Iklan
Iklan
Pertanyaan
Kutipan Hikayat
Hikayat Singa Betina dengan Pemburu
Dalam suatu lembah hiduplah seekor singa betina dengan anaknya dua ekor. Pada suatu hari induk singa keluar pergi mencari makan, dan anaknya ditinggalkan dalam sebuah gua. Tiada lama sepeninggalnya lalulah seorang pemburu, maka dibunuhnyalah kedua anak singa itu, lalu dikulitinya. Bangkainya ditinggalkannya saja tergelimpang di situ.
Demi induk singa kembali pulang, dan dilihatnya anaknya demikian keadaannya, pingsanlah ia, kemudian setelah sadar merataplah ia dengan amat sedihnya. Dalam pada itu datanglah ke tempat itu seekor kancil.
"Apakah sebabnya maka tuan hamba meratap ini?" katanya, "cobalah ceritakan kepada hamba! "
"Anakku keduanya dibunuh pemburu," jawab singa, "dan dikulitinya. Lihatlah alangkah sengsara keadaannya?"
"Kalau hanya itu sebabnya, janganlah tuan hamba menangis juga,'' jawab kancil, "bencana yang menimpa diri tuan hamba itu tidak lebih daripada yang biasa tuan hamba jatuhkan ke atas diri berpuluh-puluh orang lain. Oleh sebab itu bersabarlah tuan hamba menerima perbuatan orang, seperti orang bersabar pula menerima perbuatan tuan hamba. Orang tua-tua berkata, berutang wajib membayar, berpiutang wajib menerima. Tiap-tiap perbuatan umpama biji yang ditanam di tanah, pasti ada buahnya, manis pahitnya menurut keadaan biji itu sendiri."
"Tidak. mengerti aku apa maksud perkataanmu itu," kata singa.
"Cobalah terangkan sekali lagi!"
"Sudah berapa umur tuan hamba sekarang?" tanya kancil.
"Kurang lebih sudah seratus tahun."
"Apakah yang tuan hamba makan selama itu?"
''Daging binatang, apa lagi?" jawab singa.
"Bagaimana jalannya tuan memperoleh makanan itu?" tanya kancil pula.
"Tiap hari aku keluar berburu, dan mana yang dapat itulah makananku."
"Nah, tidakkah tuan hamba ingat bahwa semua binatang yang telah tuan hamba bunuh itu ada pula ibu-bapanya?"
"Tentu ada,'' jawab singa.
"Bagus, tetapi mengapakah maka tidak pemah hamba dengar seekor juga ibu-bapa binatang itu yang menangis melolong-lolong seperti tuan hamba? Ketahuilah oleh tuan hamba, bencana yang telah menimpa tuan hamba ini tidak lain sebabnya, melainkan karena tuan hamba ini tiada memandang akhir, dan tiada memikirkan apa yang mungkin menimpa diri tuan hamba tersebab buah perbuatan sendiri."
Ketika itu barulah singa mengerti, bahwa kemalangannya itu adalah daripada perbuatannya sendiri juga pokoknya, perbuatan semata-mata aniaya. Maka sejak hari itu tobatlah ia daripada memburu binatang yang tiada berdosa dan memakan dagingnya, dan jadilah ia memakan buah-buahan saja.
(Dikutip dari: Tim Penyunting Balai Pustaka, Hikayat Bayan Budiman, Jakarta, Balai Pustaka, 2011.)
Kutipan Cerpen
Obituarium Origami
"Tuhan selalu bersama orang-orang yang sedih dan kesepian," kata ayah dahulu kepadaku. "Maka ketika kau bersedih, berdoalah dan berharap. Tuhan selalu mendengarkan doa mereka."
Aku mengingat betul kalimat ayah itu. Setiap malam ketika orang-orang terlelap dalam mimpi manisnya di tenda pengungsian, aku acap melabuhkan sebuah lipatan origami berisi harapan dan doa. Aku melarutkannya di parit-parit kecil dengan genangan air berwama cokelat. Kemudian aku berharap, para origami itu tiba di rumah Tuhan yang terletakjauh di ujung sana. Aku percaya Tuhan ada di mana-mana, Dia berada di setiap kesedihan dan kebahagiaan umat-Nya. Maka sebab itu, seperti kata Ayah pula, aku tak jemu mengirimkan lipatan-lipatan origami kertas yang telah kuguratkan dengan bisikan doa dan harapan di dalamnya.
Begitulah. Kebiasaan aneh ini acap aku lakukan selama beberapa kali terakhir, setelah sebuah gempa besar melanda kotaku. Aku melakukan ini hanya ingin mengirimkan, dan memastikan, salam rinduku pada Ayah, dan Ibu yang kini entah berada di mana. Gempa bumi dan disusul tsunami besar telah membawa mereka hanyut ke suatu tempat yang tak aku ketahui, ke dunia antah-berantah yang masih ada di bumi atau sebaliknya. Tempat tak terdeteksi yang memisahkan kami. Bencana itu juga sudah menggulung setiap pintal kenangan di kampung halamanku. Tidak ada lagi yang aku miliki saat ini. Teman-teman, kerabat, dan hangatnya tempat untuk berteduh. Semuanya raib dihancurkan oleb nasib!
Aku sekarang hidup sebatang kara sebagai anak anak korban bencana yang entah memiliki masa depan atau tidak. Oleh sebab itu, waktu rasa rindu dan sedih datang bersamaan, aku acap membuat origami kertas yang di dalamnya telah kuguratkan harapan dan doa-doaku kepada setiap orang yang aku cintai. Malam ini demikian. Aku kembali menghanyutkan origami kertas di parit kecil dekat pengungsian. Hati-hati aku menyelinap keluar, membawa origami-origami kertas yang di dalamnya sudah aku tulis doa-doa dan harapanku. Aku menghanyutkannya dan memandang origami-origami kertasku terseok-seok diseret arus parit. Sesekali aku memejam mata dan berharap, origami-origami itu sampai ke rumah Tuhan.
Pengungsian itu tampak murung. Banyak orang yang kehilangan kerabat dan harta karena bencana ini. Pekik tangis seolah menjadi pemanis tenda pengungsian setiap bari. Mungkinhteriakan tangis itu sudab menggumpal dan memenuhi sela-sela sudut tempat. Aku sendiri hanya termenung menyaksikan kepiluan demi kepiluan yang datang silih berganti.
(Dikutip dari: Republika, Edisi 2 September 2018)
Ubahlah kutipan cerita "Hikayat Singa Betina dengan Pemburu" menjadi sebuah cerpen!
Iklan
A. Acfreelance
Master Teacher
2
0.0 (0 rating)
Iklan
Iklan
RUANGGURU HQ
Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860
Produk Ruangguru
Bantuan & Panduan
Hubungi Kami
©2024 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia