Dian F

15 Februari 2024 09:51

Iklan

Iklan

Dian F

15 Februari 2024 09:51

Pertanyaan

1. al Afganistan dikenal dengan bapak nasionalisme. apa saja yang dilakukan untuk perkembangan peradaban islam? 2. apa yang dilakukan al Afganistan untuk melawan dominasi asing (imperialisme barat)? 3. bagaimana cerita al Afganistan meninggal? tolong bantu 3 soal ini kak dikumpul kan besok tanggal 16 februari soalnya


3

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

E.Tra E

19 Februari 2024 16:00

Jawaban terverifikasi

1. 1)Menggerakkan rakyat supaya mengadakan revolusiDalam pengalamannya melakukan kunjungan ke berbagai negara Islam, Jamaluddin melihat kenyataan bahwa dunia Islam didominasi oleh pemerintahan yang otokrasi dan absolut.Para penguasa dunia Islam menjalankan kekuasaannya sebagaimana kehendak mereka tanpa terikat pada konstitusi. Untuk membangun pemerintahan yang bersih, maka rakyat harus mengadakan revolusi guna menentang kesewenang-wenangan penguasa mereka. 2)Memperbaiki akidah umat Islam Jamaluddin berusaha memperbaiki akidah umat yang telah terkontaminasi dengan mengembalikan mereka ke sistem kepercayaan (akidah) Islam yang benar. Menurutnya, penyimpangan dari akidah Islam membuat umat tidak mampu menjadi manusia yang terhormat. Untuk mencapai pembaharuan ini, umat Islam harus dibersihkan dari kepercayaan takhayul, rukun iman harus menjadi pandangan hidup, memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin. 3)Pan Islamisme Salah satu ide pembaharuan Jamaluddin yang paling populer adalah Pan Islamisme. Yang dimaksud Pan Islamisme yang digagas Jamaluddin adalah sebuah gerakan untuk menyatukan umat muslim dan membangun dunia Islam di bawah satu pemerintahan untuk melawan kekuatan asing (bangsa Barat). 2.Pan-Islamisme, yang menekankan persatuan semua umat Islam di seluruh dunia untuk melawan dominasi asing dan memperjuangkan kepentingan bersama umat Islam. Melalui tulisannya dan pidatonya, Al-Afghani memperjuangkan gagasan ini, menginspirasi banyak orang untuk berperan aktif dalam memperkuat negara-negara Muslim dan melawan hegemoni asing. 3.Al-Afghani meninggal karena kanker rahang  pada tanggal 9 Maret 1897 di Istanbul dan dimakamkan di sana.


Iklan

Iklan

lock

Yah, akses pembahasan gratismu habis


atau

Dapatkan jawaban pertanyaanmu di AiRIS. Langsung dijawab oleh bestie pintar

Tanya Sekarang

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia Nama Ki Hadjar Dewantara bukanlah nama pemberian orang tuanya sejak lahir. Nama aslinya ialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lahir di Yogyakarta, tanggal 2 Mei 1889. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Saat berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, barulah berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak dapat ia selesaikan. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Kemampuan menulisnya terasah ketika ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo nantinya akan dikenal sebagai Tiga Serangkai. Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Selain itu, pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat aktivitas dan tulisannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, rekan seperjuangannya, menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya. Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda. Namun, mereka menghendaki dibuang ke negeri Belanda karena di sana mereka dapat mempelajari banyak hal daripada di daerah terpencil. Akhirnya, mereka diizinkan ke negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air. Di tanah air, Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Taman Siswa ialah suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk dapat memperoleh hak pendidikan, seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Selama aktif di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke Pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang. Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hadjar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk, Ki Hadjar Dewantara kemudian dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Untuk mengenang jasa-jasa dan melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara, pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Museum ini memamerkan benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan, dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Kini, nama Ki Hadjar Dewantara diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional). Ajarannya, yakni tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal dan bulan kelahirannya, 2 Mei, dijadikan hari Pendidikan Nasional. Bahkan, pada tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959. (Sumber: https://m.merdeka.com/ki-hadjar-dewantoro/profil/ denganpengubahan) Setelah menyimak teks biografi tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut. 2. Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Apa saja bukti-bukti yang menunjukkan beliau sebagai penulis andal dalam teks tersebut?

118

5.0

Jawaban terverifikasi

TAUFAN DI ATAS ASIA Oleh Abu Hanifah lnderawati duduk bersimpuh di dipan dengan kotak jahitan di sebelahnya, sedang menjahit baju anak kecil, serta menyanyi-nyanyi kecil. Kemudian, terdengar bunyi ketukan di luar, lalu tampak Mohd. Saman di pintu. lnderawati berdiri. Mohd. Saman : Mengapa begini lengang rumahmu, Nak. Sendiri saja di rumah? Mana ayah dan ibumu? (Masuk ke dalam kamar) lnderawati : lbu dan ayah pergi kemarin ke Sukabumi, Abah. Yang selebihnya, saudara-saudaraku berdua turut juga. Mereka besok kembali lagi. Mau minum apa, Abah? Mohd. Saman : Aneh benar, apa mau cari tempat evakuasi atau bagaimana? Kan bukan waktunya sekarang beristirahat di bungalo? Tidak, aku tidak mau minum. (Melihat lnderawati yang akan menekan Lonceng untuk memanggil jongos*) Inderawati : Bukan, Abah, malahan ibu mau mengangkut barang-barang yang berharga ke Jakarta. Takut kalau-kalau dalam zaman genting ini, sipenjaga rumah lari karena takut dan meninggalkan rumah begitu saja. Mohd. Saman : (Duduk di atas kursi) Begitulah halnya. Baik juga pendapat ibumu itu. Sebelum hujan sediakan payung. Kau masih batuk? Inderawati : (Tersenyum) Tidak, Abah. (Diam sebentar). Kalau aku pikir- pikir, lain benar masih sopan- santun orang-orang tua dengan pemuda-pemuda sekarang. Mohd. Saman : (Heron) Mengapa begitu katamu, Nak? lnderawati : (Tersenyum) Pada zaman sekarang, pemuda-pemuda tidak begitu banyak lagi sopan-santunnya terhadap puteri. Malahan, terhadap yang tua pun agak *kasar adatnya. Tentu ada kecualinya. Tetapi, umumnya begitu. Mohd. Saman : (Tertawa) Ah, apa akan dikata, kami satria cap lama ini masih terlalu banyak basa-basi, dari kecil dididik secara kesopanan Timur. Tetapi, kami dan saudaramu juga Nak, sekalipun pendidikan kamu Barat sekali. lnderawati : Benar itu, Abah. Di mana gerangan salahnya? Mohd. Saman : Menurut pikiranku, mungkin di rumah, pemuda-pemuda kita didikannya bercap Barat, sebab ibu-bapak meniru-niru Barat dalam pergaulannya. Bukan tidak sedikit aku dengar anak-anak mengatakan "kamu" pada orang-orang tua, malahan juga pada ibu-bapaknya sendiri. lnderawati : Ya, Abah, benar kata Abah itu. Mudah-mudahan saja bisa berubah keadaan itu. Kalau terus-menerus begini, tentu bangsa kita, Timur tidak, Barat tidak, dan demikian pula kedudukannya. Mohd. Saman : (Tertawa) Aduh, kau betul-betul sudah murid suamimu yang setia. Sudah ada kabar dari Azas dalam minggu ini? lnderawati : (Agak sedih) Ya, Abah, semenjak aku meninggalkan Singapur, paling kurang sekali seminggu, aku terima surat, kadang-kadang dengan kapal terbang, kadang-kadang dengan kapal api. Mohd. Saman : (Tersenyum pada lnderawati) Aduh, betul ia *beranak *tiri *beranak kandung, sebab dalam dua bulan itu, aku baru dua kali dikirimi surat. Tetapi, bila ia akan datang? lnderawati : Menurut surat paling belakang dalam seminggu dua minggu ini, dan suratnya itu bertanggal pertengahan bulan Februari (Sedih). Aku takut ia tidak bisa Lagi menyingkirkan diri, sebab menurut surat kabar beberapa hari yang Lalu, bala tentara Nippon sudah di Johor, jadi di muka Singapur, sesudah itu aku tidak suka membaca surat kabar Lagi. Mohd. Saman : (Menyabar-nyabarkan) Tentu dia Lekas datang. Abdul Azas seorang yang cukup memiliki keberanian hati dan pandai memakai akalnya buat segala sesuatu, asal saja kita doakan bersama-sama ia selamat datang kemari. lnderawati : Ya, Abah, itulah doaku setiap waktu (Diam sebentar). Dik Hayati tidak turut kemari tadi, Abah? Mohd. Saman : (Berdiri ke meja sebelah) Tadi ia turut dengan Abah, tetapi tengah jalan bertemu dengan kawan-kawannya yang mengajaknya ke Pasar Baru. Ia datang kemari nanti. lnderawati : Abah, bagaimana kabar Adikusuma sekarang? Mohd. Saman : (Duduk Lagi) Aku tidak tahu sedikit pun tentang hal itu. Ia berdiam-diam saja. Ketika ia tanggal 8 Desember ditangkap di rumahnya, dan akan dibawa ke kantor polisi, hampir aku tidak bertemu dengan dia. lnderawati : Ya, kebetulan hari usia Hayati berumur 20 tahun. Kalau aku ingat, sedih aku dibikinnya. Mohd. Saman : (Terharu dan berdiri) Ya, Nak, belum pernah aku ceritakan padamu, selain dari keyakinanku bahwa Hayati kasih pada Adi, dan rupanya kakakmu itu pun begitu juga pada Hayati (Diam sebentar, lalu mondar-mandir, berdiri lagi). Katanya, mereka kasih satu sama Lain, tetapi belum pernah sebut menyebut. Masyaallah, bagaimanakah tabiat pemuda-pemuda itu. Hampir aku tak mengerti. lnderawati : Aku tahu bahwa Adi, saudaraku, kasih pada Hayati, tetapi ia menunggu waktu yang baik untuk menyatakannya pada Hayati. Mohd. Saman : (Masih berdiri di muka lnderawati) Apakah kamu dengan Azas sudah nikah sekarang, kalau Azas terus menerus menanti waktu yang baik? lnderawati : (Tersenyum) Tidak, Abah, tetapi saya tidak begitu modern seperti Hayati kelihatan dari Luar. Mohd. Saman : Memang benar katamu itu, Nak. Dari luar saja, Hayati modern, di dalam hati sanubarinya, ia masih kuno, masih Timur. Kalau datang Adikusuma, ia pergi, atau bersenda-gurau seperti anak gadis Barat. Dan Adi, anak *bodoh itu, tidak mengerti. Betul apa tidak? lnderawati : (Tersenyum) Betul, Abah. Mohd. Saman : Tetapi, pada tanggal 8 Desember itu, hampir hancur hatiku itu, melihat kesedihan anakku Hayati. Kau tidak tahu, Nak. Waktu aku bertemu dengan Adikusuma ketika ia akan dibawa oleh polisi, diserahkannya padaku sebuah bungkusan kecil buat Hayati. Katanya, tanda peringatan hari usia Hayati, sedianya ia sendiri akan memberikannya. lnderawati : Aneh, tidak kutahu Bah, apakah isi bungkusan itu? Mohd. Saman : Aku berikan bungkusan itu kepada Hayati, dibukanya di hadapanku. lsinya surat kecil berbunyi, "Buat adikku dan kekasihku, Hayati, pusaka ibuku" dan satu cincin permata berlian, barang lama. lnderawati : (Heran) Ya, sekarang aku ingat. Tempo Adi baru maju, ibu memberi cincin pusaka, yang biasanya dipakai ibu ketika ada hari-hari yang penting. Masih ingat aku, ibu mengatakan padanya, "Adi, buat kamu, supaya kamu beri kelak pada istrimu.” Mohd. Saman : Benarlah rupanya. Hancur hatiku melihat kesedihan anakku. Nampak olehku senyata- nyatanya, betapa Hayati dalam sejam itu berubah sama sekali. Dalam sejam itu, berubah ia dari gadis yang tidak pernah susah jadi perempuan dewasa yang baru turun dari pelaminan pengantinnya. Belum pernah bagiku begitu cantik rupanya seperti hari itu lnderawati : Ya, Abah, aku pun merasakan perubahan pada Hayati. Dalam tabiatnya sehari-hari, dalam perbuatannya, sekali pun ia masih terus bersekolah. Mohd. Saman : (Duduk Lagi) Aku harap saja Nak, kamu sudi melimpahkan segala kasihmu pada adikmu itu, kekasih saudaramu, Adikusuma, anakku Hayati. lnderawati : Aku berjanji Abah. (Berbunyi lonceng sepeda di luar, kemudian nyanyi- nyanyi kecil, lalu suara gadis, dan tampak Hayati) Hayati : (Berdiri di pintu) Wati, sayang, boleh aku masuk? (Heron) He, mengapa Ayah dan kau begitu termenung (Tertawa). Seperti ayam dipukul kepalanya. (lnderowati dan Mohd. Saman tersenyum) lnderawati : (Tersenyum) Sedang memikirkan soal gelap Dik, masuklah, mari duduk dekatku di sini. (Hayati masuk, duduk dekat lnderawati) Hayati : Ayah, ada telepon tadi dari Tanjung Priuk buat Ayah. Mohd. Saman : (Heron) Dari Tanjung Priuk? Aku tidak banyak kenalan di situ. Tanggal berapa sekarang? lnderawati : 20 Februari, Abah. Mengapa? Mohd. Saman : Tidak apa-apa. Aku hanya ada janji perdagangan tanggal 23 Februari di Priuk. Satu blongkang besar dengan beras dari lndramayu buat gudang di Tanah Abang. Biarlah aku pergi menanyakan hal ini. (Berdiri) Mustahil, begitu Lekas, sudah datang. Aku pergi ya, Nak. Tinggal saja kamu di sini dulu, Hayati. lnderawati : Ya, Abah. (Mohd. Saman berangkat. Terdengar di Luar, ia memanggil taksi, kemudian tuter, dan tidak terdengar apa-apa lagi). 4a. Tuliskan unsur-unsur intrinsik beserta kutipannya dalam drama tersebut yang terdiri atas aspek-aspek berikut. (4) Latar tempat

