Iklan

Iklan

Pertanyaan

Perhatikan beberapa peristiwa pada masa awal kemerdekaan berikut! Perjanjian Linggajati Perundingan Renville Perundingan Roem-Royen Agresi Militer I Belanda Perundingan Hoge Valuwe Urutan peristiwa secara kronologis ditunjukkan oleh angka....

Perhatikan beberapa peristiwa pada masa awal kemerdekaan berikut!

  1. Perjanjian Linggajati
  2. Perundingan Renville
  3. Perundingan Roem-Royen
  4. Agresi Militer I Belanda
  5. Perundingan Hoge Valuwe

Urutan peristiwa secara kronologis ditunjukkan oleh angka....

  1. 1), 2), 5), 3), dan 4)

  2. 2), 3), 1), 4), dan 5)

  3. 3), 4), 2), 5), dan 1)

  4. 4), 5), 3), 1), dan 2)

  5. 5), 1), 4), 2), dan 3)

Iklan

N. Puspita

Master Teacher

Jawaban terverifikasi

Iklan

Pembahasan

Pembahasan
lock

Secara etimologis, kata kronologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu chronos yang berarti waktu dan logos yang berarti ilmu atau uraian. Jadi, kronologi adalah ilmu tentang waktu yang membantu dalam menyusun peristiwa-peristiwa sesuai dengan urutan waktu terjadinya. Sejarah mengajarkan kepada kita cara berpikir kronologis, artinya berpikirlah secara runtut, teratur, dan berkesinambungan. Konsep kronologi akan memberikan kepada kita gambaran yang utuh tentang peristiwa atau perjalanan sejarah dari tinjauan aspek tertentu. Tujuannya agar kita dapat dengan mudah menarik manfaat dan makna dari hubungan antarperistiwa yang terjadi. Cara berpikir kronologis dapat mempermudah kita dalam melakukan rekonstruksi terhadap semua peristiwa masa lalu dengan tepat sesuai urutan waktu. Contohnya kita dapat menggunakan konsep berpikir kronologis untuk memahami bagaimana peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia melalui jalur diplomasi. Bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, seluruh negara jajahan Jepang di Asia Tenggara diambil alih oleh pasukan Sekutu yaitu AFNEI ( Allied Forces Netherlands East Indies ) termasuk Indonesia. Tugas AFNEI adalah menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, membebaskan tentara Sekutu yang ditahan Jepang, melucuti serta mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya. Kedatangan tentara Sekutu ternyata juga disertai dengan kedatangan NICA ( Netherland Indies Civil Administration ) yang bertujuan ingin kembali menegakkan kekuasaan Belanda di Indonesia. Tentara AFNEI bersama NICA sampai ke Indonesia pertama kali pada tanggal 16 September 1945 di Tanjung Priok. Kemudian, Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan, salah satunya dengan melalui perjuangan diplomasi. Perjuangan melalui diplomasi yang dilakukan bangsa Indonesia di antaranya adalah. Perundingan Hooge Valuwe Jalur diplomasi digunakan untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan menghindari jatuhnya korban jiwa antara kedua pihak. Sebelum terjadinya perundingan Hooge-Valuwe, pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir memberikan balasan atas usulan yang dikemukakan oleh Dr. Van Mook. Van Mook secara pribadi memberi usulan agar Indonesia setuju menjadi wakil Jawa dalam upaya membentuk negara yang bebas dalam lingkup kerajaan Belanda. Kemudian pada tanggal 14 April 1946 perundingan dilakukan di Hooge-Valuwe, Belanda. Perundingan ini adalah perundingan lanjutan yang dilakukan oleh Indonesia dan Belanda, mengingat perundingan-perundingan sebelumnya mengalami kebuntuan dan juga pengingkaran oleh pihak Belanda, seperti yang terjadi dalam Sejarah Perjanjian Renville. Perundingan Hooge-Valuwe dilakukan selama 12 hari sampai tanggal 25 April 1946. Konsep perundingan yang dibawa oleh diplomat Indonesia yaitu agar pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Republik Indonesia atas Jawa dan Sumatera. Namun, usul ini ditolak oleh delegasi Belanda yang terdiri Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburg, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santoso. Perundingan lagi-lagi berakhir dengan kegagalan dan kebuntuan. Dengan demikian perundingan ini tidak memberi kemajuan bagi Republik Indonesia, akhirnya perundingan ini dianggap gagal. Perjanjian Linggarjati Perjanjian ini dilaksanakan di Desa Linggarjati, perbatasan antara Cirebon dan Kuningan, pada tanggal 11 November 1946. Indonesia diwakili Sutan Syahrir, A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem. Pihak Belanda diwakuli Schermerhorn, dan penengah dari pihak Inggris diwakili Lord Killearn. Hasil dari perjanjian ini antara lain: Belanda mengakui secara de facto wilayah Jawa, Sumatra, dan Madura. RI dan Belanda membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). RI dan Belanda membentuk Uni Indonesia-Belanda, Ratu Belanda sebagai ketuanya. Perjanjian Linggajati berakhir setelah pada 15 Juli 1947, H. J. van Mook menyampaikan pidato di radio bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Perjanjian Linggajati. Selanjutnya, Belanda melancarkan serangan terhadap wilayah-wilayah yang dikuasai Indonesia. Serangan ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I yang dimulai pada 21 Juli 1947. Komisi Tiga Negara (KTN) Pasca berakhirnya Agresi Militer Belanda I atau yang dikenal juga dengan nama Operatie Product, Pemerintah Indonesia mengadukan tindakan Pemerintah Belanda ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena dinilai telah melanggar kesepakatan yang telah tercapai dalam Perjanjian Linggarjati. Protes Indonesia mendapat dukungan dari negara-negara anggota PBB dan pada tanggal 1 Agustus 1947. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No.1 Tahun 1947 (Indonesian Question ) yang isinya mengecam tindakan Belanda, dan mendorong terjadinya gencatan senjata. Resolusi DK-PBB untuk mengadakan gencatan senjata diterima oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda pada tanggal 17 Agustus 1947. Kemudian, DK-PBB membentuk sebuah komite kerja yang bertugas melakukan mediasi gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Komite tersebut bernama Komisi Tiga Negara (KTN) yang dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947. Lembaga ini berisikan tiga negara, yakni Australia, Belgia, serta Amerika Serikat. Perundingan Renville Perundingan ini terjadi pada 8 Desember 1947 – 17 Januari 1948 di sebuah perundingan di atas kapal perang angkatan laut Amerika Serikat bernama USS Renville, maka dari itu perjanjian ini disebut dengan Perjanjian Renville. Saat itu Indonesia diwakili oleh Amir Sjarifuddin dan Belanda diwakili oleh Abdulkadir Widjojoatmodjo. Dihadiri pula Komisi Tiga Negara yang diwakili oleh Richard Kirby, Paul van Zeeland, Frank Graham. Adapun hasil dari perundingan ini ialah. Penghentian tembak menembak Daerah-daerah di belakang Garis van Mook harus dikosongkan dari tentara Indonesia. Belanda bebas membentuk negara federal di daerah-daerah yang diduduki melalui jajak pendapat terlebih dahulu. Akan dibentuk uni Indonesia-Belanda. Perjanjian ini mengundang reaksi keras, baik dari rakyat Indonesia, politikus, maupun TNI. Pasalnya, dengan perjanjian ini, wilayah Indonesia menjadi semakin sempit, hanya "sebesar daun lontar" mengutip istilah Letjen Soedirman. Pemerintah dinilai gagal dalam perjuangan diplomasi. Wilayah yang semakin sempit mempersulit posisi Indonesia baik secara ekonomi maupun politik dan militer. Dari segi ekonomi, perjanjian ini membuat semua kota besar termasuk pusat-pusat produksi dan perdagangan utama berada di tangan Belanda. Indonesia pun terkepung atau terblokade secara ekonomi. Situasi keamanan di Jawa semakin memburuk. Dengan alasan itu dan tudingan bahwa Indonesia sering · melanggar gencatan senjata, Belanda mengepung Kota Yogyakarta pada 19 Desember 1 948. Aksi militer ini dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda II. Perundingan Roem-Royen Agresi Militer Belanda II. Belanda juga menangkap dan menawan Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Moh Hatta. Langkah Belanda dikecam dunia. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 4 Januari 1949 memerintahkan Belanda dan Indonesia menghentikan masing-masing operasi militernya. United Nations Commission for Indonesia (UNCI) membawa perwakilan kedua negara ke meja perundingan pada 17 April 1949. Delegasi Indonesia diketuai Mohammad Roem. Sementara Belanda diwakili Herman van Roijen (Royen). Hasil dari perundingan ini ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes Jakarta. Perundingan ini dilakukan setelah Belanda melakukan Agresi Militer Belanda serta menangkap pemimpin Indonesia. Perundingan Roem-Royen menghasilkan keputusan jika Belanda bersedia untuk membebaskan seluruh tawanan perang serta menghentikan agresi militer. Begitu pula dengan Indonesia yang setuju untuk menghentikan perang gerilya. Konferensi Meja Bundar (KMB) Kali ini ada sebuah perundingan yang dilakukan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus 1949 – 2 November 1949. Nama perundingan tersebut adalah Konferensi Meja Bundar. Pada saat itu Belanda diwakili Mr. Van Maarseveen, perwakilan Indonesia diwakili oleh Moh. Hatta, dan delegasi UNCI adalah Chritchley. Adapun hasil dari Konferensi Meja Bundar adalah. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS). Masalah Irian Barat diselesaikan setahun kemudian. RIS harus membayar utang-utang Belanda sampai pengakuan kedaulatan. RIS mengembalikan hak milik Belanda seperti perusahaan-perusahaan Belanda. Dengan demikian, jika kita mengurutkan peristiwa yang terjadi selama perjuangan diplomasi maka urutannya secara kronologis adalah; 1). Perundingan Hooge Valuwe (27 Maret 1946), 2). Perjanjian Linggarjati ( 11 November 1946), 3). Agresi Militer I (21 Juli 1947), 4). KTN ( 25 Agustus 1947), 5). Perjanjian Renville (8 Desember 1947), 6). Agresi Militer II (19 Desember 1948), 8). Perundingan Roem Royen (17 April 1949), 9). KMB ( 23 Agustus 1949). Berdasarkan penjelasan di atas, maka jawaban yang tepat adalah E.

