Sejak terpilih sebagai presiden, Megawati Soekarno putri menghadapi masalah yang rumit terutama yang menyangkut sosial yaitu kemiskinan. Kriris yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 kemudian diikuti dengan penutupan sejumlah pabrik dan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran telah menjadikan angka kemiskinan di Indonesia melonjak. Akibat kemiskinan ini adalah pengangguran semakin tinggi, tingkat kriminalitas tinggi dan pendidikan tidak terjangkau oleh masyarakat di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan BPS, pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin mencapai 49,5 juta jiwa atau 24,23 persen dari jumlah penduduk. Untuk menyikapi masalah tersebut, Megawati Soekarnoputri dalam menyelesaikan masalah kemiskinan ini adalah dengan program pengentasan kemiskinan. Pemerintah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK), sebuah lembaga antar instasi pemerintah yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia. Adapun strategi yang diterapkan dalam penanggulangan kemiskinan adalah meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran kelompok masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat miskin, telah dilakukan serangkai program dan kegiatan, antara lain perluasan kesempatan dan peluang berusaha dengan dukungan pembiayaan seperti dana bank perkreditan rakyat dan sistem bagi hasil melalui modal ventura dan bank syariah. Sedangkan program pengurangan pengeluaran masyarakat miskin, antara lain melalui program kompensasi pengurangan subsidi BBM dengan dana Rp. 4,4, triliun. Dana ini dialokasikan untuk mendukung 26 jenis kegiatan antara lain penyediaan beras murah, penyediaan air bersih, pelayanan kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan. Berbagai program untuk penanggulangan kemiskinan cukup populer di tengah masyarakat. Misalnya, beras untuk rakyat miskin (raskin) yang dijual perkilogram Rp. 1000, dan setiap kepala keluarga mendapat jatah 20 kg setiap bulan. Di bidang kesehatan, dikembangkan program kartu sehat yaitu program pelayanan kesehatan gratis kepada penduduk miskin.
Tingkat kemiskinan yang cukup tinggi saat itu ternyata berakibat pada pendidikan Indonesia yaitu mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak terjangkau masyarakat miskin. Untuk menangani hal tersebut, Megawati mengalokasikan dana APBN 2004 untuk sektor pendidikan dan pendidikan luar sekolah. Sektor pendidikan menduduki peringkat teratas penerima alokasi anggaran belanja pembangunan tahun 2004. Anggaran sub sektor pendidikan antara lain akan di manfaatkan untuk memperluas daya tampung sekolah meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan bagi keluarga yang kurang mampu. Adapun pengaruh dari semua kebijakan yang sudah di terapkan di atas adalah menurunnya tingkat kemiskinan di Indonesia. Ini berarti proses pengentasan kemiskinan yang menjadi prioritas pemerintah telah membuahkan hasil meskipun belum maksimal. Salah satu indikasi dari keberhasilan program ini adalah meningkatnya daya beli masyarakat, sehingga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang miskin secara bertahap berkurang. Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional pada tahun 2002, berdasarkan Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin turun menjadi 39,4 juta jiwa atau 18,20 persen. Angka kemiskinan ini terus menurun. Survei sosial ekonomi nasional yang diselenggarakan pada tahun 2003, menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin dari 26 propinsi di tambah empat kota yang menjadi cakupan Susenas, tercatat 17,4 persen atau sekitar 37,4 juta jiwa.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kondisi sosial saat pemerintahan Megawati Soekarnoputri adalah cukup tingginya angka kemiskinan di Indonesia.