11

3.7

Jawaban terverifikasi

Rena : Eh kalian udah belaja buat ulangan besok? Roy : Belum Zainal: Astaga, Innalillahi. Rena : Apa? Kalau nilai ulangannnya jelek bisa dihukum. Zainal: Paling-paling hukumannya juga cuma lari keliling lapangan bola 10 kali doang. Rena : Bukan! Kali ini hukumannya serem, harus ikut pelajaran tambahan setiap pulang sekolah. Kamu sudah belajar Rin? (Melirik ke arah Ririn). Ririn : Sudah dong, Ririn (sambil menunjuk-nunjuk bangga ke dirinya sendiri). Singkat cerita, kemudian mereka bertaruh. Siapa yang nilai ujiannya paling besar, maka akan dianggap menang dan bisa memerintah orang yang kalah. Ririnberusaha keras untuk belajar, sedangkan Roy berjuang keras untuk membuat contekan di kertas kecil. (Saat Ujian) Pak Asep : Baik anak-anak, silahkan buka lembar soalnya sekarang! Ririn : Bismillah. Roy : Soal ini kan gampang sekali. Kalau gini kan gak akan ketahuan. (Sambil menempelkan kertas contekan di pungguh Pak Asep). Pak Asep : Bapak keluar dulu, ingat jangan nyontek atau bertanya pada temannya ya. Dan satu lagi, jangan ribut. (keluar kelas). Roy : Rencana B dimulai (menyilangkan kaki dan melihat kertas contekan di atas sepatunya). Roy : Ah, bukan yang ini (bingung) Roy : Ah yang ini nih! (sambil mengeluarkan kertas contekan dari dasi). Roy : Selesai (sambil merebahkan diri di kursi, tersenyum puas sambil melirik teman-temannya yang lain belum selesai mengerjakan). Akhirnya ulangan selesai, dan Pak Asep membagikan kertas hasil ujian kepada semua siswanya. Pak Asep : Ini hasil ujian kalian (sambil membagikan kertas). Ririn : Hore! Nilaiku 85 (tersenyum puas. Zainal : Hahahaha, aku dapat 65. Lumayan ujian kemarin cuma 60. Roy : Lhah Pak, kok nilai ujian saya cuma 50? Pak Asep : Sebab soal nomor 11-20 di balik kertas gak kamu isi. Roy : Apa? Masih ada soal lagi? Ririn : Hahahaha, kamu kalah Roy! Dengan ini saya perintahkan kamu gak nyontek lagi waktu ujian! (sambil menunjuk-nunjuk Roy dengan tertawa lepas). Pak Asep : Apa? Jadi kamu kemarin nyontek? Oke, kalau begitu nilai kamu saya kurangi 5 poin lagi! Roy : Aduuuh, apes benar aku ini (mengucek-ngucek rambut) Akhirnya, Roy menyadari kesalahannya dan berjuang keras untuk belajar. Dia tidak pernah menyontek saat ujian lagi. 3. latar?

11

0.0

Jawaban terverifikasi