Iklan
Pertanyaan
Bacalah teks biografi berikut untuk menjawab soal berikut!
Seno Gumira Ajidarma
Sastrawan yang satu ini adalah sosok pembangkang. Ayahnya, Prof. Dr. M. S. A. Sastroamidjojo merupakan guru besar Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Akan tetapi, lain ayah lain pula si anak. Seno Gumira Ajidarma bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah. Dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, Seno gemar membangkang terhadap peraturan sekolah, sampai-sampai ia dicap sebagai penyebab setiap kasus yang terjadi di sekolahnya. Waktu sekolah dasar, ia mengajak teman-temannya tidak ikut kelas wajib kor, sampai ia dipanggil oleh guru. Waktu SMP, ia memberontak dengan tidak mau pakai ikat pinggang, baju dikeluarkan, yang lain memakai baju putih ia memakai batik, yang lain berambut pendek ia gondrong.
Setelah lulus SMP, Seno tidak mau sekolah. Terpengaruh cerita petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya pengarang asal Jerman Karl May, ia pun mengembara mencari pengalaman. Seperti di film-film, ceritanya seru, menyeberang sungai, naik kuda dengan sepatu mocasin, sepatu model boot yang ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan, ia mengembara di Jawa Barat, lalu ke Sumatra berbekal surat jalan dari RT Bulaksumur yang gelarnya profesor doktor. Pengembaraannya lancar. Sampai akhirnya ia menjadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Kemudian, karena kehabisan uang, ia minta uang kepada ibunya. Akan tetapi, ibunya malah mengirim tiket untuk pulang. Seno pun pulang dan meneruskan sekolah.
Ketika SMA, ia sengaja memilih SMA yang boleh tidak pakai seragam. “Jadi aku bisa pakai celana jins dan berambut gondrong.” ujarnya. Komunitas yang ia pilih pun sesuai dengan jiwanya. Bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen Bulaksumur (UGM), rumah orangtuanya, melainkan komunitas anak-anak jalanan yang suka tawuran dan ngebut di Malioboro. “Aku suka itu karena liar, bebas, dan tidak ada aturan.” katanya.
Tertarik puisi-puisi mbeling-nya Remy Sylado di majalah Aktuil Bandung, Seno pun mengirimkan puisi-puisinya dan dimuat. Honornya besar. Semua pada ngenyek Seno sebagai penyair kontemporer. Namun, ia tidak peduli. Seno tertantang untuk mengirim puisinya ke majalah sastra Horison dan dimuat. “Umurku baru 17 tahun, puisiku sudah masuk Horison. Sejak itu aku merasa sudah jadi penyair,” kata Seno bangga.
Sampai saat ini Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang dimuat di beberapa media massa. Cerpennya yang berjudul “Pelajaran Mengarang” terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas tahun 1993. Buku kumpulan cerpennya, antara lain Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (l994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), dan Iblis Tidak Pernah Mati (1999). Karya lainnya berupa novel yang berjudul Matinya Seorang Penari Telanjang (2000). Pada tahun 1987, Seno mendapat Sea Write Award. Berkat cerpennya yang berjudul “Saksi Mata”, Seno memperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary, 1997.
Seno mulai menulis sejak SMA pada tahun 1974. Kutipan yang paling monumental yang pernah diucapkan Seno adalah kita boleh bisa apa saja, termasuk menulis. Kita boleh tidak bisa apa saja, kecuali menulis. Baginya, menulis adalah sebuah kemampuan yang wajib dimilikinya dan orang lain. ”Aku mewajibkan diriku menulis karena aku suka membaca,” lanjutnya.
Paragraf pertama dalam teks biografi di atas merupakan bagian….
evaluasi
komplikasi
orientasi
urutan peristiwa
koda
Iklan
F. Fadilaturrohmah
Master Teacher
Mahasiswa/Alumni Universitas Muhammadiyah Malang
1
0.0 (0 rating)
Iklan
RUANGGURU HQ
Jl. Dr. Saharjo No.161, Manggarai Selatan, Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12860
Produk Ruangguru
Bantuan & Panduan
Hubungi Kami
©2025 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia