Pada 10 November 1956 Presiden Soekarno melantik 514 anggota Konstituante. Anggota Konstituante mewakili beberapa partai politik, golongan, dan aliran. Selain ketiga unsur tersebut,
Konstituante terdiri atas perwakilan dari golongan minoritas yang mewakili setiap etnik di Indonesia. Kelompok minoritas yang ditetapkan jumlah kursinya yaitu go Iongan Tionghoa mendapatkan 18 kursi, golongan Eropa mendapatkan 12 kursi, dan golongan Arab mendapatkan 6 kursi. Tugas utama Konstituante adalah merumuskan undang-undang dasar baru. Akan tetapi, pada perkembangannya Konstituante belum berhasil menyelesaikan tugas utama tersebut.
Kegagalan Konstituante terse but disebabkan oleh faktor-faktor berikut.
- Perdebatan berlarut-larut dalam Konstituante.
- Adanya perselisihan antarpartai.
- Munculnya desakan untuk memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945.
Perdebatan berlarut-larut dalam Konstituante berkaitan erat dengan perselisihan antarpartai
terkait perbedaan ideologi dalam menyusun undang-undang baru.
Dalam sidang Dewan Konstituante muncul tiga usulan dasar negara yang diusung oleh partai-partai. Ketiga usulan tersebut sebagai berikut:
- Dasar negara Pancasila diusung oleh PNI, PKRI, Permai, Parkindo, dan Baperki.
- Dasar negara Islam diusung oleh Masyumi, NU, dan PSII.
- Dasar negara sosial ekonomi diusung oleh partai Murba dan partai Buruh.
Ketiga usulan dasar negara tersebut mengerucut menjadi dua usulan, yaitu dasar Pancasila dan dasar Islam. Adapun dasar sosial ekonomi tidak mendapat dukungan yang mencukupi. Dalam permasalahan tersebut kelompok Islam mengusulkan kepada kelompok Pancasila agar mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam Pancasila, yaitu isi Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebagai pembukaan undang-undang dasar yang baru. Usulan tersebut ditolak oleh kelompok Pancasila. Kondisi tersebut mempertegang hubungan antara kedua kelompok ini. Oleh karena itu, hingga 1958, dewan Konstituante belum berhasil menyelesaikan tugasnya. Kegagalan Konstituante dalam menyusun konstitusi yang baru mendorong Presiden Soekarno mengusulkan untuk kembali ke UUD 1945 dan Konstituante harus menerima UUD 1945 tanpa perubahan.
Dengan demikian, tidak benar karena konstituante hasil pemilu 1955 gagal melaksanakan tugasnya membentuk konstitusi baru.