Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa dosa temporal, yang sudah diampuni dalam sakramen pengakuan dosa. Mereka yang mendapatkan indulgensi tidak serta merta terhindar dari api penyucian (purgatorium). Ibaratkan kayu yang dipaku (kayu adalah jiwa manusia dan paku adalah dosa yang dilakukan), setelah mendapatkan indulgensi, paku akan tercabut, tapi bekas paku yang tertinggal dalam kayu tetap ada, bekas inilah yang akan diperbaiki dalam api penyucian (purgatorium). Namun, masyarakat awam di masa itu menganggap bahwa Paus bahkan dapat membebaskan jiwa-jiwa dari api penyucian (purgatorium), maka dari itu penjualan indulgensi yang diinisiasi Paus Leo X juga mendapat respon cukup positif.
Paus Leo X memutuskan untuk menjual indulgensi sebagai langkah untuk mengumpulkan dana para jemaat yang akan dia gunakan untuk membangun Basilika Santo Petrus, yang membutuhkan dana yang tak sedikit. Penjualan indulgensi ditentang oleh Martin Luther, yang pada 31 Oktober 1517 memakukan 95 Tesisnya di pintu Gereja Kastil Wittenburg yang mengkritisi otoritas Gereja (95 Tesis ini adalah awal dari Reformasi Gereja). Bagi Martin Luther, penghapusan dosa bukanlah otoritas Gereja dan Paus, tapi otoritas Tuhan, maka guna mendapat pengampunan, cukup hanya dengan beriman kepada Tuhan dan tidak perlu membeli indulgensi.
Dengan demikian, indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa dosa temporal (sementara), yang diperjualbelikan oleh Paus Leo X guna mengumpulkan dana jemaat, yang digunakan untuk membangun Basilika Santo Petrus.