Pada masa pemerintahan kolonial, kekuasaan-kekuasaan kerajaan di Nusantara menurun karena adanya intervensi dari pemerintah kolonial lewat devide et impera (politik adu domba). Melalui devide et impera, pemerintah kolonial Belanda berhasil memengaruhi penguasa-penguasa di daerah untuk tunduk terhadap kekuasaannya. Berhasil membuat penguasa daerah tunduk, berarti juga dapat “mengatur” beberapa kebijakan baru, seperti:
- membagi wilayah Hindia Belanda khususnya Jawa menjadi 9 prefektur dan 30 regentschap (kabupaten),
- tiap prefektur dipimpin oleh prefek yang merupakan orang Eropa sedangkan tiap regentschap (kabupaten) dipimpin bupati yang berasal dari orang pribumi bangsawan,
- prefektur dan regent berada di bawah Gubernur Jenderal yang berkedudukan sebagai pemimpin tertinggi pemerintah kolonial Belanda,
- Gubernur Jenderal dibantu oleh enam departemen, yaitu kehakiman, keuangan, dalam negeri, kebudayaan dan kepercayaan, ekonomi serta kesejahteraan rakyat, dan
- perubahan dalam politik pemerintahan kembali terjadi akibat kebijakan politik Pax Nederlanica di akhir abad 19 menuju awal abad 20.
Pax Nederlanica adalah perubahan sistem pemerintahan dari administrasi tradisional ke sistem administrasi modern. Sistem ini diterapkan untuk menggantikan posisi penting pemerintah daerah ke tangan pemerintah Belanda dengan cara mengangkat dan menggaji pegawai yang menduduki jabatan struktur birokrasi. Dalam sistem tersebut jabatan tertinggi yang bisa dipegang oleh masyarakat pribumi adalah bupati dan di bawahnya terdapat wedana dan patih.
Selain itu, sistem pemerintahan di Indonesia sekarang merupakan warisan dari penerapan ajaran Trias Politica yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dalam badan yudikatif di struktur tersebut, pemerintahan kolonial Belanda membagi badan peradilan menjadi tiga macam berdasarkan golongan masyarakat di Hindia-Belanda. Badan peradilan tersebut terdiri dari peradilan untuk orang Eropa, peradilan orang Timur Asing, dan peradilan orang pribumi. Dalam badan legislatif, pemerintah kolonial Belanda membentuk Volksraad atau Dewan Rakyat pada tahun 1918.
Dengan demikian, secara garis besar dampak kedatangan bangsa Barat ke Indonesia di bidang politik adalah merubah struktur pemerintahan dengan membagi wilayah Hindia Belanda, berdirinya enam departemen pemerintahan untuk membantu Gubernur Jenderal Belanda, diberlakukannya Pax Nederlandica dan Trias Politica serta pemisahan badan peradilan.