Kesultanan Aceh merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di Indonesia. Berdirinya Kesultanan Aceh tidak terlepas dari keruntuhan Kerajaan Samudera Pasai. Raja pertama dari Kesultanan Aceh adalah Alaudin Ali Mughayat Syah. Ibu kota dari kerajaan ini terletak di Banda Aceh yang menjadi pusat kegiatan politik, ilmu pengetahuan dan bandar transit di Asia Tenggara. Dalam perkembangannya, Kesultanan Aceh mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut dibuktikan dengan perdagangan yang maju, sistem pemerintahan yang kuat, armada militer yang tangguh, serta hubungan diplomatik dengan sejumlah bangsa.
Hubungan diplomatik Kesultanan Aceh terjalin dengan beberapa kerajaan, seperti Kesultanan Johor, Pahang, hingga Turki. Dampak dari hubungan diplomasi yang baik ini adalah ketika Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis, Kesultanan Johor, Pahang, dan Turki mengirimkan bantuan militer kepada Aceh. Hubungan baik antara Kesultanan Aceh dengan beberapa kerajaan luar tercipta melalui pernikahan politik antara raja Aceh dengan putri kerajaan Johor, seprti pernikahan pernikahan Putri Sultan Husain Ali Riayat Syah (1568 – 1575), Raja Aceh kala itu, dengan Pangeran Johor. Selain itu, pernikahan politik juga terjadi ketika Sultan Iskandar Muda mengambil Putri Pahang sebagai istri.
Dengan demikian, kemajuan hubungan diplomasi Kesultanan Aceh dibuktikan dengan adanya bantuan dari Kesultanan Johor, Pahang, dan Turki ketika penyerangan terhadap Portugis serta adanya pernikahan politik antara raja Aceh dengan putri kerajaan lain.