Tuntutan gerakan reformasi oleh mahasiswa mencapai puncaknya pada 12 Mei 1998. Pada saat itu, aparat keamanan bersifat represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di Universitas Trisakti. Aksi mereka bentrok dengan pihak keamanan hingga terjadi peristiwa tragis, yaitu Tragedi Trisakti. Dalam peristiwa ini, empat orang tewas dan 681 orang luka-luka. Keempat mahasiswa itu adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto.
Pada saat demonstrasi di Jakarta, Presiden Suharto sedang mengikuti KTT G-15 di Kairo. Setelah peristiwa tewasnya empat mahasiswa Trisakti oleh aparat, mahasiswa marah dan mempersiapkan demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998, massa di luar Trisakti tidak terkendali dan mulai merusak serta membakar kendaraan dan pom bensin di Jalan Kyai Tapa, Jakarta Barat. Mahasiswa kemudian semakin menjalar ke wilayah lain di ibu kota. Salah satu sasarannya adalah aset nilik masyarakat keturunan Tionghoa di Jakarta. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi pelecehan seksual seperti pemerkosaan bahkan pembunuhan terhadap ratusan wanita keturunan Tionghoa. Peristiwa ini merupakan lembaran hitam dalam sejarah Indonesia.
Dengan demikian, mahasiswa yang menjadi korban kekerasan pihak keamanan pada aksi demonstrasi Trisakti tahun 1998 adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, dan Heri Hartanto.