Hilya H

31 Januari 2024 13:43

Iklan

Hilya H

31 Januari 2024 13:43

Pertanyaan

Seorang siswa sedang berjalan di pantai dan menemukan suatu spesies dengan ciri-ciri sebagai berikut : ❑ Tubuhnya memiliki lima lengan ❑ Permukaan tubuh atas tertutup duri-duri tumpul ❑ Tubuh berwarna biru ❑ Tubuh terdiri atas kalsium karbonat atau ossicels ❑ Bagian an us terletak pada bagian atas dan mulut terletak pada bagian bawah Hewan yang dimaksud adalah …. A. Bintang laut B. Kerang C. Cumi-cumi D. Kepiting

Seorang siswa sedang berjalan di pantai dan menemukan suatu spesies dengan ciri-ciri sebagai berikut :
❑ Tubuhnya memiliki lima lengan
❑ Permukaan tubuh atas tertutup duri-duri tumpul
❑ Tubuh berwarna biru
❑ Tubuh terdiri atas kalsium karbonat atau ossicels
❑ Bagian an us terletak pada bagian atas dan mulut terletak pada bagian bawah
Hewan yang dimaksud adalah ….
A. Bintang laut
B. Kerang
C. Cumi-cumi
D. Kepiting

8 dari 10 siswa nilainya naik

dengan paket belajar pilihan

Habis dalam

00

:

23

:

40

:

08

Klaim

5

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Dela A

Community

31 Januari 2024 13:52

Jawaban terverifikasi

<p>Jawaban : A<br>Pembahasan :&nbsp;<br>Hewan yang dimaksud ciri-ciri diatas adalah hewan bintang laut yang berasal dari&nbsp;<br>kingdom animalia. Bintang laut merupakan hewan yang termasuk kedalam filum&nbsp;<br>echinodermata dengan ciri khas hewan ini adalah tubuhnya memiliki lima lengan dan&nbsp;<br>bagian a nus terletak pada bagian atas sedangkan bagian mulut terletak pada bagian&nbsp;<br>bawah. Dengan demikian jawaban adalah A.</p>

Jawaban : A
Pembahasan : 
Hewan yang dimaksud ciri-ciri diatas adalah hewan bintang laut yang berasal dari 
kingdom animalia. Bintang laut merupakan hewan yang termasuk kedalam filum 
echinodermata dengan ciri khas hewan ini adalah tubuhnya memiliki lima lengan dan 
bagian a nus terletak pada bagian atas sedangkan bagian mulut terletak pada bagian 
bawah. Dengan demikian jawaban adalah A.


