Iklan

Pertanyaan

Perhatikan kutipan novel berikut!


Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara

    Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun-alun. Semua berdoa, apa pun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang ke Purawaktra yang tidak dijaga terlampau ketat. Segenap prajurit bersikap sangat ramah kepada siapa pun karena memang demikian sikap keseharian mereka. Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka yang mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana.

    Segenap kawula yang mencintai rajanya memang amat berharap raja akan sembuh kembali memimpin negara menuju kejayaan yang lebih bercahaya dan cemerlang. Akan tetapi, Hyang Widdi mempunyai kehendak lain. Napas Sang Prabu makin tersengal, tarikannya kian tersendat, kesadarannya makin berkurang seiring sakit yang diderita yang tak tersembuhkan. Para tabib yang didatangkan untuk menyembuhkan Sang Prabu angkat tangan tanda menyerah.

    Kalagemet yang ketika itu masih bocah, berdiri bersandar tiang saka dan terlihat pucat, sementara kegelisahan terbaca jelas dari wajah para ibundanya. lbu permaisuri Tribhuaneswari menelungkupkan wajah di sudut pembaringan dengan tangan kanan tidak henti-hentinya membusai rambut ikal Sang Prabu. Cinta Permaisuri kepada Raja demikian besar dan mendalam sehingga bayangan perpisahan yang akan terjadi demikian menakutkan. Bagaimana tidak? Perjalanan hidup yang dijalani bersama terlalu banyak menyimpan cerita. Dimulai ketika Singasari tidak bisa dipertahankan lagi akibat gempuran Kediri di bawah Jayakatwang, Sang Prabu Kertanegara yang melihat negara mustahil dipertahankan menyerahkan keselamatan anak-anaknya kepada Raden Wijaya. Pontang-panting Raden Wijaya mengatur penyelamatan meloloskan diri. Lalu disusul perjuangan berikutnya yang tak kalah berat, mendirikan negara baru di tanah Tarik hingga akhirnya menjadi negara Majapahit yang bisa memberikan ketenteraman dan kemakmuran kepada segenap rakyatnya. Terlalu banyak kenangan yang sulit dilupakan.

    Beku di sebelahnya lbu Ratu Narendraduhita duduk termangu dengan tatapan mata tak beralih dari raut muka suaminya. Pandangan matanya kosong tidak bercahaya, dibalut cermat membayangkan perpisahan sejati akan terjadi. Di arah kaki Sang Prabu, lbu Ratu Pradnya Paramita berlinang air mata dan berulang kali menyeka pipi dalam upaya kerasnya berdamai dengan diri sendiri. Meski lbu Ratu Pradnya Paramita telah berusaha mendamaikan diri, apa yang ia lakukan bukanlah pekerjaan yang gampang, terbaca amat jelas kecemasan itu dari komat-kamit di mulutnya dan tangannya yang selalu gemetar.

    Berhadapan dengan lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Rajapatni Gayatri yang dalam setahun terakhir mempersiapkan diri menjadi seorang biksuni, justru terlihat amat tenang, tidak tampak kesedihan di wajahnya. lbu Ratu Gayatri sangat sadar bahwa pada dasarnya kematian merupakan pintu gerbang menuju nirvana yang kedatangannya tidak perlu ditangisi. Pada suatu tingkat kesadaran, kematian justru harus disambut dengan kebahagiaan, toh kematian akan menimpa siapa saja juga raja. ltu sebabnya, lbu Ratu Gayatri selalu menampakkan raut wajah yang sangat bersih, raut muka ikhlas. Segenap abdi perempuan sangat dekat ibu Ratu Gayatri. Namun, kedekatan itu berbalut rasa arhat hormat dan segan.

    Duduk berseberangan dengan Permaisuri Tribhuaneswari, Stri Tinuhweng Pura tak bisa menghapus jejak kesedihan yang amat mendalam. Awal kisah perjalanan hidupnya yang semula berasal dari Swarna Bumi, anak dari Prabu Maulia Warma Dewa yang negaranya ditaklukkan dan menjadi perempuan boyongan untuk kemudian diperistri oleh Raja, setidaknya dari suami yang lambat laun dicintainya itu terlahir keturunan yang sangat berpeluang menjadi raja karena merupakan satu-satunya anak lelaki, Kalagemet. Demikian besar cintanya kepada Sang Prabu, cinta yang tumbuh sedikit demi sedikit lalu menjadi bergumpal-gumpal, Stri Tinuhweng Pura merasa amat pantas menemani Sang Prabu kembali menghadap Sang Maha Pencipta andaikata sakit yang dideritanya berujung kematian.

(Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara, Langit Kresna Hariadi)space 

Sebutkan fakta sejarah yang Anda temukan dalam kutipan tersebut!

Sebutkan fakta sejarah yang Anda temukan dalam kutipan tersebut!space 

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

04

:

03

:

39

Klaim

Iklan

E. Iga

Master Teacher

Mahasiswa/Alumni Universitas Sanata Dharma

Jawaban terverifikasi

Jawaban

jawaban pertanyaan di atas adalah “Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang, Raden Wijaya merupakan pendiri Kerajaan Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana, dan menikah dengan empat orang putri raja yakni lbu permaisuri Tribhuaneswari, lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Pradnya Paramita, dan lbu Ratu Rajapatni Gayatri.”

jawaban pertanyaan di atas adalah “Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang, Raden Wijaya merupakan pendiri  Kerajaan Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana, dan menikah dengan empat orang putri raja yakni lbu permaisuri Tribhuaneswari, lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Pradnya Paramita, dan lbu Ratu Rajapatni Gayatri.”space

Pembahasan

Fakta sejarah adalah fakta-fakta yang berhubungan langsung dengan peristiwa sejarah. Fakta sejarah dalam kutipan novel dapat diketahui pada kutipan berikut: "Dimulai ketika Singasari tidak bisa dipertahankan lagi akibat gempuran Kediri di bawah Jayakatwang, Sang Prabu Kertanegara yang melihat negara mustahil dipertahankan menyerahkan keselamatan anak-anaknya kepada Raden Wijaya. Pontang-panting Raden Wijaya mengatur penyelamatan meloloskan diri. Lalu disusul perjuangan berikutnya yang tak kalah berat, mendirikan negara baru di tanah Tarik hingga akhirnya menjadi negara Majapahit yang bisa memberikan ketenteraman dan kemakmuran kepada segenap rakyatnya. Terlalu banyak kenangan yang sulit dilupakan." Sejarah : pada tahun 1289 , Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singasari untuk meminta ufti, namun ditolak dan dihina oleh Kertanagara. Sementara itu, di dalam negeri, Jayakatwang memberontak terhadap Singasari. Kertanagara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada tahun 1292 . Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana, yang pusat istananya di daerah Trowulan (sekarang di wilayah Kabupaten Mojokerto ). Raden Wijaya (atau dikenal dengan Nararya Sanggramawijaya) yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana merupakan keturunan dari wangsa (Dinasti) Rajasa dan raja pertama Majapahit (1293-1309). "lbu permaisuri Tribhuaneswari menelungkupkan wajah di sudut pembaringan dengan tangan kanan tidak henti-hentinya membusai rambut ikal Sang Prabu. Cinta Permaisuri kepada Raja demikian besar dan mendalam sehingga bayangan perpisahan yang akan terjadi demikian menakutkan. Bagaimana tidak? Perjalanan hidup yang dijalani bersama terlalu banyak menyimpan cerita." "Beku di sebelahnya lbu Ratu Narendraduhita duduk termangu dengan tatapan mata tak beralih dari raut muka suaminya. Pandangan matanya kosong tidak bercahaya, dibalut cermat membayangkan perpisahan sejati akan terjadi. Di arah kaki Sang Prabu, lbu Ratu Pradnya Paramita berlinang air mata dan berulang kali menyeka pipi dalam upaya kerasnya berdamai dengan diri sendiri." "Berhadapan dengan lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Rajapatni Gayatri yang dalam setahun terakhir mempersiapkan diri menjadi seorang biksuni, justru terlihat amat tenang, tidak tampak kesedihan di wajahnya." Sejarah: Dari Pararaton , disebutkan Raden Wijaya menikah dengan dua putri raja, sedangkan Kakawin Nagarakretagama menyebutkan ia kawin dengan empat orang putri raja Kertanagara . Keempat putri raja Kertanegara ialah Tribuaneswari (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), Narendraduhita (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), Pradnya Paramita (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradnya Paramita), dan Gayatri (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri). Pada kutipan tersebut dijelaskan beberapa fakta sejarah bahwa Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang dan Raden Wijaya merupakan pendiri Kerajaan Majapahit yang memiliki gelar Kertarajasa Jayawardhana, dan menikah dengan empat orang putri raja Kertanegara yakni Tribuaneswari (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), Narendraduhita (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), Pradnya Paramita (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradnya Paramita), dan Gayatri (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri). Dengan demikian, jawaban pertanyaan di atas adalah “Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang, Raden Wijaya merupakan pendiri Kerajaan Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana, dan menikah dengan empat orang putri raja yakni lbu permaisuri Tribhuaneswari, lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Pradnya Paramita, dan lbu Ratu Rajapatni Gayatri.”

Fakta sejarah adalah fakta-fakta yang berhubungan langsung dengan peristiwa sejarah. Fakta sejarah dalam kutipan novel dapat diketahui pada kutipan berikut:

  • "Dimulai ketika Singasari tidak bisa dipertahankan lagi akibat gempuran Kediri di bawah Jayakatwang, Sang Prabu Kertanegara yang melihat negara mustahil dipertahankan menyerahkan keselamatan anak-anaknya kepada Raden Wijaya. Pontang-panting Raden Wijaya mengatur penyelamatan meloloskan diri. Lalu disusul perjuangan berikutnya yang tak kalah berat, mendirikan negara baru di tanah Tarik hingga akhirnya menjadi negara Majapahit yang bisa memberikan ketenteraman dan kemakmuran kepada segenap rakyatnya. Terlalu banyak kenangan yang sulit dilupakan."

Sejarah : pada tahun , Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singasari untuk meminta ufti, namun ditolak dan dihina oleh Kertanagara. Sementara itu, di dalam negeri, memberontak terhadap Singasari. Kertanagara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada tahun . Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit bergelar Jayawardhana, yang pusat istananya di daerah Trowulan (sekarang di wilayah ). Raden Wijaya (atau dikenal dengan Nararya Sanggramawijaya) yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana merupakan keturunan dari wangsa (Dinasti) Rajasa dan raja pertama (1293-1309).

  • "lbu permaisuri Tribhuaneswari menelungkupkan wajah di sudut pembaringan dengan tangan kanan tidak henti-hentinya membusai rambut ikal Sang Prabu. Cinta Permaisuri kepada Raja demikian besar dan mendalam sehingga bayangan perpisahan yang akan terjadi demikian menakutkan. Bagaimana tidak? Perjalanan hidup yang dijalani bersama terlalu banyak menyimpan cerita."
  • "Beku di sebelahnya lbu Ratu Narendraduhita duduk termangu dengan tatapan mata tak beralih dari raut muka suaminya. Pandangan matanya kosong tidak bercahaya, dibalut cermat membayangkan perpisahan sejati akan terjadi. Di arah kaki Sang Prabu, lbu Ratu Pradnya Paramita berlinang air mata dan berulang kali menyeka pipi dalam upaya kerasnya berdamai dengan diri sendiri."
  • "Berhadapan dengan lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Rajapatni Gayatri yang dalam setahun terakhir mempersiapkan diri menjadi seorang biksuni, justru terlihat amat tenang, tidak tampak kesedihan di wajahnya."

Sejarah: Dari , disebutkan Raden Wijaya menikah dengan dua putri raja, sedangkan menyebutkan ia kawin dengan empat orang putri raja . Keempat putri raja Kertanegara ialah (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradnya Paramita), dan (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri).

Pada kutipan tersebut dijelaskan beberapa fakta sejarah bahwa Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang dan Raden Wijaya merupakan pendiri Kerajaan Majapahit yang memiliki gelar Kertarajasa Jayawardhana, dan menikah dengan empat orang putri raja Kertanegara yakni (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradnya Paramita), dan (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri).

Dengan demikian, jawaban pertanyaan di atas adalah “Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang, Raden Wijaya merupakan pendiri  Kerajaan Majapahit yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana, dan menikah dengan empat orang putri raja yakni lbu permaisuri Tribhuaneswari, lbu Ratu Narendraduhita, lbu Ratu Pradnya Paramita, dan lbu Ratu Rajapatni Gayatri.”space

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

8

Iklan

Pertanyaan serupa

Informasi yang sesuai dengan kutipan novel sejarah tersebut adalah ....

18

5.0

Jawaban terverifikasi

RUANGGURU HQ

Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860

Coba GRATIS Aplikasi Roboguru

Coba GRATIS Aplikasi Ruangguru

Download di Google PlayDownload di AppstoreDownload di App Gallery

Produk Ruangguru

Hubungi Kami

Ruangguru WhatsApp

+62 815-7441-0000

Email info@ruangguru.com

[email protected]

Contact 02140008000

02140008000

Ikuti Kami

©2025 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia