Sri R

25 Juli 2024 15:30

Iklan

Sri R

25 Juli 2024 15:30

Pertanyaan

Soal 3-3 Pada tanggal 31 Desember 1991, PT Selekta mempunyai data yang berhu- bungan dengan persediaan barang dagangan sebagai berikut: Persediaan, 1 Januari 100 unit @ Rp40.000,00 Pembelian selama bulan Januari 300 unit Rp42.000,00 Pembelian selama bulan Februari 500 unit @ Rp44.000,00 Pembelian selama bulan April 900 unit @Rp45.000,00 Pembelian selama bulan Juni 1.200 unit @ Rp42.000,00 Pembelian selama bulan September 700 unit @Rp46.000,00 Pembelian selama bulan November 400 unit @ Rp49.000,00 Penjualan selama tahun 1991 3.600 unit dengan total nilai penjualan Rp273.600.000,00 Jumlah biaya operasi selama tahun 1993 adalah Rp89.500.000,00 Diminta: 1. Buatlah laporan rugi-laba, apabila perusahaan menggunakan metoda periodik: a. FIFO (MPKP) b. LIFO (MTKP) c. Rata-rata tertimbang 2. Tentukan metoda mana yang menghasilkan laba bersih yang paling besar! 3. Tentukan metoda mana yang memberikan gambaran yang paling realistis untuk pelaporan di neraca! Jelaskan!

Soal 3-3

Pada tanggal 31 Desember 1991, PT Selekta mempunyai data yang berhu- bungan dengan persediaan barang dagangan sebagai berikut:

Persediaan, 1 Januari

100 unit @ Rp40.000,00

Pembelian selama bulan Januari

300 unit

Rp42.000,00

Pembelian selama bulan Februari

500 unit

@ Rp44.000,00

Pembelian selama bulan April

900 unit

@Rp45.000,00

Pembelian selama bulan Juni

1.200 unit

@ Rp42.000,00

Pembelian selama bulan September

700 unit

@Rp46.000,00

Pembelian selama bulan November

400 unit

@ Rp49.000,00

Penjualan selama tahun 1991

3.600 unit

dengan total nilai penjualan

Rp273.600.000,00

Jumlah biaya operasi selama tahun 1993 adalah Rp89.500.000,00

Diminta:

1. Buatlah laporan rugi-laba, apabila perusahaan menggunakan metoda periodik:

a. FIFO (MPKP)

b. LIFO (MTKP)

c. Rata-rata tertimbang

2. Tentukan metoda mana yang menghasilkan laba bersih yang paling besar!

3. Tentukan metoda mana yang memberikan gambaran yang paling realistis untuk pelaporan di neraca! Jelaskan!

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

10

:

26

:

01

Klaim

5

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Nanda R

Community

27 Juli 2024 08:54

Jawaban terverifikasi

<p>Untuk membuat laporan rugi-laba dan menentukan metode mana yang memberikan gambaran yang paling realistis, kita perlu menghitung biaya persediaan dan laba kotor dengan menggunakan tiga metode: FIFO (First-In, First-Out), LIFO (Last-In, First-Out), dan Rata-rata Tertimbang. Berikut adalah langkah-langkahnya:</p><p>### 1. **Perhitungan Biaya Persediaan dan Laporan Rugi-Laba**</p><p>#### a. **FIFO (First-In, First-Out)**</p><p>**FIFO** menyatakan bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.</p><p>1. **Hitung Biaya Pokok Penjualan (HPP) menggunakan FIFO:**</p><p>&nbsp; **Persediaan Awal:**<br>&nbsp; - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00</p><p>&nbsp; **Pembelian:**<br>&nbsp; - Januari: 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00<br>&nbsp; - Februari: 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00<br>&nbsp; - April: 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00<br>&nbsp; - Juni: 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00<br>&nbsp; - September: 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00<br>&nbsp; - November: 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00</p><p>&nbsp; **Total Persediaan:**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Total Unit} = 100 + 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}<br>&nbsp; \]<br>&nbsp; **Total Nilai Persediaan:**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Total Nilai} = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; **HPP dengan FIFO:**<br>&nbsp; - Penjualan: 3.600 unit</p><p>&nbsp; - Menggunakan urutan FIFO:<br>&nbsp; &nbsp; - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - Total HPP = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 = Rp 129.500.000,00</p><p>2. **Hitung Laba Kotor:**<br>&nbsp; - Penjualan: Rp273.600.000,00<br>&nbsp; - HPP (FIFO): Rp129.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Kotor** = Penjualan - HPP<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Kotor (FIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 129.500.000,00 = Rp 144.100.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Bersih (FIFO):**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Bersih (FIFO)} = Rp 144.100.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 54.600.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>#### b. **LIFO (Last-In, First-Out)**</p><p>**LIFO** menyatakan bahwa barang yang terakhir kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.</p><p>1. **Hitung HPP menggunakan LIFO:**</p><p>&nbsp; - Menggunakan urutan LIFO:<br>&nbsp; &nbsp; - 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - Total HPP = Rp 19.600.000 + Rp 32.200.000 + Rp 50.400.000 + Rp 40.500.000 + Rp 22.000.000 = Rp 164.700.000,00</p><p>2. **Hitung Laba Kotor:**<br>&nbsp; - Penjualan: Rp273.600.000,00<br>&nbsp; - HPP (LIFO): Rp164.700.000,00<br>&nbsp; - **Laba Kotor (LIFO)** = Penjualan - HPP<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Kotor (LIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 164.700.000,00 = Rp 108.900.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Bersih (LIFO):**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Bersih (LIFO)} = Rp 108.900.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 19.400.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>#### c. **Rata-rata Tertimbang**</p><p>**Metode Rata-rata Tertimbang** menghitung rata-rata tertimbang dari biaya per unit untuk menentukan HPP.</p><p>1. **Hitung Harga Rata-rata Tertimbang:**</p><p>&nbsp; - Total biaya pembelian:<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{Total Biaya} = Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00<br>&nbsp; &nbsp; \]<br>&nbsp; - Total unit pembelian:<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{Total Unit} = 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}<br>&nbsp; &nbsp; \]<br>&nbsp; - **Harga Rata-rata Tertimbang per Unit:**<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{Harga Rata-rata} = \frac{\text{Total Biaya}}{\text{Total Unit}} = \frac{Rp 181.300.000,00}{4.100} = Rp 44.000,00 \text{ per unit}<br>&nbsp; &nbsp; \]</p><p>2. **Hitung HPP dengan Rata-rata Tertimbang:**<br>&nbsp; - Penjualan: 3.600 unit @ Rp44.000,00<br>&nbsp; - **HPP Rata-rata Tertimbang:**<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{HPP} = 3.600 \text{ unit} \times Rp 44.000,00 = Rp 158.400.000,00<br>&nbsp; &nbsp; \]</p><p>3. **Hitung Laba Kotor:**<br>&nbsp; - Penjualan: Rp273.600.000,00<br>&nbsp; - HPP (Rata-rata Tertimbang): Rp158.400.000,00<br>&nbsp; - **Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)** = Penjualan - HPP<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 158.400.000,00 = Rp 115.200.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang):**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 115.200.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 25.700.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>### 2. **Metode Mana yang Menghasilkan Laba Bersih Paling Besar**</p><p>Berdasarkan perhitungan di atas:</p><p>- Laba Bersih (FIFO): Rp54.600.000,00<br>- Laba Bersih (LIFO): Rp19.400.000,00<br>- Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang): Rp25.700.000,00</p><p>**FIFO** menghasilkan laba bersih yang paling besar.</p><p>### 3. **Metode Mana yang Memberikan Gambaran Paling Realistis untuk Pelaporan di Neraca**</p><p>**FIFO** biasanya memberikan gambaran yang paling realistis dalam pelaporan neraca karena:</p><p>- **FIFO** mencerminkan nilai persediaan yang lebih mendekati harga pasar saat ini, karena barang-barang yang paling lama disimpan (yang biasanya lebih murah) sudah terjual, dan barang-barang yang lebih baru (yang biasanya lebih mahal) masih ada dalam persediaan.</p><p>**LIFO** sering kali menghasilkan nilai persediaan yang lebih rendah karena barang-barang terbaru (yang lebih mahal) telah dijual, sedangkan barang-barang lama (yang lebih murah) masih ada dalam persediaan. Ini bisa mengakibatkan nilai persediaUntuk membuat laporan rugi-laba dan menentukan metode mana yang memberikan gambaran yang paling realistis, kita perlu menghitung biaya persediaan dan laba kotor dengan menggunakan tiga metode: FIFO (First-In, First-Out), LIFO (Last-In, First-Out), dan Rata-rata Tertimbang. Berikut adalah langkah-langkahnya:</p><p>### 1. **Perhitungan Biaya Persediaan dan Laporan Rugi-Laba**</p><p>#### a. **FIFO (First-In, First-Out)**</p><p>**FIFO** menyatakan bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.</p><p>1. **Hitung Biaya Pokok Penjualan (HPP) menggunakan FIFO:**</p><p>&nbsp; **Persediaan Awal:**<br>&nbsp; - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00</p><p>&nbsp; **Pembelian:**<br>&nbsp; - Januari: 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00<br>&nbsp; - Februari: 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00<br>&nbsp; - April: 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00<br>&nbsp; - Juni: 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00<br>&nbsp; - September: 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00<br>&nbsp; - November: 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00</p><p>&nbsp; **Total Persediaan:**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Total Unit} = 100 + 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}<br>&nbsp; \]<br>&nbsp; **Total Nilai Persediaan:**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Total Nilai} = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; **HPP dengan FIFO:**<br>&nbsp; - Penjualan: 3.600 unit</p><p>&nbsp; - Menggunakan urutan FIFO:<br>&nbsp; &nbsp; - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - Total HPP = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 = Rp 129.500.000,00</p><p>2. **Hitung Laba Kotor:**<br>&nbsp; - Penjualan: Rp273.600.000,00<br>&nbsp; - HPP (FIFO): Rp129.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Kotor** = Penjualan - HPP<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Kotor (FIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 129.500.000,00 = Rp 144.100.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Bersih (FIFO):**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Bersih (FIFO)} = Rp 144.100.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 54.600.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>#### b. **LIFO (Last-In, First-Out)**</p><p>**LIFO** menyatakan bahwa barang yang terakhir kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.</p><p>1. **Hitung HPP menggunakan LIFO:**</p><p>&nbsp; - Menggunakan urutan LIFO:<br>&nbsp; &nbsp; - 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00<br>&nbsp; &nbsp; - Total HPP = Rp 19.600.000 + Rp 32.200.000 + Rp 50.400.000 + Rp 40.500.000 + Rp 22.000.000 = Rp 164.700.000,00</p><p>2. **Hitung Laba Kotor:**<br>&nbsp; - Penjualan: Rp273.600.000,00<br>&nbsp; - HPP (LIFO): Rp164.700.000,00<br>&nbsp; - **Laba Kotor (LIFO)** = Penjualan - HPP<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Kotor (LIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 164.700.000,00 = Rp 108.900.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Bersih (LIFO):**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Bersih (LIFO)} = Rp 108.900.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 19.400.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>#### c. **Rata-rata Tertimbang**</p><p>**Metode Rata-rata Tertimbang** menghitung rata-rata tertimbang dari biaya per unit untuk menentukan HPP.</p><p>1. **Hitung Harga Rata-rata Tertimbang:**</p><p>&nbsp; - Total biaya pembelian:<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{Total Biaya} = Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00<br>&nbsp; &nbsp; \]<br>&nbsp; - Total unit pembelian:<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{Total Unit} = 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}<br>&nbsp; &nbsp; \]<br>&nbsp; - **Harga Rata-rata Tertimbang per Unit:**<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{Harga Rata-rata} = \frac{\text{Total Biaya}}{\text{Total Unit}} = \frac{Rp 181.300.000,00}{4.100} = Rp 44.000,00 \text{ per unit}<br>&nbsp; &nbsp; \]</p><p>2. **Hitung HPP dengan Rata-rata Tertimbang:**<br>&nbsp; - Penjualan: 3.600 unit @ Rp44.000,00<br>&nbsp; - **HPP Rata-rata Tertimbang:**<br>&nbsp; &nbsp; \[<br>&nbsp; &nbsp; \text{HPP} = 3.600 \text{ unit} \times Rp 44.000,00 = Rp 158.400.000,00<br>&nbsp; &nbsp; \]</p><p>3. **Hitung Laba Kotor:**<br>&nbsp; - Penjualan: Rp273.600.000,00<br>&nbsp; - HPP (Rata-rata Tertimbang): Rp158.400.000,00<br>&nbsp; - **Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)** = Penjualan - HPP<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 158.400.000,00 = Rp 115.200.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>&nbsp; - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00<br>&nbsp; - **Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang):**<br>&nbsp; \[<br>&nbsp; \text{Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 115.200.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 25.700.000,00<br>&nbsp; \]</p><p>### 2. **Metode Mana yang Menghasilkan Laba Bersih Paling Besar**</p><p>Berdasarkan perhitungan di atas:</p><p>- Laba Bersih (FIFO): Rp54.600.000,00<br>- Laba Bersih (LIFO): Rp19.400.000,00<br>- Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang): Rp25.700.000,00</p><p>**FIFO** menghasilkan laba bersih yang paling besar.</p><p>### 3. **Metode Mana yang Memberikan Gambaran Paling Realistis untuk Pelaporan di Neraca**</p><p>**FIFO** biasanya memberikan gambaran yang paling realistis dalam pelaporan neraca karena:</p><p>- **FIFO** mencerminkan nilai persediaan yang lebih mendekati harga pasar saat ini, karena barang-barang yang paling lama disimpan (yang biasanya lebih murah) sudah terjual, dan barang-barang yang lebih baru (yang biasanya lebih mahal) masih ada dalam persediaan.</p><p>**LIFO** sering kali menghasilkan nilai persediaan yang lebih rendah karena barang-barang terbaru (yang lebih mahal) telah dijual, sedangkan barang-barang lama (yang lebih murah) masih ada dalam persediaan. Ini bisa mengakibatkan nilai persedia</p>

Untuk membuat laporan rugi-laba dan menentukan metode mana yang memberikan gambaran yang paling realistis, kita perlu menghitung biaya persediaan dan laba kotor dengan menggunakan tiga metode: FIFO (First-In, First-Out), LIFO (Last-In, First-Out), dan Rata-rata Tertimbang. Berikut adalah langkah-langkahnya:

### 1. **Perhitungan Biaya Persediaan dan Laporan Rugi-Laba**

#### a. **FIFO (First-In, First-Out)**

**FIFO** menyatakan bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.

1. **Hitung Biaya Pokok Penjualan (HPP) menggunakan FIFO:**

  **Persediaan Awal:**
  - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00

  **Pembelian:**
  - Januari: 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00
  - Februari: 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00
  - April: 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00
  - Juni: 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00
  - September: 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00
  - November: 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00

  **Total Persediaan:**
  \[
  \text{Total Unit} = 100 + 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}
  \]
  **Total Nilai Persediaan:**
  \[
  \text{Total Nilai} = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00
  \]

  **HPP dengan FIFO:**
  - Penjualan: 3.600 unit

  - Menggunakan urutan FIFO:
    - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00
    - 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00
    - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00
    - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00
    - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00
    - Total HPP = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 = Rp 129.500.000,00

2. **Hitung Laba Kotor:**
  - Penjualan: Rp273.600.000,00
  - HPP (FIFO): Rp129.500.000,00
  - **Laba Kotor** = Penjualan - HPP
  \[
  \text{Laba Kotor (FIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 129.500.000,00 = Rp 144.100.000,00
  \]

  - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00
  - **Laba Bersih (FIFO):**
  \[
  \text{Laba Bersih (FIFO)} = Rp 144.100.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 54.600.000,00
  \]

#### b. **LIFO (Last-In, First-Out)**

**LIFO** menyatakan bahwa barang yang terakhir kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.

1. **Hitung HPP menggunakan LIFO:**

  - Menggunakan urutan LIFO:
    - 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00
    - 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00
    - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00
    - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00
    - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00
    - Total HPP = Rp 19.600.000 + Rp 32.200.000 + Rp 50.400.000 + Rp 40.500.000 + Rp 22.000.000 = Rp 164.700.000,00

2. **Hitung Laba Kotor:**
  - Penjualan: Rp273.600.000,00
  - HPP (LIFO): Rp164.700.000,00
  - **Laba Kotor (LIFO)** = Penjualan - HPP
  \[
  \text{Laba Kotor (LIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 164.700.000,00 = Rp 108.900.000,00
  \]

  - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00
  - **Laba Bersih (LIFO):**
  \[
  \text{Laba Bersih (LIFO)} = Rp 108.900.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 19.400.000,00
  \]

#### c. **Rata-rata Tertimbang**

**Metode Rata-rata Tertimbang** menghitung rata-rata tertimbang dari biaya per unit untuk menentukan HPP.

1. **Hitung Harga Rata-rata Tertimbang:**

  - Total biaya pembelian:
    \[
    \text{Total Biaya} = Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00
    \]
  - Total unit pembelian:
    \[
    \text{Total Unit} = 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}
    \]
  - **Harga Rata-rata Tertimbang per Unit:**
    \[
    \text{Harga Rata-rata} = \frac{\text{Total Biaya}}{\text{Total Unit}} = \frac{Rp 181.300.000,00}{4.100} = Rp 44.000,00 \text{ per unit}
    \]

2. **Hitung HPP dengan Rata-rata Tertimbang:**
  - Penjualan: 3.600 unit @ Rp44.000,00
  - **HPP Rata-rata Tertimbang:**
    \[
    \text{HPP} = 3.600 \text{ unit} \times Rp 44.000,00 = Rp 158.400.000,00
    \]

3. **Hitung Laba Kotor:**
  - Penjualan: Rp273.600.000,00
  - HPP (Rata-rata Tertimbang): Rp158.400.000,00
  - **Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)** = Penjualan - HPP
  \[
  \text{Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 158.400.000,00 = Rp 115.200.000,00
  \]

  - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00
  - **Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang):**
  \[
  \text{Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 115.200.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 25.700.000,00
  \]

### 2. **Metode Mana yang Menghasilkan Laba Bersih Paling Besar**

Berdasarkan perhitungan di atas:

- Laba Bersih (FIFO): Rp54.600.000,00
- Laba Bersih (LIFO): Rp19.400.000,00
- Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang): Rp25.700.000,00

**FIFO** menghasilkan laba bersih yang paling besar.

### 3. **Metode Mana yang Memberikan Gambaran Paling Realistis untuk Pelaporan di Neraca**

**FIFO** biasanya memberikan gambaran yang paling realistis dalam pelaporan neraca karena:

- **FIFO** mencerminkan nilai persediaan yang lebih mendekati harga pasar saat ini, karena barang-barang yang paling lama disimpan (yang biasanya lebih murah) sudah terjual, dan barang-barang yang lebih baru (yang biasanya lebih mahal) masih ada dalam persediaan.

**LIFO** sering kali menghasilkan nilai persediaan yang lebih rendah karena barang-barang terbaru (yang lebih mahal) telah dijual, sedangkan barang-barang lama (yang lebih murah) masih ada dalam persediaan. Ini bisa mengakibatkan nilai persediaUntuk membuat laporan rugi-laba dan menentukan metode mana yang memberikan gambaran yang paling realistis, kita perlu menghitung biaya persediaan dan laba kotor dengan menggunakan tiga metode: FIFO (First-In, First-Out), LIFO (Last-In, First-Out), dan Rata-rata Tertimbang. Berikut adalah langkah-langkahnya:

### 1. **Perhitungan Biaya Persediaan dan Laporan Rugi-Laba**

#### a. **FIFO (First-In, First-Out)**

**FIFO** menyatakan bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.

1. **Hitung Biaya Pokok Penjualan (HPP) menggunakan FIFO:**

  **Persediaan Awal:**
  - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00

  **Pembelian:**
  - Januari: 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00
  - Februari: 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00
  - April: 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00
  - Juni: 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00
  - September: 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00
  - November: 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00

  **Total Persediaan:**
  \[
  \text{Total Unit} = 100 + 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}
  \]
  **Total Nilai Persediaan:**
  \[
  \text{Total Nilai} = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00
  \]

  **HPP dengan FIFO:**
  - Penjualan: 3.600 unit

  - Menggunakan urutan FIFO:
    - 100 unit @ Rp40.000 = Rp 4.000.000,00
    - 300 unit @ Rp42.000 = Rp 12.600.000,00
    - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00
    - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00
    - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00
    - Total HPP = Rp 4.000.000 + Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 = Rp 129.500.000,00

2. **Hitung Laba Kotor:**
  - Penjualan: Rp273.600.000,00
  - HPP (FIFO): Rp129.500.000,00
  - **Laba Kotor** = Penjualan - HPP
  \[
  \text{Laba Kotor (FIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 129.500.000,00 = Rp 144.100.000,00
  \]

  - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00
  - **Laba Bersih (FIFO):**
  \[
  \text{Laba Bersih (FIFO)} = Rp 144.100.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 54.600.000,00
  \]

#### b. **LIFO (Last-In, First-Out)**

**LIFO** menyatakan bahwa barang yang terakhir kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual.

1. **Hitung HPP menggunakan LIFO:**

  - Menggunakan urutan LIFO:
    - 400 unit @ Rp49.000 = Rp 19.600.000,00
    - 700 unit @ Rp46.000 = Rp 32.200.000,00
    - 1.200 unit @ Rp42.000 = Rp 50.400.000,00
    - 900 unit @ Rp45.000 = Rp 40.500.000,00
    - 500 unit @ Rp44.000 = Rp 22.000.000,00
    - Total HPP = Rp 19.600.000 + Rp 32.200.000 + Rp 50.400.000 + Rp 40.500.000 + Rp 22.000.000 = Rp 164.700.000,00

2. **Hitung Laba Kotor:**
  - Penjualan: Rp273.600.000,00
  - HPP (LIFO): Rp164.700.000,00
  - **Laba Kotor (LIFO)** = Penjualan - HPP
  \[
  \text{Laba Kotor (LIFO)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 164.700.000,00 = Rp 108.900.000,00
  \]

  - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00
  - **Laba Bersih (LIFO):**
  \[
  \text{Laba Bersih (LIFO)} = Rp 108.900.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 19.400.000,00
  \]

#### c. **Rata-rata Tertimbang**

**Metode Rata-rata Tertimbang** menghitung rata-rata tertimbang dari biaya per unit untuk menentukan HPP.

1. **Hitung Harga Rata-rata Tertimbang:**

  - Total biaya pembelian:
    \[
    \text{Total Biaya} = Rp 12.600.000 + Rp 22.000.000 + Rp 40.500.000 + Rp 50.400.000 + Rp 32.200.000 + Rp 19.600.000 = Rp 181.300.000,00
    \]
  - Total unit pembelian:
    \[
    \text{Total Unit} = 300 + 500 + 900 + 1.200 + 700 + 400 = 4.100 \text{ unit}
    \]
  - **Harga Rata-rata Tertimbang per Unit:**
    \[
    \text{Harga Rata-rata} = \frac{\text{Total Biaya}}{\text{Total Unit}} = \frac{Rp 181.300.000,00}{4.100} = Rp 44.000,00 \text{ per unit}
    \]

2. **Hitung HPP dengan Rata-rata Tertimbang:**
  - Penjualan: 3.600 unit @ Rp44.000,00
  - **HPP Rata-rata Tertimbang:**
    \[
    \text{HPP} = 3.600 \text{ unit} \times Rp 44.000,00 = Rp 158.400.000,00
    \]

3. **Hitung Laba Kotor:**
  - Penjualan: Rp273.600.000,00
  - HPP (Rata-rata Tertimbang): Rp158.400.000,00
  - **Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)** = Penjualan - HPP
  \[
  \text{Laba Kotor (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 273.600.000,00 - Rp 158.400.000,00 = Rp 115.200.000,00
  \]

  - Biaya Operasi: Rp 89.500.000,00
  - **Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang):**
  \[
  \text{Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang)} = Rp 115.200.000,00 - Rp 89.500.000,00 = Rp 25.700.000,00
  \]

### 2. **Metode Mana yang Menghasilkan Laba Bersih Paling Besar**

Berdasarkan perhitungan di atas:

- Laba Bersih (FIFO): Rp54.600.000,00
- Laba Bersih (LIFO): Rp19.400.000,00
- Laba Bersih (Rata-rata Tertimbang): Rp25.700.000,00

**FIFO** menghasilkan laba bersih yang paling besar.

### 3. **Metode Mana yang Memberikan Gambaran Paling Realistis untuk Pelaporan di Neraca**

**FIFO** biasanya memberikan gambaran yang paling realistis dalam pelaporan neraca karena:

- **FIFO** mencerminkan nilai persediaan yang lebih mendekati harga pasar saat ini, karena barang-barang yang paling lama disimpan (yang biasanya lebih murah) sudah terjual, dan barang-barang yang lebih baru (yang biasanya lebih mahal) masih ada dalam persediaan.

**LIFO** sering kali menghasilkan nilai persediaan yang lebih rendah karena barang-barang terbaru (yang lebih mahal) telah dijual, sedangkan barang-barang lama (yang lebih murah) masih ada dalam persediaan. Ini bisa mengakibatkan nilai persedia


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Jika dalam memasukan biaya pada harga pokok penjualan yang dicatat biayanya adalah harga pembelian barang yang terakhir, metode perhitungan harga pokok penjualan disebut metode .... a. FIFO b. rata-rata c. average d. LIFO e. rata-rata tertimbang

25

5.0

Jawaban terverifikasi

Penjualan mobil merek Honda dan Suzuki masih tertekan pada 2019. Dua pabrikan asal Jepang ini tak kuasa menahan penurunan penjualan selama Maret. Berdasarkan data penjualan Gabungan lndustri Kendaran Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada Maret 2019 tercatat penjualan mobil sebanyak 90. 1 89 unit atau turun sebesar 11,4% dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 101.797 unit. Namun jika ditinjau secara bulanan, penjualan Mobil periode Maret 2019 masih tercatat meningkat 1 0,4%. Hal itu didukung oleh kinerja penjualan sejumlah merk mobil yang juga meningkat dibanding bulan sebelumnya. Diagram 1 Nissan merupakan brand yang mencatatkan pertumbuhan penjualan bulanan yang paling gemilang, yaitu sebesar 824,78%. Total penjualan mobil Nissan pada bulan Maret 2019 adalah sebesar 3.172 unit. Tampaknya keputusan Nissan untuk bekerja sama dengan Mitsubishi untuk meluncurkan All New Livina bisa mendongkrak penjualan cukup signifikan. Seperti yang diketahui, tahun 201 9 Nissan meluncurkan All New Livina yang mana merupakan 'saudara' dari Mitsubishi Xpander. Platform dan mesin yang digunakan oleh All New Livina sama persis dengan yang digunakan oleh Xpander. Bedanya hanya pada interior dan bentuk badannya saja. Sedangkan Toyota hanya mampu tumbuh sebesar 22,5% menjadi 28.728 unit. Kabar ini tentu saja membuat Toyota dapat sedikit bernapas lega karena pada bulan lalu pertubuhan penjualan Toyota tercatat negatif 6,55%. Senada, Daihatsu pun juga mampu tumbuh sebesar 20,36% menjadi 1 9.625 unit. Pertumbuhan penjualan Daihatsu'juga tercatat lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 10.4%. Mitsubishi pun demikian dengan penjualan sebesar 13.164 unit, atau tumbuh sebesar 22,98% dibanding bulan sebelumnya. Nasib malang dialami Honda dan Suzuki yang mana keduanya mencatatkan kinerja yang lebih buruk dibanding bulan sebelumnya. Penjualan Honda sepanjang bulan Maret hanya sebesar 8.144 unit ternyata lebih rendah 23.44% dibanding bulan Februari. Suzuki lebih parah dengan penjualan yang hanya 6.291 unit pada bulan Maret, atau terkoreksi hingga 24,29% secara bulanan. Mitsubishi Fuso dan Hino yang menjual mobil-mobil angkutan berat pun juga mengalami kontraksi penjualan masing-masing sebesar 24,5% dan 1 ,9%. Jelas bukan bulan yang baik bagi penjualan alat-alat berat. Mengingat sudah mendekati pemilu. Jika dikelompokkan menjadi satu, maka total penjualan mobil yang masuk ke dalam grup PT Astra International Tbk (ASII) di bulan Maret adalah sebesar 50.607 unit atau meningkat hingga 20,5% dibanding Februari. Sebagai informasi, merk mobil yang masuk dalam grup Astra adalah: Toyota; Daihatsu; lsuzu; UD Trucks; BMW; dan Peugeot. Diagram 2 4. Berdasarkan teks di atas, merek mobil yang menjual mobil-mobil angkutan berat adalah ... A. Isuzu B. Mitsubishi Motors C. Mitsubishi Fuso D. Komatsu E. Peugeot

10

0.0

Jawaban terverifikasi

MRT, Moda Baru untuk Harapan Baru Jumat, 3 November 2017 16:40 WIB Jakarta (ANTARA News) - Boks girder terakhir telah terpasang di jalur Layang MRT di Jalan Kartini, Jakarta Selatan pada 31 Oktober Lalu. Pemasangan boks girder terakhir itu menandakan bahwa jalur Layang MRT sudah seluruhnya tersambung dari Lebak Bulus sampai Bundaran Hotel Indonesia (HI). Artinya, penantian masyarakat untuk segera menikmati moda transportasi baru di Indonesia itu tidak Lama Lagi. Direktur PT MRT Jakarta, William Sabandar, mengatakan bahwa sa at i ni progres kontruksi proyek Tahap I MRT sudah mencapai 83,07 persen, dengan rincian untuk struktur Layang sudah sampai 7 4,64 persen, sementara untuk struktur bawah tanah sebesar 91,57 persen. Total panjang jalur Layang itu sendiri, yaitu 9,8 kilometer yang akan melewati Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR). Karena itu, menurut dia, diperlukan jenis pembangunan jembatan khusus atau special bn"dge sepanjang 174,5 meter yang akan dibangun dengan menggunakan metode balance cantilever. Ia optimistis pada akhir tahun ini progres akan mencapai 90 persen, artinya target penyelesaian seluruh konstruksi Tahap I pada Juli 2018 bisa tercapai. "Target 90 person sampai akhir tahun karena kereta akan datang pada tahun depan," kata William. Terkait status pembebasan lahan di Jalan Fatmawati, yakni di area Stasiun Cipete dan Stasiun Haji Nadi, saat ini masih menunggu dokumen putusan dari kasasi Mahkamah Agung, namun pemilik lahan Rashmee Mahesh Laimalani sudah mengizinkan MRT melaksanakan kegiatan konstruksi per 20 Oktober 2017. Selain itu, pemilik lahan Heriyantomo juga sudah mengizinkan MRT melaksanakan pekerjaan per 26 Oktober 2017. Pemberian izin tersebut setidaknya memberikan ruang gerak yang lebih leluasa agar proyek Tahap I MRT bisa segera rampung. "Kami harap tanah lain bisa dieksekusi agar bisa selesai," ujarnya. "Sehingga, pekerjaan selanjutnya bisa terfokus untuk depo dan stasiun, di mana terdapat tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah." Terkait faktor keamanan dan keselamatan, Direktur Konstruksi MRT Jakarta Silvia Halim menuturkan saat ini pihaknya telah memasang pintu khusus untuk mencegah masuknya air ketika musim hujan yang berpotensi menimbulkan genangan di stasiun bawah tanah. Dari 13 stasiun, sedikitnya empat stasiun yang lokasinya dinilai lebih rendah akan dipasang empat pintu khusus tersebut. "Pintu itu berfungsi untuk mencegah air yang masuk, telah dipasang diem pat stasiun karena setelah kita cek, daerahnya lebih rendah," kata Silvia. Dia mengatakan pihaknya juga telah menyiapkan alat pemadam kebakaran serta pengajuan agar sepanjang jalur MRT menjadi kawasan objek vital guna menadapatkan pengamanan khusus untuk menangkal dari ancaman kejahatan. "Dikebut" Sebagaimana hasil pertemuan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang di Tokyo beberapa waktu lalu bahwa Pemerintah Jepang ingin proyek Tahap I MRT diakselerasi. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo, sedangkan delegasi Jepang dipimpin oleh Wakil Menteri untuk Hubungan Internasional Kementerian Tanah, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata, Hiroshi Narahira. Pemerintah Jepang menginginkan adanya akselerasi guna penerapan teknologi yang diharapkan bisa dilaksanakan sesuai target pada Desember 2017. Bukan hanya karena penerapan teknologi, melainkan juga terkait pembayaran pinjaman yang juga akan dilakukan pada Desember 2017. Investasi Proyek MRT Tahap I itu sendiri bernilai Rp16 trilliun . Menanggapi hal tersebut, Sugihardjo menyampaikan bahwa Kementerian Perhubungan sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak, namun karena adanya penyesuaian harga akibat adanya perubahan desain dan perpanjangan waktu konstruksi, maka perlu dilakukan inspeksi terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, diyakini target pembayaran bulan Desember 2017 dapat terpenuhi. Sedangkan untuk pembangunan jalur KA MRT lintas Utara-Selatan tahap II dan MRT lintas Timur-Barat, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan akselerasi. Pihak Indonesia juga menyampaikan bahwa untuk skema finansial pada pembangunan MRT lintas Utara-Selatan tahap II, pembagian antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta akan sama dengan skema MRT lintas Utara-Selatan tahap I di mana Pemerintah Pusat akan menanggung *beban sebesar 49 persen dan Pemerintah DKI Jakarta akan menanggung *beban sebesar 51 persen. Selain kerja sama bidang intrastruktur, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang juga akan bekerja sama bidang perangkat lunak yaitu terkait dengan penyiapan regulasi dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) bidang perkeretaapian khususnya untuk teknologi MRT dan LRT. Terkait hal itu, William menyebutkan pihaknya juga sudah menyiapkan SDM yang dikerahkan untuk pengoperasian MRT Jakarta, yaitu per 25 Oktober 2017 telah melatih 32 calon masinis dan 63 orang stat perawatan. "Agar Berkelanjutan" Berdasarkan Perjanjian Penyelenggaraan Prasarana Angkutan Umum Massal Kereta Api (Mass Rapid Transit) Nomor 22 Than 2017, PT MRT Jakarta telah ditunjuk sebagai penyelenggara saran yang meliputi pembangunan, pengoperasian, perawatan, pengusahaan, serta penyelenggaraan kawasan berbasis transportasi (TOD). Perjanjian Penyelenggaraan Prasarana MRT diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama 30 tahun sejak tanggal penetapan izin dan data diperpanjang untuk setiap kali waktu dengan durasi terlama 20 tahun. Menurut Komisaris MRT Jakarta yang juga menjabat sebagai Stat Ahli Bidang Teknologi, Lingkungan dan Energi Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono, dengan adanya penugasan tersebut, maka akan menciptakan persaingan usaha yang sehat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2017 tentang Perkeretaapian yang mengamanatkan salah satunya, yaitu multioperator. Pasalnya, saat ini PT Kereta Api Indonesia melalui anak perusahaannya PT KAI Communuter Indonesia sudah kewalahan menampung 1,1 juta orang setiap harinya. "Karena itu, dibutuhkan alternatit selain agar penumpang bisa beralih ke moda lain, juga perusahaan bisa lebih kompetitit, " kata Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan itu. Namun, untuk menarik penumpang beralih moda ke MRT dan mencapai target keterisian (ridership) sebanyak 173.000 orang per harinya, dibutuhkan penghitungan tarit yang sesuai. Direktur Keuangan MRT Jakarta Tuhiyat menyebutkan hitungan tarit, yaitu tidak lebih dari satu hingga 1,5 dolar AS, tau Rp13.000-Rp20.000, namun itu belum termasuk suntikan subsidi atau PSO dari Pemprov DKI Jakarta. Kalau idealnya Rp lO.OOO, artinya Pemda DKI harus memberikan PSO sekitar Rp8.000, kalau Rp12.000 subsidinya Rp6.000," katanya. Dongkrak dengan TOD Menurut, Guru Besar Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Danang Parikesit agar bisnis transportasi bisa berkelanjutan, maka suatu perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan pendapatan dari tiket. Berkaca dari pengoperasian Mass Transit Railway (MTR) Hong Kong yang dinilai salah satu yang paling sukses di Asia, karena mengembangkan k(lwasan TOD di titik-titik stasiunnya. Sebuah studi, lanjut Danang, juga menunjukkan bahwa potensi terbesar MRT adalah pada kemampuan membangun wilayah. Pada awal pengoperasian MTR Hong Kong pada 1980-1990, menunjukkan kerugian, namun seiring dengan berkembangnya pembangunan TOD di kawasan sekitar stasiun, keuntungan yang didapat dari situ meroket dalam 10 tahun dan semakin jauh melampaui laba dari perusahaannya sendiri. "Artinya, kalaupun MTR Hong Kong ini menggratiskan penumpangnya, mereka masih untung," katanya. Padahal, MTR di sana tidak disubsidi dan harga tiket antarstasiun hanya sekitar Rp2 .500, meskipun pendapatan rata-rata penduduk Hong Kong lima sampai enam kali penduduk Jakarta. "Artinya bagaimana mengembalikan investasi MRT Jakarta Rp16 trilliun itu menjadi dua kali lipatnya yaitu Rp32 triliun, salah satu caranya, yaitu dengan TOD," ujar dia. Oanang mengatakan, dengan dikembangkannya TOD, peran moda transportasi lebih dari sekadar memindahkan orang, tetapi juga mendongkrak perekonomian daerah. PT MRT Jakarta sendiri telah ditugaskan untuk mengembangkan TOD Fase I berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 140 Tahun 2017. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 182 Tahun 2012 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap 1 bahwa seluruh kawasan di sekitar stasiun MRT Jakarta Tahap 1 akan menjadi kawasan TOD. Terdapat dua rencana induk yang MRT Jakarta persiapkan, yaitu Fase I yang meliputi Dukuh Atas, Blok M-Sisingamangaraja, Koridor Fatmawati Raya (Cipete, Blok A dan Haji Nawi) dan Fatmawati. Sementara itu, untuk Fast II, di antaranya Bundara HI, Setiabudi, Bendungan Hilir dan Istora-Senayan. Diharapkan dengan hadirnya MRT, tidak hanya menjadi alternatif moda yang turut serta mengurai kemacetan Ibukota, tetapi juga mempercepat gerak roda perekonomian negara. (Oleh Juwita Trisna Rahayu, Editor: Gilang Galiartha, COPYRIGHT © ANTARA 2017) 12. Kerjakan tugas-tugas berikut ini secara mandiri! d. Identifikasi informasi-informasi yang merupakan fakta!

3

1.0

Jawaban terverifikasi

MRT, Moda Baru untuk Harapan Baru Jumat, 3 November 2017 16:40 WIB Jakarta (ANTARA News) - Boks girder terakhir telah terpasang di jalur Layang MRT di Jalan Kartini, Jakarta Selatan pada 31 Oktober Lalu. Pemasangan boks girder terakhir itu menandakan bahwa jalur Layang MRT sudah seluruhnya tersambung dari Lebak Bulus sampai Bundaran Hotel Indonesia (HI). Artinya, penantian masyarakat untuk segera menikmati moda transportasi baru di Indonesia itu tidak Lama Lagi. Direktur PT MRT Jakarta, William Sabandar, mengatakan bahwa sa at i ni progres kontruksi proyek Tahap I MRT sudah mencapai 83,07 persen, dengan rincian untuk struktur Layang sudah sampai 7 4,64 persen, sementara untuk struktur bawah tanah sebesar 91,57 persen. Total panjang jalur Layang itu sendiri, yaitu 9,8 kilometer yang akan melewati Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR). Karena itu, menurut dia, diperlukan jenis pembangunan jembatan khusus atau special bridge sepanjang 174,5 meter yang akan dibangun dengan menggunakan metode balance cantilever. Ia optimistis pada akhir tahun ini progres akan mencapai 90 persen, artinya target penyelesaian seluruh konstruksi Tahap I pada Juli 2018 bisa tercapai. "Target 90 person sampai akhir tahun karena kereta akan datang pada tahun depan," kata William. Terkait status pembebasan lahan di Jalan Fatmawati, yakni di area Stasiun Cipete dan Stasiun Haji Nadi, saat ini masih menunggu dokumen putusan dari kasasi Mahkamah Agung, namun pemilik lahan Rashmee Mahesh Laimalani sudah mengizinkan MRT melaksanakan kegiatan konstruksi per 20 Oktober 2017. Selain itu, pemilik lahan Heriyantomo juga sudah mengizinkan MRT melaksanakan pekerjaan per 26 Oktober 2017. Pemberian izin tersebut setidaknya memberikan ruang gerak yang lebih leluasa agar proyek Tahap I MRT bisa segera rampung. "Kami harap tanah lain bisa dieksekusi agar bisa selesai," ujarnya. "Sehingga, pekerjaan selanjutnya bisa terfokus untuk depo dan stasiun, di mana terdapat tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah." Terkait faktor keamanan dan keselamatan, Direktur Konstruksi MRT Jakarta Silvia Halim menuturkan saat ini pihaknya telah memasang pintu khusus untuk mencegah masuknya air ketika musim hujan yang berpotensi menimbulkan genangan di stasiun bawah tanah. Dari 13 stasiun, sedikitnya empat stasiun yang lokasinya dinilai lebih rendah akan dipasang empat pintu khusus tersebut. "Pintu itu berfungsi untuk mencegah air yang masuk, telah dipasang diem pat stasiun karena setelah kita cek, daerahnya lebih rendah," kata Silvia. Dia mengatakan pihaknya juga telah menyiapkan alat pemadam kebakaran serta pengajuan agar sepanjang jalur MRT menjadi kawasan objek vital guna menadapatkan pengamanan khusus untuk menangkal dari ancaman kejahatan. "Dikebut" Sebagaimana hasil pertemuan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang di Tokyo beberapa waktu lalu bahwa Pemerintah Jepang ingin proyek Tahap I MRT diakselerasi. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo, sedangkan delegasi Jepang dipimpin oleh Wakil Menteri untuk Hubungan Internasional Kementerian Tanah, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata, Hiroshi Narahira. Pemerintah Jepang menginginkan adanya akselerasi guna penerapan teknologi yang diharapkan bisa dilaksanakan sesuai target pada Desember 2017. Bukan hanya karena penerapan teknologi, melainkan juga terkait pembayaran pinjaman yang juga akan dilakukan pada Desember 2017. Investasi Proyek MRT Tahap I itu sendiri bernilai Rp16 trilliun . Menanggapi hal tersebut, Sugihardjo menyampaikan bahwa Kementerian Perhubungan sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak, namun karena adanya penyesuaian harga akibat adanya perubahan desain dan perpanjangan waktu konstruksi, maka perlu dilakukan inspeksi terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, diyakini target pembayaran bulan Desember 2017 dapat terpenuhi. Sedangkan untuk pembangunan jalur KA MRT lintas Utara-Selatan tahap II dan MRT lintas Timur-Barat, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan akselerasi. Pihak Indonesia juga menyampaikan bahwa untuk skema finansial pada pembangunan MRT lintas Utara-Selatan tahap II, pembagian antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta akan sama dengan skema MRT lintas Utara-Selatan tahap I di mana Pemerintah Pusat akan menanggung *beban sebesar 49 persen dan Pemerintah DKI Jakarta akan menanggung *beban sebesar 51 persen. Selain kerja sama bidang intrastruktur, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang juga akan bekerja sama bidang perangkat lunak yaitu terkait dengan penyiapan regulasi dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) bidang perkeretaapian khususnya untuk teknologi MRT dan LRT. Terkait hal itu, William menyebutkan pihaknya juga sudah menyiapkan SDM yang dikerahkan untuk pengoperasian MRT Jakarta, yaitu per 25 Oktober 2017 telah melatih 32 calon masinis dan 63 orang stat perawatan. "Agar Berkelanjutan" Berdasarkan Perjanjian Penyelenggaraan Prasarana Angkutan Umum Massal Kereta Api (Mass Rapid Transit) Nomor 22 Than 2017, PT MRT Jakarta telah ditunjuk sebagai penyelenggara saran yang meliputi pembangunan, pengoperasian, perawatan, pengusahaan, serta penyelenggaraan kawasan berbasis transportasi (TOD). Perjanjian Penyelenggaraan Prasarana MRT diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selama 30 tahun sejak tanggal penetapan izin dan data diperpanjang untuk setiap kali waktu dengan durasi terlama 20 tahun. Menurut Komisaris MRT Jakarta yang juga menjabat sebagai Stat Ahli Bidang Teknologi, Lingkungan dan Energi Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono, dengan adanya penugasan tersebut, maka akan menciptakan persaingan usaha yang sehat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2017 tentang Perkeretaapian yang mengamanatkan salah satunya, yaitu multioperator. Pasalnya, saat ini PT Kereta Api Indonesia melalui anak perusahaannya PT KAI Communuter Indonesia sudah kewalahan menampung 1,1 juta orang setiap harinya. "Karena itu, dibutuhkan alternatit selain agar penumpang bisa beralih ke moda lain, juga perusahaan bisa lebih kompetitit, " kata Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan itu. Namun, untuk menarik penumpang beralih moda ke MRT dan mencapai target keterisian (ridership) sebanyak 173.000 orang per harinya, dibutuhkan penghitungan tarit yang sesuai. Direktur Keuangan MRT Jakarta Tuhiyat menyebutkan hitungan tarif, yaitu tidak lebih dari satu hingga 1,5 dolar AS, tau Rp13.000-Rp20.000, namun itu belum termasuk suntikan subsidi atau PSO dari Pemprov DKI Jakarta. Kalau idealnya Rp lO.OOO, artinya Pemda DKI harus memberikan PSO sekitar Rp8.000, kalau Rp12.000 subsidinya Rp6.000," katanya. Dongkrak dengan TOD Menurut, Guru Besar Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Danang Parikesit agar bisnis transportasi bisa berkelanjutan, maka suatu perusahaan tidak bisa hanya mengandalkan pendapatan dari tiket. Berkaca dari pengoperasian Mass Transit Railway (MTR) Hong Kong yang dinilai salah satu yang paling sukses di Asia, karena mengembangkan k(lwasan TOD di titik-titik stasiunnya. Sebuah studi, lanjut Danang, juga menunjukkan bahwa potensi terbesar MRT adalah pada kemampuan membangun wilayah. Pada awal pengoperasian MTR Hong Kong pada 1980-1990, menunjukkan kerugian, namun seiring dengan berkembangnya pembangunan TOD di kawasan sekitar stasiun, keuntungan yang didapat dari situ meroket dalam 10 tahun dan semakin jauh melampaui laba dari perusahaannya sendiri. "Artinya, kalaupun MTR Hong Kong ini menggratiskan penumpangnya, mereka masih untung," katanya. Padahal, MTR di sana tidak disubsidi dan harga tiket antarstasiun hanya sekitar Rp2 .500, meskipun pendapatan rata-rata penduduk Hong Kong lima sampai enam kali penduduk Jakarta. "Artinya bagaimana mengembalikan investasi MRT Jakarta Rp16 trilliun itu menjadi dua kali lipatnya yaitu Rp32 triliun, salah satu caranya, yaitu dengan TOD," ujar dia. Oanang mengatakan, dengan dikembangkannya TOD, peran moda transportasi lebih dari sekadar memindahkan orang, tetapi juga mendongkrak perekonomian daerah. PT MRT Jakarta sendiri telah ditugaskan untuk mengembangkan TOD Fase I berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 140 Tahun 2017. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 182 Tahun 2012 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pengembangan Koridor MRT Jakarta Tahap 1 bahwa seluruh kawasan di sekitar stasiun MRT Jakarta Tahap 1 akan menjadi kawasan TOD. Terdapat dua rencana induk yang MRT Jakarta persiapkan, yaitu Fase I yang meliputi Dukuh Atas, Blok M-Sisingamangaraja, Koridor Fatmawati Raya (Cipete, Blok A dan Haji Nawi) dan Fatmawati. Sementara itu, untuk Fast II, di antaranya Bundara HI, Setiabudi, Bendungan Hilir dan Istora-Senayan. Diharapkan dengan hadirnya MRT, tidak hanya menjadi alternatif moda yang turut serta mengurai kemacetan Ibukota, tetapi juga mempercepat gerak roda perekonomian negara. (Oleh Juwita Trisna Rahayu, Editor: Gilang Galiartha, COPYRIGHT © ANTARA 2017) 12. Kerjakan tugas-tugas berikut ini secara mandiri! b. Identifikasi permasalahan yang mendasari penulisan artikel tersebut!

6

0.0

Jawaban terverifikasi