres-kongres SI, Tjokroaminoto mulai melancarkan ide pembentukan nation (bangsa) dan pemerintahan sendiri. Sebagai reaksi terhadap "Janji November" (November beloftem), Gubernur Jenderal van Lim burgh Stirum, Tjokroaminoto selaku wakil SI dalam Volksraad bersama sastrawan, akitivis, jurnalis Abdul Muis, Cipto Mangukusumo mengajukan mosi yang kemudian dikenal dengan "Mosi Tjokroaminoto" pada tanggal 25 November 1918. Mereka menuntut: Pertama, pembentukan Dewan Negara di mana penduduk semua wakil dari kerajaan. Kedua, pertangggungjawaban departemen/pemerintah Hindia Belanda terhadap perwakilan rakyat. Tiga, pertangggungjawaban terhadap perwakilan rakyat. Keempat, reformasi pemerintahan dan desentralisasi. Intinya, mereka menuntut pemerintah Belanda membentuk parlemen yang anggotanya dipilih dari rakyat dan oleh rakyat. Pemerintah sendiri dituntut bertanggung jawab pada parlemen. Namun, oleh Ketua Parlemen Belanda, tuntutan tersebut dianggap hanya fantasi belaka. Selanjutnya, pada kongres nasional SI di Yogyakarta tanggal2-6 Maret 1921, SI pimpinan Tjokro memberikan reaksi atas sikap pemerintah Belanda tersebut dengan merumuskan tujuan perjuangan politik SI sebagai, "Untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan Belanda". Selama hidupnya, Tjokroaminoto merupakan sosok yang berpengaruh besar terhadap tokoh-tokoh muda pergerakan nasional saat itu. Keahliannya berpidato ia gunakan untuk mengecam kesewenang-wenangan pemerintah Belanda. Semasa perjuangannya, dia misalnya mengecam perampasan tanah oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan milik Belanda. Ia juga mendesak Sumatera Landsyndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung (tepi Danau Ranau, Sumatera Selatan). Nasib para dokter pribumi juga turut dipejuangkannya dengan menuntut kesetaraan kedudukan antara dokter Indonesia dengan dokter Belanda. Pada tahun 1920, Tjokro dijebloskan ke penjara dengan tuduhan menghasut dan mempersiapkan pemberontakan untuk menggulingkan pemerintah Belanda. Pada April 1922, setelah tujuh bulan meringkuk di penjara, ia kemudian dibebaskan. Tjokroaminoto kemudian diminta kembali untuk duduk dalam Volksraad, namun permintaan itu ditolaknya karena ia sudah tak mau lagi beke~a sama dengan pemerintah Belanda. Sebagai tokoh masyarakat, pemerintah colonial menjulukinya sebagai de Ongekroonde Koning van Java (Raja Jawa yang tidak "bermahkota" atau tidak "dinobatkan"). Pengaruh Tjokro yang luas menjadikannya sebagai tokoh panutan masyarakat. Karena alasan itu pula maka R.M. Soekemi Sasrodihardjo mengirimkan anaknya Soekarno untuk Pendidikan dengan in de kost di rumahnya. Selain menjadi politikus, Tjokroaminoto aktif menulis karangan di majalah dan surat kabar. Salah satu karyanya ialah buku yang bejudul "Islam dan Nasionalisme." Tjokroaminoto menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta pada usia 51 tahun. Atas jasa- jasanya kepada negara, Haji Oemar Said Cokroaminoto dianugerahkan gelar pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No.590 Tahun 1961, tanggal 9 Nopember 1961. (Dicuplik dengan penggubahan dari www.tokohindonesia.com) 4q. Apa yang dilakukan Tjokro untuk para dokter pribumi?

5

5.0

Jawaban terverifikasi