Secara etimologis, kata kronologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu chronos yang berarti waktu dan logos yang berarti ilmu atau uraian. Jadi, kronologi adalah ilmu tentang waktu yang membantu dalam menyusun peristiwa-peristiwa sesuai dengan urutan waktu terjadinya. Sejarah mengajarkan kepada kita cara berpikir kronologis, artinya berpikirlah secara runtut, teratur, dan berkesinambungan. Konsep kronologi akan memberikan kepada kita gambaran yang utuh tentang peristiwa atau perjalanan sejarah dari tinjauan aspek tertentu. Tujuannya agar kita dapat dengan mudah menarik manfaat dan makna dari hubungan antarperistiwa yang terjadi. Cara berpikir kronologis dapat mempermudah kita dalam melakukan rekonstruksi terhadap semua peristiwa masa lalu dengan tepat sesuai urutan waktu. Contohnya kita dapat menggunakan konsep berpikir kronologis untuk memahami bagaimana peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia melalui jalur diplomasi.

Bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, seluruh negara jajahan Jepang di Asia Tenggara diambil alih oleh pasukan Sekutu yaitu AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) termasuk Indonesia. Tugas AFNEI adalah menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, membebaskan tentara Sekutu yang ditahan Jepang, melucuti serta mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya. Kedatangan tentara Sekutu ternyata juga disertai dengan kedatangan NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang bertujuan ingin kembali menegakkan kekuasaan Belanda di Indonesia. Tentara AFNEI bersama NICA sampai ke Indonesia pertama kali pada tanggal 16 September 1945 di Tanjung Priok. Kemudian, Indonesia melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan, salah satunya dengan melalui perjuangan diplomasi. Perjuangan melalui diplomasi yang dilakukan bangsa Indonesia di antaranya adalah.

  • Perundingan Hooge Valuwe

Jalur diplomasi digunakan untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan menghindari jatuhnya korban jiwa antara kedua pihak. Sebelum terjadinya perundingan Hooge-Valuwe, pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir memberikan balasan atas usulan yang dikemukakan oleh Dr. Van Mook. Van Mook secara pribadi memberi usulan agar Indonesia setuju menjadi wakil Jawa dalam upaya membentuk negara yang bebas dalam lingkup kerajaan Belanda. Kemudian pada tanggal 14 April 1946 perundingan dilakukan di Hooge-Valuwe, Belanda. Perundingan ini adalah perundingan lanjutan yang dilakukan oleh Indonesia dan Belanda, mengingat perundingan-perundingan sebelumnya mengalami kebuntuan dan juga pengingkaran oleh pihak Belanda, seperti yang terjadi dalam Sejarah Perjanjian Renville. Perundingan Hooge-Valuwe dilakukan selama 12 hari sampai tanggal 25 April 1946.  

Konsep perundingan yang dibawa oleh diplomat Indonesia yaitu agar pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Republik Indonesia atas Jawa dan Sumatera. Namun, usul ini ditolak oleh delegasi Belanda yang terdiri Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburg, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santoso.  Perundingan lagi-lagi berakhir dengan kegagalan dan kebuntuan. Dengan demikian perundingan ini tidak memberi kemajuan bagi Republik Indonesia, akhirnya perundingan ini dianggap gagal.

  • Perjanjian Linggarjati

Perjanjian ini dilaksanakan di Desa Linggarjati, perbatasan antara Cirebon dan Kuningan, pada tanggal 11 November 1946. Indonesia diwakili Sutan Syahrir, A.K. Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem. Pihak Belanda diwakuli Schermerhorn, dan penengah dari pihak Inggris diwakili Lord Killearn. Hasil dari perjanjian ini antara lain:

  1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Jawa, Sumatra, dan Madura.
  2. RI dan Belanda membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
  3. RI dan Belanda membentuk Uni Indonesia-Belanda, Ratu Belanda sebagai ketuanya.

Perjanjian Linggajati berakhir setelah pada 15 Juli 1947, H. J. van Mook menyampaikan pidato di radio bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Perjanjian Linggajati. Selanjutnya, Belanda melancarkan serangan terhadap wilayah-wilayah yang dikuasai Indonesia. Serangan ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I yang dimulai pada 21 Juli 1947.

  • Komisi Tiga Negara (KTN)

Pasca berakhirnya Agresi Militer Belanda I atau yang dikenal juga dengan nama Operatie Product, Pemerintah Indonesia mengadukan tindakan Pemerintah Belanda ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena dinilai telah melanggar kesepakatan yang telah tercapai dalam Perjanjian Linggarjati. Protes Indonesia mendapat dukungan dari negara-negara anggota PBB dan pada tanggal 1 Agustus 1947. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No.1 Tahun 1947 (Indonesian Question) yang isinya mengecam tindakan Belanda, dan mendorong terjadinya gencatan senjata. Resolusi DK-PBB untuk mengadakan gencatan senjata diterima oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda pada tanggal 17 Agustus 1947.  Kemudian, DK-PBB membentuk sebuah komite kerja yang bertugas melakukan mediasi gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Komite tersebut bernama Komisi Tiga Negara (KTN) yang dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947. Lembaga ini berisikan tiga negara, yakni Australia, Belgia, serta Amerika Serikat.

  • Perundingan Renville

Perundingan ini terjadi pada 8 Desember 1947 – 17 Januari 1948 di sebuah perundingan di atas kapal perang angkatan laut Amerika Serikat bernama USS Renville, maka dari itu perjanjian ini disebut dengan Perjanjian Renville. Saat itu Indonesia diwakili oleh Amir Sjarifuddin dan Belanda diwakili oleh Abdulkadir Widjojoatmodjo. Dihadiri pula Komisi Tiga Negara yang diwakili oleh Richard Kirby, Paul van Zeeland, Frank Graham. Adapun hasil dari perundingan ini ialah.

  1. Penghentian tembak menembak
  2. Daerah-daerah di belakang Garis van Mook harus dikosongkan dari tentara Indonesia.
  3. Belanda bebas membentuk negara federal di daerah-daerah yang diduduki melalui jajak pendapat terlebih dahulu.
  4. Akan dibentuk uni Indonesia-Belanda.

Perjanjian ini mengundang reaksi keras, baik dari rakyat Indonesia, politikus, maupun TNI. Pasalnya, dengan perjanjian ini, wilayah Indonesia menjadi semakin sempit, hanya "sebesar daun lontar" mengutip istilah Letjen Soedirman. Pemerintah dinilai gagal dalam perjuangan diplomasi. Wilayah yang semakin sempit mempersulit posisi Indonesia baik secara ekonomi maupun politik dan militer. Dari segi ekonomi, perjanjian ini membuat semua kota besar termasuk pusat-pusat produksi dan perdagangan utama berada di tangan Belanda. Indonesia pun terkepung atau terblokade secara ekonomi. Situasi keamanan di Jawa semakin memburuk. Dengan alasan itu dan tudingan bahwa Indonesia sering · melanggar gencatan senjata, Belanda mengepung Kota Yogyakarta pada 19 Desember 1 948. Aksi militer ini dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda II.

  • Perundingan Roem-Royen

Agresi Militer Belanda II. Belanda juga menangkap dan menawan Presiden Soekarno serta Wakil Presiden Moh Hatta. Langkah Belanda dikecam dunia. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 4 Januari 1949 memerintahkan Belanda dan Indonesia menghentikan masing-masing operasi militernya. United Nations Commission for Indonesia (UNCI) membawa perwakilan kedua negara ke meja perundingan pada 17 April 1949. Delegasi Indonesia diketuai Mohammad Roem. Sementara Belanda diwakili Herman van Roijen (Royen). Hasil dari perundingan ini ditandatangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes Jakarta. Perundingan ini dilakukan setelah Belanda melakukan Agresi Militer Belanda serta menangkap pemimpin Indonesia. Perundingan Roem-Royen menghasilkan keputusan jika Belanda bersedia untuk membebaskan seluruh tawanan perang serta menghentikan agresi militer. Begitu pula dengan Indonesia yang setuju untuk menghentikan perang gerilya.

  • Konferensi Meja Bundar (KMB)

Kali ini ada sebuah perundingan yang dilakukan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus 1949 – 2 November 1949. Nama perundingan tersebut adalah Konferensi Meja Bundar. Pada saat itu Belanda diwakili Mr. Van Maarseveen, perwakilan Indonesia diwakili oleh Moh. Hatta, dan delegasi UNCI adalah Chritchley. Adapun hasil dari Konferensi Meja Bundar  adalah.

  1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS).
  2. Masalah Irian Barat diselesaikan setahun kemudian.
  3. RIS harus membayar utang-utang Belanda sampai pengakuan kedaulatan.
  4. RIS mengembalikan hak milik Belanda seperti perusahaan-perusahaan Belanda.

 Dengan demikian, jika kita mengurutkan peristiwa yang terjadi selama perjuangan diplomasi maka urutannya secara kronologis adalah; 1). Perundingan Hooge Valuwe (27 Maret 1946), 2). Perjanjian Linggarjati ( 11 November 1946), 3). Agresi Militer I (21 Juli 1947), 4). KTN ( 25 Agustus 1947), 5). Perjanjian Renville (8 Desember 1947),  6). Agresi Militer II (19 Desember 1948), 8). Perundingan Roem Royen (17 April 1949), 9). KMB ( 23 Agustus 1949).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka jawaban yang tepat adalah E.

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

41

Gerrard Micah Butar Butar

Makasih ❤️

RAVEL Di

Makasih ❤️

Iklan

Iklan

Pertanyaan serupa

Dalam kajian sejarah, konsep kronologis sangat diperlukan. Konsep tersebut digunakan untuk menyusun peristiwa sejarah berdasarkan ....

70

5.0

Jawaban terverifikasi

RUANGGURU HQ

Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860

Coba GRATIS Aplikasi Roboguru

Coba GRATIS Aplikasi Ruangguru

Download di Google PlayDownload di AppstoreDownload di App Gallery

Produk Ruangguru

Hubungi Kami

Ruangguru WhatsApp

+62 815-7441-0000

Email info@ruangguru.com

[email protected]

Contact 02140008000

02140008000

Ikuti Kami

©2024 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia