Semasa penjajahan, pemerintah Belanda memakai nama Nederlandsch-Indie atau Hindia-Belanda untuk sebutan Indonesia. Sebelum merdeka, banyak negara di dunia menamai Indonesia dengan sebutan berbeda-beda. Misalnya saja, bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai yang berarti Kepulauan Laut Selatan. Lalu, bangsa India menyebut kepulauan ini Dwipantara yang berarti Kepulauan Tanah Seberang. Sementara itu, bangsa Arab menyebutnya Jaza’ir al-Jawi atau kepulauan Jawa.
Pada tahun 1850, nama “Indonesia” muncul dalam Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang terbit di Singapura. JIAEA adalah sebuah majalah tahunan yang dikelola oleh James Richardson Logan. Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, George Samuel Windsor Earl menulis artikelnya On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations (Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia).
Dalam tulisan George Samuel Windsor Earl menerangkan tentang perlunya pemberian sebuah nama yang khas untuk wilayah Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu. Menurutnya, penggunaan nama “Hindia” yang digunakan tidaklah tepat dan bisa menimbulkan kerancuan dengan penyebutan India yang lain. Kemudian George Samuel Windsor Earl mengajukan dua pilihan nama, yaitu Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau).
George Samuel Windsor Earl lebih memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia). Namun, dalam jurnal ilmiah James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago (Etnologi dari Kepulauan Hindia) menyatakan bahwa dibutuhkan nama khas untuk negeri kepulauan ini. Sebab, istilah Indian Archipelago (Kepualauan Hindia) terlalu panjang dan membingungkan. James Richardson Logan kemudian memilih menggunakan istilah Indunesia yang tidak digunakan oleh George Samuel Windsor Earl. Kemudia mengganti huruf “u” dari nama tersebut menjadi “o” agar ucapannya lebih baik. Maka jadilah : INDONESIA. Sejak saat itu, James Richardson Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia”. Pemakaian istilah tersebut pun menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Univeritas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) telah memopulerkan nama “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda. Hal tersebut diterbitkannya melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel (Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu) hingga mencapai lima volume. Buku Adolf Bastian memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880.
Sedangkan untuk pribumi yang pertama kali menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau. Pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Sehingga nama Indonesia memiliki makna politis sebagai identitas suatu bangsa yang memperjuangkan Kemerdekaan. Pada 1924, pemakaian nama Indonesia dimulai dengan terbitnya koran Indonesia Merdeka milik Perhimpunan Indonesia. Kemudian penggunaan secara nasional bersama-sama terucap dalam ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Kemudian akhirnya, Negara kita resmi bernama Indonesia melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kata Indonesia pertama kali digunakan abad ke 19 oleh James Richardson Logan dalam artikel yang dia buat. Selanjutnya pada perkembangannya untuk pribumi yang pertama kali menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.