Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) merupakan salah satu tindakan pengambilan pendapat kepada rakyat di Papua yang dilakukan pada 14 Juli-2 Agustus 1969 untuk menentukan status daerah Papua Barat sesuai dengan hasil perjanjian New York. Hasil yang didapat dari Pepera menunjukkan bahwa masyarakat Papua Barat/ Irian Barat lebih menghendaki untuk bergabung dengan NKRI. Salah satu tokoh yang ikut ambil peran untuk mengobarkan semangat rakyat Papua Barat untuk bergabung dengan NKRI adalah Frans Kaiseipo.
Ketika Republik Indonesia baru berdiri pada 17 Agustus 1945, Frans sedang sekolah di Kota NICA (Kampung Harapan), yang tak jauh dari Jayapura sekarang. Sekolah singkat serupa kursus itu bernama Papua Bestuur School (Sekolah Pegawai Papua). Di sekolah ini, Frans punya guru beretnis Jawa bernama Soegoro Atmoprasodjo, seorang Digoelis yang berpengaruh di kalangan orang-orang Papua pro-Indonesia. Karena pengaruh dari sang guru ini, garis politik Frans makin menjadi nasionalis pro-Indonesia. Sebagai orang terpelajar, Frans tak suka dengan kata Papua. Nama itu dianggapnya mengandung pelecehan dan penghinaan. Sebagai orang Biak, Frans akhirnya memikirkan nama irian, yang artinya berjemur atau terpapar sinar matahari. Nama itu menurutnya lebih cocok menggantikan kata Papua. Irian menurutnya juga kependekan dari "Ikut Republik Indonesia Anti Nederland"
Frans kembali ke Biak akhir Agustus 1945. Semangat Keindonesiannya masih menyala. Tak hanya ketika bersama gurunya. Di Biak, pada 31 Agustus 1945, Frans mengadakan sebuah upacara, lengkap dengan pengibaran bendera Merah Putih dan mengumandangkan lagu "Indonesia Raya". Tanggal 31 Agustus biasa diperingati sebagai Hari kelahiran Ratu Belanda Wilhelmina. Pejabat NICA Belanda bernama Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo di Indonesia timur tentu tak menyukai hal itu. Frans juga ikut terlibat dalam Komite Indonesia Merdeka (KIM). Ketika Marthin Indey dan lainnya berusaha berontak di Jayapura, Frans berada di Biak, di mana dia menjadi Kepala Distrik Warsa, Biak utara. Jarak antara Biak dengan Jayapura kira-kira 40 menit dengan pesawat menyeberangi lautan. Meski jauh dari pergerakan di sekitar Jayapura, Frans tetap mempertahankan keindonesiannya dengan mendirikan Partai Indonesia Raya (PIM) pada 10 Juli 1946. Sebagai kepala distrik berpengaruh di Biak, pemerintah NICA Belanda tentu merasa perlu untuk dekat dengan Frans. Namun NICA tak bisa mengambil hati Frans. Frans sering diajak dalam forum-forum yang melibatkan Belanda di Indonesia Timur. Akhir 1946, Frans diajak hadir dalam Konferensi Malino, kota kecil dekat Makassar. Frans menjadi satu-satunya wakil Papua di sana. Dia lebih suka menyebut seluruh daerah Papua sebagai Irian.
Oleh sebab itu, jawaban yang tepat adalah C.