Berdasarkan peninggalan sejarah Kerajaan Kutai yang berupa tujuh buah Yupa, diketahui bahwa pada sekitar tahun 400-500 Masehi telah berdiri Kerajaan Kutai. Yupa tersebut dibuat atas perintah Raja Mulawarman pada upacara kurban lembu. Dari tulisan itu diketahui bahwa raja yang memerintah ialah Mulawarman, anak Aswawarman, cucu Kudungga.
Aswawarman disebut dengan wamsakerta artinya pembentuk keluarga. Prasasti lainnya menyebutkan adanya hadiah dari Raja Mulawarman kepada pendeta ditempat suci bernama Waprakeswara berupa 20.000 ekor lembu sebagai tanda kebaikan sang raja. Untuk menghormati kebaikan raja tersebut dibuatlah Yupa oleh para brahmana. Bentuk hadiah atau kurban (sedekah) yang besar itu dapat dianggap sebagai kelengkapan dalam upacara penyucian diri untuk masuk ke dalam Kasta Brahmana bagi keluarga raja. Upacara semacam itu di India disebut dengan Vratyastoma.
Agama yang dianut Raja Mulawarman adalah Hindu Syiwa. Hal itu ditunjukkan oleh salah satu prasastinya yang menyebutkan tempat suci Waprakeswara, yaitu tempat suci yang selalu disebut berhubungan dengan tiga dewa besar (trimurti) yaitu Brahma, Wisnu, Syiwa.
Kerajaan Kutai mengalami perkembangan yang pesat pada saat itu karena merupakan tempat yang baik untuk persinggahan kapal-kapal yang menempuh rute perdagangan melalui Selat Makassar. Hal itu diperkuat dengan ditemukannya peninggalan di Sulawesi Selatan berupa Arca Dewi Tara yang biasa dipuja para pelaut yang akan berlayar.
Dengan demikian, Raja Mulawarman adalah anak dari Aswawarman yang merupakan wamsakerta pembentuk keluarga. Aswawarman sendiri merupakan anak dari Kudunga yang merupakan pendiri kerajaan. Agama yang dianut Raja Mulawarman adalah Hindu Syiwa. Dalam masa kepemimpinanya, Kerajaan Kutai mengalami perkembangan yang pesat karena merupakan tempat yang baik untuk persinggahan kapal-kapal yang menempuh rute perdagangan melalui Selat Makassar.