Anak lahir dalam keadaan putih  bersih, dan selanjutnya kondisi anak sangat bergantung pada pendidikan, pengarahan, dan bimbingan orang tua. Apalagi pada usia kanak-kanak, mereka mulai mampu menghafal, meniru, dan juga gemar bermain.

Namun, hal  yang harus diingat bahwa  orang  tua tidaklah sendirian dalam mendidik anak. Banyak pihak yang berperan dalam menentukan warna pendidikan anak, bahkan kadang peranan mereka lebih intens dibandingkan orang tua kita sendiri. Dan salah satunya adalah pembantu, atau baby sitter istilah lazimnya. Di dalam keluarga yang sibuk, sehari-hari anak hanya ditemani oleh pengasuh atau pembantu rumah tangga, dan sedikit sekali waktu  luang yang disediakan oleh orang tua .

Para  pembantu memiliki  pengaruh  yang  sangat besar, karena mereka memiliki waktu yang lama untuk tinggal bersama anak. Mereka bertanggungjawab penuh terhadap anak dari mulai mengasuh, merawat, menyuapi makanan,menyiapkan permainan dan waktu istirahat, menangani anak ketika menangis, dan memenuhi hampir semua kebutuhan anak, tanpa mempedulikan apakah hal itu sesuai dengan pendidikan anak atau tidak. Akhirnya, pembantu menjadi rujukan utama bagi anak  ketika  kedua  orang tua  tidak ada di rumah sehingga pembantu menjadi tempat mengadu.

Dalam kondisi seperti inilah, sang pembantu mulai menebar pemikiran,  ideologi, kebiasaan, dan tingkah lakunya kepada anak yang kadang bisa menjadi "racun" bagi anak-anak yang diasuhnya. Hal ini dapat dimengerti sebab sebagian besar pembantu rumah tangga kurang mendapatkan pendidikan yang memadai. Selain itu, para pembantu bisa  saja  berasal dari keluarga yang tidak terlalu  harmonis dan keluarga yang dipenuhi dengan kekerasan. Jika hal ini terjadi, pola perilaku para pembantu yang tidak baik itu tentu akan menurun kepada  anak melalui pola sosialisasi bersama sang pembantu. Singkatnya nilai-nilai dan norma sosial yang diserap melalui sosialisasi adalah ni lai dan norma sosial yang berasal dari pembantu. 

Dalam wacana di atas, kedudukan pembantu dalam keluarga sebagai ...