Kesepakatan Helsinki adalah sebutan yang umum dipakai di Indonesia merujuk pada nota kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani di Helsinki pada 15 Agustus 2005. Kesepakatan ini merupakan pernyataan komitmen kedua belah pihak untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua. Kesepakatan Helsinki memerinci isi persetujuan yang dicapai dan prinsip-prinsip yang akan memandu proses transformasi. Kesepakatan Helsinki terdiri dari enam bagian, yaitu sebagai berikut.
- Bagian pertama menyangkut kesepakatan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh.
- Bagian kedua tentang Hak Asasi Manusia.
- Bagian ketiga tentang Amnesti dan Reintegrasi GAM ke dalam masyarakat,
- Bagian keempat tentang Pengaturan Keamanan.
- Bagian kelima tentang Pembentukan Misi Monitoring Aceh.
- Bagian keenam tentang Penyelesaian Perselisihan.
Terdapat 71 butir pasal dalam Kesepakatan Helsinki. Di antaranya, Aceh diberi wewenang melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi.
Jadi, isi Perjanjian Helsinki adalah Aceh diberikan wewenang untuk melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik kecuali beberapa bidang, seperti hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama.