Stefani G

13 April 2025 18:12

Iklan

Stefani G

13 April 2025 18:12

Pertanyaan

Teks dibawah ini, ada pada cerita "Tukang Ojek Payung" (Dari hobi menjadi pundi-pundi) Saat hujan turun deras, samar-samar di telinga saya terngiang seruan, "Ojek payung, Pak. Ojek payung Bu..." Saya bersyukur pernah merasakan kerasnya kehidupan saat usia saya sangat muda. Kondisi itu mengajari saya untuk pantang menyerah dan tetap disiplin menjalankan usaha yang kini saya miliki. Teks diatas pada struktur teks eksplanasi termasuk pada: A. pernyataan umum B. urutan sebab akibat C. Interaksi. D. Interpretasi

Teks dibawah ini, ada pada cerita "Tukang Ojek Payung" (Dari hobi menjadi pundi-pundi) Saat hujan turun deras, samar-samar di telinga saya terngiang seruan, "Ojek payung, Pak. Ojek payung Bu..." Saya bersyukur pernah merasakan kerasnya kehidupan saat usia saya sangat muda. Kondisi itu mengajari saya untuk pantang menyerah dan tetap disiplin menjalankan usaha yang kini saya miliki. Teks diatas pada struktur teks eksplanasi termasuk pada: A. pernyataan umum B. urutan sebab akibat C. Interaksi. D. Interpretasi

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

01

:

22

:

09

:

41

Klaim

15

2


Iklan

Nisaul F

14 April 2025 12:44

<p>A . Pertanyaan umum</p>

A . Pertanyaan umum


Iklan

Nathan G

17 April 2025 21:15

<p>D. Interpretasi</p>

D. Interpretasi


Benedicta E

30 April 2025 08:30

D. interpretasi, karena bagian ini menunjukkan refleksi pribadi

Mau jawaban yang terverifikasi?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Eva Rahmi Kasim, Penyandang Disabilitas yang Menjadi Pejabat Eva Rahmi Kasim namanya. Tangannya tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparafnya. Lalu, bel berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk ke ruangan, mengambil dokumen-dokumen tersebut, dan membawanya keluar. Eva mengatakan bahwa dokumen tersebut ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Republik Indonesia). Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos). Sepintas, tidak ada yang berbeda dari penampilan Eva. Namun, di tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda dan dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. "Kalau keliling kantor, ya, pakai ini,” ujarnya menunjuk kursi roda dan tongkat itu. Kondisi fisik tidak menjadi halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos, Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial saat itu, Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjadi pejabat eselon II. "Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama," tuturnya. Dalam pidato pelantikan tersebut, Agus Gumiwang saat itu mengatakan bahwa Eva diangkat sebagai pejabat bukan karena dia difabel, melainkan karena memang layak menempati jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi (pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi, asal kita dapat disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. "Apalagi, regulasi mendukung,” imbuhnya. Seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, difabel mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karier. Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia juga mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka. Meskipun demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel, tak terkecuali di instansi yang dipimpinnya. Di Puslitbangkesos Kemensos, dia memimpin 40-an pegawai. Walaupun ada yang meremehkannya, Eva tak peduli karena ia yakin mampu bekerja dengan baik. Dalam memimpin dia menganut filosofi main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang sehingga ritme kerja berjalan harmonis. Dengan jabatannya sekarang, Eva Rahmi Kasim punya tugas sosial. Salah satunya ialah menghasilkan riset yang menjadi bahan kebijakan untuk mengatasi problem difabel di tanah air. Puslitbangkesos, misalnya, membuat rekomendasi agar pemangku kepentingan menyiapkan fasilitas layanan publik yang ramah difabel, termasuk fasilitas transportasi hingga perbankan. Dia mengungkapkan bahwa Indonesia belum ramah bagi penyandang disabilitas. Hal itu tecermin dari sejumlah perlakuan diskriminatif terhadap kaum difabel. Eva Rahmi memang sosok berprestasi. Setelah lulus S-1 di Universitas Indonesia (UI), dia mendapat beasiswa melanjutkan studi master di Deakin University, Melbourne, Australia. Program studinya adalah Health and Behavioral Science dengan spesialisasi ilmu disabilitas. Pada 2019 Eva mendapatkan penghargaan Lencana Karya Satya dari presiden RI atas pengabdiannya sebagai ASN. Dia juga pernah menerima Australian Alumni Awards dari pemerintah Australia untuk kategori Tokoh Inspirasional. Eva juga menginisiasi lahirnya Pusat Kajian Disabilitas (PKD) di FISIP UI. Di sela-sela kesibukannya, Eva pun aktif menulis di berbagai media nasional. Fokusnya adalah isu disabilitas. Dengan merintis karier sebagai PNS sejak 1992, Eva menapaki anak tangga mulai bawah. "Saya berharap ini bisa menjadi motivasi bersama, khususnya bagi penyandang disabilitas, bahwa tidak ada batasan bagi mereka untuk menggapai mimpi,” tuturnya. (Sumber: https://www.jawapos.com/features/03/12/2019/eva-rahmi-kasim-asn-disabilitas-pertama-pejabat-eselon-ii/) Eva Rahmi sebagai penyadang disabilitas telah sukses menjadi ASN dan meraih posisi jabatan sebagai kepala Puslitbangkesos. Apa yang menjadi faktor pendukung Eva Rahmi menduduki posisi tersebut? a. Eva Rahmi membuat riset tentang kebijakan untuk mengatasi masalah disabilitas di Indonesia. b. Sebagai seorang ASN, Eva Rahmi sering berkeliling kantor memakai tongkat atau kursi roda. c. Eva Rahmi memiliki nilai tertinggi dalam seleksi lelang jabatan. d. Terbitnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dan Peraturan Presiden 75/2015

3

1.0

Jawaban terverifikasi

Baca dan amatilah dengan saksama teks di bawah ini. Hoegeng Imam Santoso lahir pada 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah. Ia merupakan sulung dari tiga bersaudara, putra pasangan Soekarjo Kario Hatmodjo, seorang jaksa, dan Oemi Kalsoem. Kedua orang tua Hoegeng masih berkerabat dengan lbu Kardinah, adik pahlawan nasional R.A. Kartini. Sebagai anak yang terlahir dari kalangan elite, Hoegeng tidak mengalami banyak kesulitan dalam menuntut ilmu, dari SO sampai perguruan tinggi. Saat di AMS, pendidikan setingkat SMA di Yogyakarta, ia mengambil jurusan A2, dengan pelajaran mayornya bahasa dan sastra Barat. Kebetulan Hoegeng tipe orang yang mudah mempelajari bahasa. Karena menikmati jurusan yang dipilihnya, ia dapat menguasai banyak bahasa asing. Kemahirannya berbahasa asing ternyata sangat membantu menjalankan tugasnya di kemudian hari, yaitu saat harus berhubungan dengan tentara Belanda atau Sekutu lainnya pada Perang Kemerdekaan. Selama menimba ilmu di Yogya, ia juga mengasah bakatnya dalam bermain musik, khususnya musik Hawaian. Bermain musik baginya bukan sekadar menyalurkan hobi, melainkan untuk mencari tambahan uang saku. Bersama grupnya, ia suka manggung di dekat alun-alun dengan honor 25 gulden sekali main. Ia juga menjual suara di Radio Mataram, Radio NIROM (milik pemerintah Belanda), dan sekali-sekali diundang orang hajatan. Saat mengisi acara di radio NIROM, ia menggunakan nama samaran Hoegy agar mudah diterima di kalangan Belanda. Meski keluarganya tidak berkekurangan, setiap bulan ia hanya mendapat jatah kiriman sebesar tujuh setengah gulden. Selama bersekolah di AMS, ia aktif di berbagai kegiatan dan banyak bersahabat. Setamat AMS, Hoegeng melanjutkan kuliah ke RHS di Batavia, Jakarta. Sebagai keturunan priayi, sebenarnya keluarga berharap Hoegeng masuk sekolah calon pejabat pemerintah (pamong praja). Pendidikan Hoegeng di RHS tidak selesai karena keburu ditutup sehubungan datangnya tentara Jepang. Ia pun memutuskan kembali ke kampung halaman. Sebagai pengisi waktu senggang, ia berniaga kecil-kecilan. Bersama sahabatnya, ia berdagang keliling buku pelajaran berbahasa Jepang dengan sepeda sampai kota tetangga, Pati dan Semarang. Hoegeng mengawali karier di bidang polisi dengan mengikuti kursus yang diselenggarakan Kantor Polisi Keresidenan Pekalongan. Awalnya, ia hanya coba-coba dan sekadar mengisi waktu kosong. Namun, ternyata keputusan mengikuti kursus tersebut menjadi momentum penting. lnilah titik awal perjalanan hidup Hoegeng dalam menapaki karier di bidang kepolisian, yang pada akhirnya membesarkan namanya. Di awal kariernya sebagai polisi, pikiran Hoegeng sempat goyah dan ingin mencoba profesi lain. Namun, kariernya justru semakin kuat setelah mengikuti pendidikan kader tinggi kepolisian di Sukabumi. Tidak sampai dua tahun, ia mengalami kenaikan pangkat empat kali, dari pangkat Minarai Junsabucho menjadi Kei Bun Ho I (Aiptu). Ia juga sempat tergoda meniti karier di AL. Namun, Hoegeng pada akhirnya menyadari panggilan jiwa yang sebenarnya setelah pada suatu kesempatan bertemu dengan Kepala Kepolisian Negara (sekarang Kapolri) R.S. Soekanto. Dengan kebapakan, Soekanto mengajak Hoegeng kembali ke jajaran kepolisian. Wejangan Soekanto demikian membekas di hati, dan Hoegeng pun berketetapan hati kembali ke dunia kepolisian. Meski hanya sesaat menjadi anggota AL, ada peristiwa penting dalam kehidupan Hoegeng. Pada masa ini ia bertemu dengan penyiar radio RRI Yogya bernama Merry yang kemudian menjadi istrinya. Mereka menikah pada 31 Oktober 1946, saat Hoegeng masih berstatus anggota AL. Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School di Amerika Serikat. Sekembalinya dari penugasan belajar itu, dia dipercaya menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminal Kantor Polisi Sumatra Utara (1956) di Medan. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di sana, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepol isian Negara (sekarang Kapolri). Ada kisah menarik kala Hoegeng ditugaskan sebagai Kabareskrim Sumatra Utara. Saat baru turun dari kapal di dermaga Belawan, seseorang yang mengaku utusan kelompok pengusaha Tiongkok mengatakan bahwa rumah dan mobil sudah tersedia. Namun, Hoegeng memiliki firasat buruk di balik pemberian itu. Tawaran menggiurkan ditolak secara halus dan ia meminta barang tersebut disimpan saja. Akan tetapi, cukong-cukong itu merasa keadaan ini gawat karena kedatangan Hoegeng saat itu untuk "membersihkan" Kota Medan. Mereka pun tidak menyerah begitu saja. Ketika Hoegeng hendak memasuki rumah dinasnya yang baru, di dalam sudah penuh dengan berbagai barang perlengkapan, seperti piano, kulkas, radio, kursi tamu, dan sebagainya yang masih berupa barang mewah waktu itu. Hoegeng sontak memerintahkan barang-barang misterius itu segera dikeluarkan dari rumahnya karena barang inventaris negara akan dimasukkan. Sampai tenggang waktu yang ditentukan, barang itu tidak diambil juga. Hoegeng lalu menyuruh ajudan dan kuli mengeluarkan dan meletakkan barang tersebut begitu saja di tepi jalan i depan rumah. Meski sempat tergoda dan merasa sayang, Hoegeng ingat amanah almarhum ayahnya untuk bersikap jujur dan memilih untuk tidak mengkhianati sumpah jabatan sebagai penegak hukum. Meski tidak tahu siapa pengirimnya, Hoegeng paham tujuan pengiriman barang itu. Hoegeng menyadari ia ditugaskan di Medan untuk "membersihkan" kota itu dari maraknya bisnis ilegal, yaitu perjudian dan penyelundupan. Bisnis itu dimodali oleh "Cina Medan" dan disokong banyak oknum tentara dan kepolisian. Selama kepemimpinan Hoegeng sebagai Kapolri, banyak terjadi reformasi di tubuh kepolisian. Hoegeng melakukan pembenahan struktur organisasi di tingkat Mabes Polri menjadi lebih dinamis dan komunikatif. Ia juga mengubah nama pimpinan polisi dan markas besarnya, Panglima Angkatan Kepolisian Rl (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian Rl (Kapolri). Selama menjabat sebagai Kapolri, ada dua kasus besar dan berat yang berhasil ia selesaikan. Kedua kasus itu adalah perkara Sum Kuning yang menggegerkan masyarakat Yogyakarta dan perihal penyelundupan mobil mewah bernilai miliaran rupiah. Tanpa gentar, Hoegeng membongkar dan mengusut kasus-kasus itu, meski ia tahu risiko dari keberaniannya karena ada petinggi-petinggi negeri terlibat. Bahkan, rumor yang beredar menyatakan bahwa penyelundupan mobil mewah itu melibatkan kerabat keluarga RI 1. Kasus inilah yang kemudian santer diduga sebagai penyebab pencopotan Hoegeng sebagai Kapolri. Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri pada usia 49 tahun, saat ia sedang melakukan pembersihan di jajaran kepolisian. Kabar pencopotan itu d iterima Hoegeng secara mendadak. Setelahnya, Hoegeng ditawari menjadi duta besar di sebuah negara di Eropa, tetapi ia menolak karena merasa dirinya seorang polisi dan bukan politisi. Hidup pada masa pensiun orang pertama di kepolisian dengan pangkat tinggi mestinya menyenangkan, seperti banyak dialami pejabat zaman sekarang. Namun, hal itu tidak dialami Hoegeng. Semua barang inventaris yang ia gunakan selama bertugas langsung dikembalikan ke negara begitu selesai sertijab. Hanya rumah kecil nan sederhana di kawasan Menteng yang selama ini menjadi rumah dinasnya karena memang ia belum memiliki rumah sendiri. Dengan uang pensiun yang sangat kecil, Hoegeng menafkahi keluarganya. Untunglah Hoegeng sudah membiasakan keluarganya hidup sederhana. Untuk menopang ekonomi keluarga, mantan Kapolri itu menekuni hobi lamanya yaitu bermain musik dan melukis. Atas kebaikan Kapolri penggantinya, rumah dinas di kawasan Menteng Jakarta pusat pun bisa menjadi milik keluarga Hoegeng. Beberapa Kapolda pun berpatungan membeli mobil Kingswood, satu-satunya mobil yang ia miliki. Hoegeng meninggal dunia dalam usia 83 tahun. Sebagai mantan pejuang, ia mestinya dimakamkan di taman makam pahlawan. Namun, konon sesuai wasiatnya ia memilih diistirahatkan di pemakaman keluarga. (Diolah dari berbagai sumber) Apakah yang istimewa dalam silsilah keluarga Pak Hoegeng?

2

4.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Malala Yousafzai Malala Yousafzai, lahir 12 Juli 1997; umur 18 tahun, adalah seorang murid sekolah dan aktivis pendidikan dari kota Mingora di Distrik Swat dari provinsi Pakistan Khyber Pakhtunkhwa. Dia diketahui untuk pendidikan dan aktivisme hak-hak perempuan di Lembah Swat, di mana Taliban telah dilarang pada waktu gadis bersekolah. Pada awal tahun 2009, saat berumur sekitar 11 dan 12, Yousafzai menulis di blognya di bawah nama samaran untuk BBC secara mendetail tentang betapa mengerikannya hidup di bawah pemerintahan Taliban, upaya mereka untuk menguasai lembah, dan pandangannya tentang mempromosikan pendidikan untuk anak perempuan. Pada tahun 2014 dia bersama Kailash Satyarthi mendapatkan hadiah Nobel untuk bidang perdamaian 2014 untuk perjuangan mereka melawan penindasan anak-anak dan pemuda serta untuk mendapatkan hak pendidikan bagi mereka. Malala lahir dari keluarga bersuku Pusthun dan menganut Islam Sunni. Namanya diambil dari penyair dan pejuang wanita suku Pasthun, Malalai dari Maiwand. Ia dibesarkan di Mingora, bersama dua adik laki-laki dan dua ayam peliharaan. Keberaniannya dalam menulis berkat bimbingan ayahnya yang juga penyair, pemilik sekolah, sekaligus aktivis pendidikan. Ayahnya menjalankan beberapa sekolah yang dinamai Khushal Public School. Meskipun Malala mengaku ingin jadi dokter, Ayahnya mendorongnya untuk menjadi politisi. Ia mulai berbicara di depan publik untuk memperjuangkan hak atas pendidikan pada tahun 2008. Dengan gagah dan penuh semangat, ia menyampaikan seruan pertamanya untuk melawan Taliban. “Berani-beraninya Taliban merampas hak saya atas pendidikan!” begitu kata gadis pemberani itu di depan televisi dan radio. Bahasa Indonesia 303 Pada tanggal 9 Oktober 2012, Yousafzai ditembak di kepala dan leher dalam upaya pembunuhan oleh kelompok bersenjata Taliban ketika kembali pulang di bus sekolah. Ia sempat dirawat di Pakistan sebelum kemudian diterbangkan ke Inggris untuk dirawat di rumah sakit di Birmingham. Pimpinan Taliban, Adnan Rasheed, mengiriminya surat yang menjelaskan bahwa alasan penembakan adalah sikap kritisnya terhadap kelompok militan, bukan karena ia seorang penggiat pendidikan perempuan. Lebih lanjut Rasheed mengungkapkan penyesalannya atas kejadian ini namun tidak meminta maaf atas penembakan yang dialami Malala Yousafzai. Ia juga menyarankan Malala kembali ke Pakistan dan meneruskan pendidikan di Madrasah bagi perempuan. Kelompok yang terdiri atas 50 ulama di Pakistan mengeluarkan fatwa menentang penembakan ini. Pada tanggal 12 Juli 2013, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke- 16, Malala berpidato di depan Forum Majelis Kaum Muda di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat. Pidatonya memuat tiga isu penting, yaitu hak perempuan, perlawanan terhadap terorisme dan kebodohan. PBB juga mendeklarasikan hari tersebut sebagai hari Malala. Pada bulan Oktober 2014, dirinya bersama Kailash Satyarthi mendapatkan hadiah Nobel untuk bidang perdamaian 2014 untuk perjuangan mereka melawan penindasan anak-anak dan pemuda serta untuk mendapatkan hak pendidikan bagi mereka. Malala menjadi penerima hadiah Nobel termuda, karena dia mendapatkan hadiah ini pada usia 17 tahun. Berdasarkan teks biografi di atas, kerjakan tugas-tugas berikut! 3. Karakter unggul apa yang dapat diteladani dari tokoh dalam teks biografi tersebut? Jelaskan alasanmu!

3

5.0

Jawaban terverifikasi

Teks 1 Hikajat Pertapa dengan Tjerpelai Sudah pula kita dengar tjeritera itu," titah radja kepada pendeta "Sekarang tjeriter akanlah oleh guru perumpamaan seorang jang tergesa-gesa dalam segala pekerdjaannja, serta tiada dengan usul periksanja." "Ampun tuanku, djawab Baidaba, "adapun orang jang bekerdja tiada dengan usul periksanja, tak dapat tidak menjesal djuga achir kelaknja. Adalah seperti hikajat seorang aliin membunuh tjerpelai jang dikasihinja, kemudian menjesallah ia "Tjeriterakanlah supaja kita dengar." "Di negeri Djurdjan ada diam seorang alim dengan isterinja. Keduanya sudah lama bergaul, akan tetapi diberi Tuhan belumlah mempunjai anak seorang djuga. Pada suatu ketika tiba-tiba hamillah isteri orang alim itu. Maka tiadalah dapat ditjeriterakan betapa girang hati kedua suami-isteri ketika mengetahui hal itu. Tiap-tiap sudah sembahyang tiada lupa alim itu mendoa kepada Tuhan, meminta supaja dikaruniai anak laki-laki. "Senangkanlah hatimu, hai isteriku!" katanja pada suatu Jiari "Keras sangkaku doaku akan dikabulkan Tuhan dan kita dikaruniai anak laki-laki, seperti jang kita harap harapkan. Apabila ia telah lahir nanti, kuberi nama jang sebaik-baiknja, dan kupilih guru jang pandai-pandai untuk mengadjarinja." "Mengapakah tuan berani-berani sadja memastikan barang jang belum tuan ketahu? kata isterinja setelah mendengar kata suaminja itu. "Entah djadi, entah tidak anak kita lahir. Orang jang suka berbuat begitu nanti serupa keadaannja dengan seorang fakir jang kena siram minjak samin sekudj badannja "Bagaimanakah mulanja maka djadi begitu?" "Ada seorang fakir, tiap hari diberi hadiah minjak samin dan madu oleh seorang saudagar, Dari pada hadiah itulah makanannja sehari-hari, dan jang tinggal disimpannja dalam sebuah tempajan, digantungkannya pada sebuah paku didinding pondoknja Beberapa lamanja tempajan itupun penuhlah. Pada suatu hari duduklah ia bersandar ke dinding, sambil memegang sebuah tongkat. Waktu itu di pasar minjak samin sedang mahal harganja "Kudjual isi tempajanku sedinar, katanja, "lalu kubelikan sepuluh ekor induk kambing. Sekali enam bulan tiap-tiap induk beranak dua ekor, atau letakkanlah seekor sadja. Dalam setahun sudah djadi tiga puluh kambingku Setahun pula kemudian lalu mendjadi sembilan puluh ekor. Wah, alangkah senangnya hatiku melihat pada tahun jang ketiga kambingku telah hampir tiga ratus ekor djumlahnja. Kemudian kudjual semuanja pembade kubelikan sapi, djantan dan betina. Jang djantan pemba betina diternakkan, didjual susunja. Ketika itu kajalah aku, kugadji sawah dan ladang, jang beberapa mengusahakan tanah-tanahku Sudah tentu kudirikan sebuah rumah jang besar dan bagus, dan kutjari s seorang orang untuk gadis jang tantik untuk isteri. Setelah setahun kawin te melahirkan anak, seorang anak laki-laki jang baik parasnja, bagus pula tingkah lakunja njang baik dan pendidikannya kudjaga sungguh-sungguh. Ja harus menurut Namanja kuljanj kata dan djika melawan sedikit sadja kupukulis dengan tongkat, begini" Lalu diajunkan tongkat jang ditangannja, kena tempajan di atas kepalanga, isanjapun tumpahlah Maka habislah sekudjur badannja disiram minjak samin. Demikianlah kesudahannya kalau orang suka memimpi-mimpikan barang jang belum tentu akan terdjadi. Mendengar tjeritera isterinja itu diamlah pertapa. Setelah tjukuplah hitungan bulannja, maka pada suatu jang baik isteri orang alim itupun sakitlah hendak bersalin. Tiada lama antaranja berkat pertolongan Tuhan lahirlah seorang anak laki-laki jang elok rupanja dengan selamat sedjahtera. Sangat-lah besar hati kedua laki isteri melihat doanja dikabulkan Tuhan. Pada suatu hari, ketika isteri orang alim itu hendak pergi kesungai bersutji, diberikannja anaknja kepada suaminja disuruhinja djaga. Orang alim itupun duduklah mendjaga anaknja. Tetapi sesaat kemudian datanglah seorang pesuruh radja menjampaikan titah menjuruh datang ke penghadapan, Oleh karena tiada seorang djuga di rumahnja jang dapat disuruhnja mendjaga anaknja, dipanggilnjalah tjerpelai, disuruhnja duduk dekat anak itu. Adapun tjerpelai itu sedjak ketjil telah dipeliharanja, dan kasihnja kepada hewan itu tak ubah dengan kepada anaknja sendir. Lalu dikuntjinjalah pintu, dan berdjalanlah ia mengikutkan pesuruh radja. Tidak lama sepeninggal alim itu, datanglah ketempat itu seekor ular jang bisa. Demi tjerpelai terlihat akan ular, diterkamnjalah hewan itu, digigitnjalah hingga mati. Maka merahlah mulutnja berlumuran dengan darah ular itu. Sedjurus antaranja pulanglah orang alim itu, lalu dibukanja pintu. Melihat tuannja datang, berlari-lari tjerpelai menjongsong, seakan-akan hendak memperlihatkan perbuatannja jang mulia itu, Akan tetapi demi orang alim itu melihat mulutnja merah oleh darah, terbanglah semangatnja, putjat mukanja. Sangkanja tentulah hewan itu telah membunuh anaknja. Dengan tiada berpikir pandjang lagi, diambilnja sepotong kaju, dipukulnja kepala tjerpelai itu. Hewan itupun matilah disitu djuga Kemudian masuklah alim itu ke dalam rumah. Ketika dilihatnja anaknja tidur dengan njenjaknja, dan di dekatnja ular berpotong-potong mati, teranglah kepadanja apa jang kedjadian sebenarnja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiaberdosa. Ditamparinja mukanja, ditindjunja dadanja, seraja berkata: "Wahai tjelakanja aku karena anak ini, Alangkah baiknja ia tidak djadi dilahirkan dan aku tiada berbuat dosa begini." Dalam ia mengata-ngatai dirinja itu, datanglah isterinja. "Mengapa tuan hamba menangis memukuli diri begini?" tanjanja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiada berdosa. Alim itu lalu mentjeriterakan kepada isterinja bagaimana setia tjerpelai mendjaga anaknja, dan bagaimana kedjam pembalasannja kepada hewan jang tiada berdosa itu. "Itulah buahnja pekerdjaan jang tiada dengan usul periksa", kata isterinja. Teks 2 Sial! Sial! Sial! Oleh: Beatrix Vena Maharani Pagi itu lebih gelap dari biasanya karena awan yang tebal, sehingga tidak salah kalau aku berpikir hari masih malam padahal sudah pukul setengah 7 pagi. Sial! Umpatku. Aku segera membuka kunci kamarku dan berlari kesana kemari bersiap untuk ke sekolah. Aku terus-terusan mengeluh kenapa Ibu tidak membangunkanku. la terus menjelaskan bahwa sudah membangunkanku berkali-kali, tetapi aku tetap tidak bangun. Paling hanya bualan saja, batinku. Saat aku hendak menggunakan sepatuku, ibu mengatakan bahwa ia akan memasukkan uang jajan harianku ke saku tas. "Enggak usah, taruh aja di meja makan. Aku masukkin dompet aja biar gak kemana-mana" jawabku. Roti yang dibuat ibu pun tidak sempat kumakan karena kata-kata 'terlambat' terus terngiang-ngiang di kepalaku. Sial! umpatku untuk kedua kalinya pada pagi itu. Aku baru ingat kalau Ayah pasti sudah berangkat ke kantor dari tadi. Aku harus naik apa ke sekolah? Tiba-tiba terdengar gemerincing bel. "Hei, mau ikut aku naik sepeda ke sekolah? Tapi aku mau mengantarkan donat ke rumah Pak RT dulu" ternyata itu Rara, tetanggaku yang sekaligus menjadi penjual donat di kompleks untuk bayar uang sekolah Pasti lama kalau harus mengantarkan donat dulu! Aku pun menolak ajakan Rara dan memutuskan untuk ngojek saja. Mau tidak mau, aku harus menggunakan uang jajanku hari ini hanya untuk membayar ojek. Ya ampun! Sial sekali hari ini, dimana uangku? Batinku sambil meraba-raba saku dan membuka dompet Pasti tertinggal di meja makan! Ah Ibu, kenapa tidak dimasukkan ke saku tasku saja sih? Saat itulah terdengar gemerincing bel yang kudengar sebelumnya. "Ini mas duit nya. Biar saya yang bayar Rara tiba-tiba mengulurkan uang kepada tukang ojek tersebut. "Terima kasih ya, Ra! Aku mau masuk ke kelas dulu," kataku dengan cepat sambil berlari memasuki pagar sekolah yang hampir saja ditutup. "Sama-sama! Saling peduli kepada teman kan hal yang baik!" jawab Rara setengah berteriak dan mulai mengayuh sepedanya menjauh dari daerah sekolahku. Aku tersentak. Tanpa aku sadari hari ini sudah ada 2 orang yang peduli kepadaku. Aku yang salah karena mengunci pintu kamarku sehingga Ibu tidak bisa masuk ke kamar dan membangunkanku secara langsung. Aku yang salah karena menyuruh Ibu meletakkan uang jajan harian ke meja makan padahal Ibu sudah berniat memasukkannya ke tas. Aku yang salah karena tidak memakan roti buatan Ibu, padahal bisa dimakan sembari berangkat ke sekolah. Aku yang salah karena berpikir bahwa mengantar donat memakan waktu yang lama padahal rumah Pak RT dan sekolahku searah. Aku yang salah karena telah menyalahkan orang-orang di sekitarku. Padahal, mereka peduli. Dan hari itu, bukannya aku mengucapkan terima kasih' kepada mereka, tetapi terus-terusan mengucap sial. Hari itu, bukanlah hari yang sial, tapi hari dimana aku sadar bahwa aku dikelilingi orang-orang yang masih peduli kepadaku. Bedakah latar suasana budaya yang digunakan dalam kedua teks di atas? Jelaskan.

2

5.0

Jawaban terverifikasi

Teks 1 Hikajat Pertapa dengan Tjerpelai Sudah pula kita dengar tjeritera itu," titah radja kepada pendeta "Sekarang tjeriter akanlah oleh guru perumpamaan seorang jang tergesa-gesa dalam segala pekerdjaannja, serta tiada dengan usul periksanja." "Ampun tuanku, djawab Baidaba, "adapun orang jang bekerdja tiada dengan usul periksanja, tak dapat tidak menjesal djuga achir kelaknja. Adalah seperti hikajat seorang aliin membunuh tjerpelai jang dikasihinja, kemudian menjesallah ia "Tjeriterakanlah supaja kita dengar." "Di negeri Djurdjan ada diam seorang alim dengan isterinja. Keduanya sudah lama bergaul, akan tetapi diberi Tuhan belumlah mempunjai anak seorang djuga. Pada suatu ketika tiba-tiba hamillah isteri orang alim itu. Maka tiadalah dapat ditjeriterakan betapa girang hati kedua suami-isteri ketika mengetahui hal itu. Tiap-tiap sudah sembahyang tiada lupa alim itu mendoa kepada Tuhan, meminta supaja dikaruniai anak laki-laki. "Senangkanlah hatimu, hai isteriku!" katanja pada suatu Jiari "Keras sangkaku doaku akan dikabulkan Tuhan dan kita dikaruniai anak laki-laki, seperti jang kita harap harapkan. Apabila ia telah lahir nanti, kuberi nama jang sebaik-baiknja, dan kupilih guru jang pandai-pandai untuk mengadjarinja." "Mengapakah tuan berani-berani sadja memastikan barang jang belum tuan ketahu? kata isterinja setelah mendengar kata suaminja itu. "Entah djadi, entah tidak anak kita lahir. Orang jang suka berbuat begitu nanti serupa keadaannja dengan seorang fakir jang kena siram minjak samin sekudj badannja "Bagaimanakah mulanja maka djadi begitu?" "Ada seorang fakir, tiap hari diberi hadiah minjak samin dan madu oleh seorang saudagar, Dari pada hadiah itulah makanannja sehari-hari, dan jang tinggal disimpannja dalam sebuah tempajan, digantungkannya pada sebuah paku didinding pondoknja Beberapa lamanja tempajan itupun penuhlah. Pada suatu hari duduklah ia bersandar ke dinding, sambil memegang sebuah tongkat. Waktu itu di pasar minjak samin sedang mahal harganja "Kudjual isi tempajanku sedinar, katanja, "lalu kubelikan sepuluh ekor induk kambing. Sekali enam bulan tiap-tiap induk beranak dua ekor, atau letakkanlah seekor sadja. Dalam setahun sudah djadi tiga puluh kambingku Setahun pula kemudian lalu mendjadi sembilan puluh ekor. Wah, alangkah senangnya hatiku melihat pada tahun jang ketiga kambingku telah hampir tiga ratus ekor djumlahnja. Kemudian kudjual semuanja pembade kubelikan sapi, djantan dan betina. Jang djantan pemba betina diternakkan, didjual susunja. Ketika itu kajalah aku, kugadji sawah dan ladang, jang beberapa mengusahakan tanah-tanahku Sudah tentu kudirikan sebuah rumah jang besar dan bagus, dan kutjari s seorang orang untuk gadis jang tantik untuk isteri. Setelah setahun kawin te melahirkan anak, seorang anak laki-laki jang baik parasnja, bagus pula tingkah lakunja njang baik dan pendidikannya kudjaga sungguh-sungguh. Ja harus menurut Namanja kuljanj kata dan djika melawan sedikit sadja kupukulis dengan tongkat, begini" Lalu diajunkan tongkat jang ditangannja, kena tempajan di atas kepalanga, isanjapun tumpahlah Maka habislah sekudjur badannja disiram minjak samin. Demikianlah kesudahannya kalau orang suka memimpi-mimpikan barang jang belum tentu akan terdjadi. Mendengar tjeritera isterinja itu diamlah pertapa. Setelah tjukuplah hitungan bulannja, maka pada suatu jang baik isteri orang alim itupun sakitlah hendak bersalin. Tiada lama antaranja berkat pertolongan Tuhan lahirlah seorang anak laki-laki jang elok rupanja dengan selamat sedjahtera. Sangat-lah besar hati kedua laki isteri melihat doanja dikabulkan Tuhan. Pada suatu hari, ketika isteri orang alim itu hendak pergi kesungai bersutji, diberikannja anaknja kepada suaminja disuruhinja djaga. Orang alim itupun duduklah mendjaga anaknja. Tetapi sesaat kemudian datanglah seorang pesuruh radja menjampaikan titah menjuruh datang ke penghadapan, Oleh karena tiada seorang djuga di rumahnja jang dapat disuruhnja mendjaga anaknja, dipanggilnjalah tjerpelai, disuruhnja duduk dekat anak itu. Adapun tjerpelai itu sedjak ketjil telah dipeliharanja, dan kasihnja kepada hewan itu tak ubah dengan kepada anaknja sendir. Lalu dikuntjinjalah pintu, dan berdjalanlah ia mengikutkan pesuruh radja. Tidak lama sepeninggal alim itu, datanglah ketempat itu seekor ular jang bisa. Demi tjerpelai terlihat akan ular, diterkamnjalah hewan itu, digigitnjalah hingga mati. Maka merahlah mulutnja berlumuran dengan darah ular itu. Sedjurus antaranja pulanglah orang alim itu, lalu dibukanja pintu. Melihat tuannja datang, berlari-lari tjerpelai menjongsong, seakan-akan hendak memperlihatkan perbuatannja jang mulia itu, Akan tetapi demi orang alim itu melihat mulutnja merah oleh darah, terbanglah semangatnja, putjat mukanja. Sangkanja tentulah hewan itu telah membunuh anaknja. Dengan tiada berpikir pandjang lagi, diambilnja sepotong kaju, dipukulnja kepala tjerpelai itu. Hewan itupun matilah disitu djuga Kemudian masuklah alim itu ke dalam rumah. Ketika dilihatnja anaknja tidur dengan njenjaknja, dan di dekatnja ular berpotong-potong mati, teranglah kepadanja apa jang kedjadian sebenarnja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiaberdosa. Ditamparinja mukanja, ditindjunja dadanja, seraja berkata: "Wahai tjelakanja aku karena anak ini, Alangkah baiknja ia tidak djadi dilahirkan dan aku tiada berbuat dosa begini." Dalam ia mengata-ngatai dirinja itu, datanglah isterinja. "Mengapa tuan hamba menangis memukuli diri begini?" tanjanja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiada berdosa. Alim itu lalu mentjeriterakan kepada isterinja bagaimana setia tjerpelai mendjaga anaknja, dan bagaimana kedjam pembalasannja kepada hewan jang tiada berdosa itu. "Itulah buahnja pekerdjaan jang tiada dengan usul periksa", kata isterinja. Teks 2 Sial! Sial! Sial! Oleh: Beatrix Vena Maharani Pagi itu lebih gelap dari biasanya karena awan yang tebal, sehingga tidak salah kalau aku berpikir hari masih malam padahal sudah pukul setengah 7 pagi. Sial! Umpatku. Aku segera membuka kunci kamarku dan berlari kesana kemari bersiap untuk ke sekolah. Aku terus-terusan mengeluh kenapa Ibu tidak membangunkanku. la terus menjelaskan bahwa sudah membangunkanku berkali-kali, tetapi aku tetap tidak bangun. Paling hanya bualan saja, batinku. Saat aku hendak menggunakan sepatuku, ibu mengatakan bahwa ia akan memasukkan uang jajan harianku ke saku tas. "Enggak usah, taruh aja di meja makan. Aku masukkin dompet aja biar gak kemana-mana" jawabku. Roti yang dibuat ibu pun tidak sempat kumakan karena kata-kata 'terlambat' terus terngiang-ngiang di kepalaku. Sial! umpatku untuk kedua kalinya pada pagi itu. Aku baru ingat kalau Ayah pasti sudah berangkat ke kantor dari tadi. Aku harus naik apa ke sekolah? Tiba-tiba terdengar gemerincing bel. "Hei, mau ikut aku naik sepeda ke sekolah? Tapi aku mau mengantarkan donat ke rumah Pak RT dulu" ternyata itu Rara, tetanggaku yang sekaligus menjadi penjual donat di kompleks untuk bayar uang sekolah Pasti lama kalau harus mengantarkan donat dulu! Aku pun menolak ajakan Rara dan memutuskan untuk ngojek saja. Mau tidak mau, aku harus menggunakan uang jajanku hari ini hanya untuk membayar ojek. Ya ampun! Sial sekali hari ini, dimana uangku? Batinku sambil meraba-raba saku dan membuka dompet Pasti tertinggal di meja makan! Ah Ibu, kenapa tidak dimasukkan ke saku tasku saja sih? Saat itulah terdengar gemerincing bel yang kudengar sebelumnya. "Ini mas duit nya. Biar saya yang bayar Rara tiba-tiba mengulurkan uang kepada tukang ojek tersebut. "Terima kasih ya, Ra! Aku mau masuk ke kelas dulu," kataku dengan cepat sambil berlari memasuki pagar sekolah yang hampir saja ditutup. "Sama-sama! Saling peduli kepada teman kan hal yang baik!" jawab Rara setengah berteriak dan mulai mengayuh sepedanya menjauh dari daerah sekolahku. Aku tersentak. Tanpa aku sadari hari ini sudah ada 2 orang yang peduli kepadaku. Aku yang salah karena mengunci pintu kamarku sehingga Ibu tidak bisa masuk ke kamar dan membangunkanku secara langsung. Aku yang salah karena menyuruh Ibu meletakkan uang jajan harian ke meja makan padahal Ibu sudah berniat memasukkannya ke tas. Aku yang salah karena tidak memakan roti buatan Ibu, padahal bisa dimakan sembari berangkat ke sekolah. Aku yang salah karena berpikir bahwa mengantar donat memakan waktu yang lama padahal rumah Pak RT dan sekolahku searah. Aku yang salah karena telah menyalahkan orang-orang di sekitarku. Padahal, mereka peduli. Dan hari itu, bukannya aku mengucapkan terima kasih' kepada mereka, tetapi terus-terusan mengucap sial. Hari itu, bukanlah hari yang sial, tapi hari dimana aku sadar bahwa aku dikelilingi orang-orang yang masih peduli kepadaku. Sesuai dengan teks manakah pernyataan di bawah ini? Pernyataan: Ceritanya bersifat lebih realistis.

1

5.0

Jawaban terverifikasi