Keberhasilan Jepang menguasai beberapa wilayah Indonesia, merupakan akibat dari propaganda-propaganda yang dilakukan oleh Jepang terhadap bangsa Indonesia, tujuannya adalah menarik simpati sehingga rakyat tidak melakukan perlawanan. Banyak masyarakat yang menderita saat wilayahnya dikuasai oleh Jepang. Hal ini dikarenakan, mereka dipaksa untuk membuat parit, jalan, lapangan terbang, dan juga dipaksa oleh Jepang untuk menjadi Romusha. Romusha adalah sebutan untuk orang-orang yang dipekerjakan sebagai buruh secara paksa oleh Jepang ketika menduduki Indonesia.
Bangsa Indonesia kemudian mencoba untuk membuat berbagai siasat untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang. Bentuk perlawanan rakyat Indonesia yang berbeda dilakukan oleh bangsa Indonesia, akan tetapi tujuan dan cita-cita perjuangan mereka tetaplah sama, mencapai kemerdekaan Indonesia. Strategi yang dilakukan untuk melawan Jepang dilakukan melalui organisasi-organisasi yang dibentuk oleh Jepang, melalui gerakan-gerakan bawah tanah, dan melalui perjuangan secara fisik. Perjuangan secara fisik dilakukan di beberapa daerah seperti, Aceh, Indramayu, Blitar, dan Singaparna.
Singaparna, Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah yang berhasil di duduki oleh Jepang. Pada masa itu, rakyat Singaparna dipaksa untuk mengikuti upacara seikerei. Upacara seikerei merupakan upacara penghormatan kepada kaisar Jepang dengan cara membungkuk kearah matahari terbit. Dengan cara seperti ini, masyarakat Singaparna merasa sangat dipermalukan dan dilecehkan. Selain itu, mereka juga merasa menderita karena diperlakukan secara sewenang-wenang dan kasar oleh Jepang. Akibatnya, pada bulan Februari 1944, rakyat Singaparna melakukan perlawanan terhadap Jepang. Pasukan perlawanan dipimpin oleh K. H. Zainal Mustofa. Akan tetapi, Jepang berhasil menangkap K. H. Zainal Mustofa pada tanggal 25 Februari 1944 dan pada tanggal 25 Oktober 1944, beliau harus menghentikan perjuangannya setelah beliau dihukum mati.
Dengan demikian, perlawanan di Singaparna dipimpin oleh K. H. Zainal Mustofa.