Senyawa pada opsi A dan B memiliki titik didih lebih tinggi daripada senyawa C, D dan E karena senyawa A dan B memiliki jumlah atom karbon lebih banyak. Senyawa A memiliki 6 atom C dan senyawa B memiliki 5 atom C. Semakin panjang gugus alkil, maka semakin besar pengaruh gaya London antar molekulnya. Artinya, kekuatan gaya dipol-dipolnya melemah dan menyebabkan titik didih makin tinggi.
Senyawa C, D dan E memiliki jumlah atom karbon yang sama yaitu 4. Senyawa pada opsi C, Br nya terikat pada atom C primer, artinya senyawa ini adalah haloalkana primer.
Sedangkan senyawa D dan senyawa E berturut turut Br nya terikat di atom C sekunder dan tersier, artinya senyawa D dan E ini adalah haloalkana sekunder dan tersier.
Titik didih haloalkana tersier paling rendah daripada haloalkana yang lain.
Kecenderungan ini terjadi akibat kestabilan atom C yang mengikat gugus bromida. Urutan kestabilannya adalah:
atom C tersier > atom C sekunder > atom C primer.
Semakin stabil atom karbon, maka kekuatannya untuk menarik gugus halida dalam ikatan semakin besar. Sehingga gugus halidanya makin sulit untuk berinteraksi antar molekulnya. Artinya, pengaruh polaritas gugus halidanya makin kecil. Oleh karena itu, titik didihnya semakin rendah karena pengaruh kepolaran yang semakin kecil. Jadi, senyawa yang memiliki titik didih paling rendah adalah 2-bromo-2-metilpropana.