Pada tahun 1619, para petinggi VOC (Heeren Zeventien) menunjuk Jan Pieterszoon Coen sebagai gubernur jenderal. Masa jabatannya berakhir pada tahun 1626. Di antara masa itu, jabatan gubernur jenderal sempat diisi oleh Pieter de Carpentier (1623-1627). Langkah pertama J.P. Coen adalah memindahkan markas besar VOC dari Ambon ke Jayakarta, karena dianggap lebih strategis. Selain itu, selama periode tiga orang gubernur-jenderal sebelumnya, Ambon ternyata tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia, yaitu Malaka, India (Goa), dan Jepang.
Jayakarta waktu itu dikuasai oleh Kesultanan Banten, Coen pun menyusun siasat. Mula-mula, ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamainya Mauritius Huis. Nassau Huisa adalah bangunan gudang untuk VOC di Jayakarta yang dibangun tahun 1611. Ia kemudian membangun tembok batu yang tinggi, yang menghubungkan Nassau Huis dan Mauritius Huis. Di dalamnya, ia tempatkan beberapa meriam. Setelah itu, ia membangun lagi tembok setinggi tujuh meter mengelilingi areal yang mereka sewa sehingga benar-benar menjadi suatu benteng yang kukuh. Dari benteng ini, pada Mei 1619, Belanda menyerang Jayakarta, membumihanguskan keraton serta hampir seluruh permukiman penduduk. Kota Jayakarta ini kemudian diganti namanya menjadi Batavia. Sementara itu, penguasaan Jayakarta oleh Belanda membuat orang Banten bersama saudagar Arab dan Tionghoa menarik diri ke Banten.
Setelah berpusat di Batavia, VOC memperluas kekuasaan dengan melakukan pendekatan serta campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, di antaranya Ternate, Mataram, Banten, Banjar, Sumatra, Makassar, dan Maluku. Dengan semakin berkembangnya Batavia menjadi salah satu pusat perdagangan di Nusantara, terjadi migrasi orang-orang Tionghoa ke Batavia. Mereka datang dari Banten, Jambi, Palembang, Malaka, dan bahkan Tiongkok. Kehadiran mereka kelak menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, buruh pabrik gula, pengusaha toko, serta tukang bangunan yang terampil.
Migrasi orang Tionghoa ke Jawa semakin ramai sejak terjalinnya hubungan perdagangan antara Hindia Belanda dan Tiongkok. Selanjutnya, setelah mendirikan markas besar VOC di Batavia, Coen ingin merealisasikan monopoli perdagangan pala dan cengkih di Maluku, termasuk Banda. Untuk itu, ada tiga langkah yang dilakukannya, yaitu sebagai berikut.
- Mengusir orang lnggris di Pulau Run yang diam-diam tetap melakukan perdagangan dengan penduduk Banda. Orang Banda sendiri tampak lebih nyaman berdagang dengan orang lnggris terutama karena tidak adanya paksaan, praktik kekerasan, dan monopoli seperti yang dilakukan Belanda.
- Mengusir dan melenyapkan penduduk asli Banda. Hal ini menurut Coen adalah satu-satunya cara yang paling cepat dan tepat mewujudkan monopoli perdagangan pala di Banda.
- Menerapkan kebijakan ekstirpasi, yaitu memusnahkan tanaman rempah-rempah, seperti cengkih dan pala, dalam rangka menekan kelebihan produksinya. Hal ini bertujuan menjaga kestabilan harga cengkih di pasar dunia. Kebijakan ini ditegakkan dengan melakukan apa yang disebut pelayaran hongi (hongi tochten).
Jadi, jawaban yang tepat adalah A.