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Kisah Seorang Nelayan dan Kehidupan di Desa Desa kecil ini terletak di Semenanjung Minahasa Selatan. Desa ini menyimpan begitu banyak memori dalam benak orang-orang yang pernah berdiam di desa tersebut dalam kurun waktu yang relatif Iama, seperti saya. Begitu juga bagi mereka yang baru mengunjunginya meski hanya sebentar. Desa itu dinamai Lopana. Sore itu, saya tiba dari Amerika dengan satu keinginan kuat yang tak tertahankan lagi, yaitu untuk kembali mengunjungi desa tempat ibu saya dilahirkan, Lopana. Dari Kota Manado, saya memerlukan waktu 45 menit hingga 1 jam untuk sampai di Lopana. Itu tentu kalau jalanan tidak macet. Perjalanan menuju Lopana memang selalu mendebarkan. Kita harus melewati jalanan panjang nan berliku. Di beberapa Iokasi, terlihat jurang yang sangat dalam, bukit yang begitu tinggi, dan lereng yang amat terjal berkelok-kelok. Pohon kelapa (nyiur melambai) terlihat mendominasi tanaman di sepanjang jalan. Kalau ke Desa Sonder didominasi tanaman cengkih maka ke Lopana pohon kelapalah rajanya. Saya sangat menikmati perjalanan itu walaupun cuaca tak terlalu mendukung. Mendung dan gerimis. Ini menjadikan pemandangan mata saya terbatas dan kamera pun lebih banyak diistirahatkan saja. Tiga puluh menit perjalanan, kita sudah sampai di sekitar Desa Matani. Di desa ini. jalanan mulai lurus dan tak terlihat satu kelokan sekalipun. Di sebelah kanan jalan terlihat hamparan tanaman padi yang begitu luas. Konon, di tempat inilah letak Bandara Samratutangi akan dipindahkan. Desa Tumpaan adalah desa berkutnya setelah Matani. Setelah Tumpaan. baru sampailah kita di Desa Lopana. Tujuan saya berlibur kali ini adalah untuk menghilangkan kepenatan hidup dan sibuknya suasana perkotaan. Edy Sang Nelayan dl Lopana Mayoritas penduduk Lopana memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Hal ini dikarenakan desanya berada tepat di tepi pantai. Memasuki Desa Lopana, bila kita datang dari arah Manado. terlihat sangat jelas kekontrasannya. Di sebelah kiri jalan tampak jelas daerah perbukitan dan perkebunan. tempatnya bagi para petani. Sementara itu, di sebelah kanan jalan terlihat laut membiru yang begitu dekat. Indah tempatnya para nelayan bekerja demi sesuap nasi. Demi hidup keluarga serta pendidikan anak-anak. Ada seorang lelaki paruh baya. sebut saja namanya Edy, orang yang menemani saya selama didesa itu. Dari Edy saya mendapat banyak centa tentang kehidupan di Desa Lopana masa kini. la sendki adalah salah satu contoh warga desa yang senantiasa berharap suatu ketika nanti, hidup dan kehidupan mereka akan lebih baik lagi. Kesejahteraan hidup akan meningkat walau beberapa saja. Edy sekarang bekerja sebagai seorang nelayan. Tadinya ia adalah seorang petani. la menanam rica (rawit). Tetapi, pengolahan lahan tanaman rawitnya masih sangat sederhana. la menyiram rawit yang ia tanam dengan menimba ai di sumur dengan bermodalkan dua buah ember. Bayangkan saja, berapa puluh kali ia harus botak-balik menimba air tersebut untuk menyirami seluruh tanaman rawit miliknya di kala musim kemarau tiba. Bahkan. jarak antara sumur dan lahan rawitnya lumayan jauh. Nah, setelah cukup gagal dengan bercocok tanam rawit ia alih profesi menjadi 'kuli panjar. Ya, ia mencari nafkah dengan memanjat pohon kelapa milik para petani kelapa besar dan menerima upah harian. Namun sayangnya, usia Edy tidaklah muda terus. Kini ia bertambah tua, dengan sendirinya staminanya juga sudah mulai berk urang. Tenaganya tidak sekuat dahulu lagi. "Sekarang kita so tako ja nae pohong kalapa tinggi (sekarang saya sudah takut memanjat pohon kelapa yang tinggi); demikianlah ia bertutur ketika saya tanya kenapa tidak lagi themanjat pohon kelapa. la mengakui bahwa usianya tidak muda lagi dan itu membuatnya takut berada di ketinggian. Banyak hal yang membuatnya harus berpikir panjang merrpertahankan profesi 'kuli panjar-nya itu. Menyiasati kehilangan pekerjaan, Edy pun secara kreatif berpindah lokasi. Kini seluruh upaya penghidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia gantungkan dad profesi barunya. Menjadi nelayan. Bermodalkan sebuah perahu sema-sema dan sebuah perahu motor pinjaman, ia kini sudah beralih dari petani, kuli, kemudian menjadi nelayan. Setiap subuh ia sudah keluar rumah. Baru kembali setelah mentari sudah mulai memasuki peraduannya. Kadang kala, ia keluar rumah melaut pada sore menjelang malam dan baru kembali menjelang subuh. Tak menentu. Tergantung musim dan keadaan, juga tergantung kesehatan tubuhnya yang tentu saja semakin menua. Menurut Edy, sudah setahun lebih ia menjadi seorang nelayan. Sebuah pekenaan yang ia yakini amat mulia. Benar. Hasil ikan yang ia dapatkan setiap hari memberi hidup bagi keluarganya dan memen uhi kebutuhan pasar ikan di lopana. yang dengan sendirinya tentu saja memberi hidup bagi warga Lopana lainnya. Tak pelak lagi. ia menekuni peiterjaannya itu dengan motivasi tinggi dan penuh ucapan syukur. Sore itu, dengan tubuh yang hanya dibalut celana pendek dan kaos tanpa lengan, Edy mengajak saya menuju pantai. Tubuhnya tedihat masih kekar. dengan kulit yang semakin berwarna cokelat karena dibakar terik matahari terus-menerus. Hari itu ia sengaja mengambil 'cuti melaut' demi menemani saya mengeliingi kampung. Kami berjalan beriringan di tepian pantai. la menjelaskan panjang lebarbahwa banyak sekak warga kamputg yang terus berganti profesi seiring dengan tuntutan hidup yang semakin menggila. Harga-harga naik tak menentu. Saya juga melihat di beberapa lokasi pinggir pantai ada banyak gerobak sapi diparkir di sana. Bahkan. ada truk-truk berukuran besar. Melihat mata saya memandang penuh tanda Tanya, sebelum perta nyaan keluar dari mulut saya. Edy sudah terlebia dahulu menjelaskan. "Oh iyo, skarang dorang so ganti profesi menjadi penjual paser (Iya, sekarang mereka-mereka itu sudah ganti profesi menjadi penjual pasir)." Ternyata meletusnya Gunung Soputan beberapa tahun yang lalu memben rezekiterserwan bagi warga sekitar. Banyak sekati pasir gunung yang hanyut melalui sungai menuju pantai. Di sana, pasir-pasir itu menumpuk. Warga pun menjadikannya sebagai 'proyek sementara'. Setiap hari ada saja warga yang bolak-balik dengan gerobak maupun mobil untuk mengambi pasir-pasir tersebut danakan menjualnya lagi. Menunitnya, hasi darijualan pasir lebih banyak daripada beroocok tanam kecil-kecilan. Makanya jangan heran kalau ada banyak orang yang mengangkut pasir di tepian Pantai Lopana. KeNdupan Tolong-menolong di Kampung Ternyata. centa tentang betapa kuatnya ikatan tolong-menolong di Desa Lopana bukan isapan jempol semata. Hampir di setiap rumah yang saya singgahi kala itu. saya akan terus-menerus ditawari makanan. Entah itu makanan berat.seperti nasi dan lauk-pauknya, juga makanan ringan sejenis kue-kue khas Lopana. Tawaran mereka bukan sekadar basa-basi. Kalau menawarkan sesuatu, pasti sesuatunya itu ada, bukan hanya 6 mulut. Satu hal yang pasti, tanpa memandang itu keluarga cukup berada atau yang miskin sekalipun, mereka akan tetap menawari Anda makan bila singgah di rumah mereka. Apa pun itu. Di mata mereka, tamuadatah seseorang yang mesti ditayani sebak mungkin. "Torang nyanda mungkin mo kaseh biar... malu torang kalu nyanda kaseh apa-apa,” demikian seorang ibu tua bilang ke saya. Artinya. Kita tidak mungkin untuk tidak melayani tamu matu kita sebagai tuan rumah kalau tidak memberikan apa-apa. Ada lagi kebiasaan menoolok lainnya yang semakin membuka mata saya. Di desa seperti ini, tingkat kekeluargaan dan persaudaraan masih begitu diperhitungkan. Ambil contoh, dalam kehidupan mereka masih ada istilah 'pinjam api’ atau ‘minta bara'. Tetangga lain yang memilikinya pasti akan memberikan dengan senang hati. Artinya, mereka masih sangat suka menolong dan sangat senang memberi. Tetangga yang lidak punya api di dodika (tungku perapian). mereka dapat memintanya ke tetangga sebetah tanpa perlu takut akan diomeli dan dimarahi. Memberi kehidupan bagi mereka adalah seperti membagikan berkat. Berkat yang dibagkan pasti akan mendatangkan kebahagiaan melimpah. Hal itu karena kebahagiaan yang tidak dibagikan ke orang lain, ke tetangga sebelah. ke siapa pun d luar sana misalnya, ku bukanlah kebahagiaan yang sejati. Dari kehidupan di Desa Lopana, saya belajar banyak hal. Mulai dari semangat juang yang amat tinggi dalam mencari kehidupan. daya juang yang tidak main-main, misalnya dari kisah seorang Edy, sampai kepada keluasan hati untuk memberi dan menolong sesama dariwarga Lopana. Dua minggu di sana. seakan-akan saya mendapati kembali apa artinya hidup dan menghidupkan orang lain (sesama kita). Sepertinya saya menemukan kembali 'rasa' yang sulit atau mungkin tidak pernah lagi saya jumpai di kota besar. Namun, kemesraan itu temyata harus cepat berlalu. Dua minggu liburan sudah usai. Kaki ini harus kembali meninggalkan jalan sunyi pedesaan menuju jalan ramai perkotaan. Tetapi, semua kenangan indah itu pasti akan seialu membekas di hati ini. Semoga mata air kehidupan pedesaan itu dapat saya bawa ke kota besar tempat saya tinggal. Meskipun hari-hari ini semakin terlihat bahwa nilai tulus persaudaraan dan kemanusiaan, serta nilai-nilai kepedulian sudah mulai memudar, saya masih akan tetap untuk terus berharap serta percaya bahwa nitai-nilai itu tetap ada di hati orang-orang dekat saya. di lingkungan saya. bahkan di hati pemimpin-pemimpin negeri ini. Semoga. Sumber: Michael Sendow dalam https://www.kompasiana.com 5. Apa saja nilai-nilai yang telah memudar di perkotaan?

1

0.0

Jawaban terverifikasi

Malin Kundang Pada zaman dahulu, di pesisir pantai di Sumatra Barat, hiduplah seorang *janda bernama Mande Rubayah bersama seorang anak laki-lakinya Bernama Malin Kundang. Mande Rubayah sangat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. *Sepeninggal ayah Malin, Mande Rubayah harus mencari nafkah untuk membiayai hidup dirinya dan Malin, anak semata wayangnya. Malin adalah anak yang cerdas, tetapi agak nakal. Saat Malin kecil, ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari, saat Malin sedang asyik mengejar ayam, ia tersandung batu dan terjatuh. Akibatnya, lengan kanan Malin terluka dan menyisakan bekas yang tidak bisa hilang. Melihat ibunya banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya, Malin merasa kasihan. Muncul dorongan dalam diri Malin untuk membantu ibunya. Akhirnya, Malin memutuskan untuk pergi merantau dan berjanji akan kembali apabila dirinya sudah menjadi orang yang kaya raya. Pada awalnya, Mande Rubayah tidak setuju dengan keputusan Malin untuk pergi merantau. Namun, karena Malin tetap bersikeras, Mande Rubayah pun akhirnya rela melepas anaknya pergi. Malin pergi merantau dengan menumpang di kapal milik seorang saudagar. Selama perjalanannya di kapal itu, Malin banyak belajar ilmu pelayaran kepada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Saat sampai di tengah perjalanan, kapal yang ditumpangi Malin Kundang tiba-tiba diserang bajak laut. Semua barang dagangan di kapal itu pun habis dirampas bajak laut. Bahkan, sebagian besar awak kapal terluka dan beberapa orang *meninggal karena *terbunuh. Malin Kundang selamat karena saat bajak laut menyerang, ia sempat bersembunyi di ruang kecil yang tertutup kayu. Malin Kundang pun terkatung-katung di tengah laut hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Tubuhnya lemas karena dirinya tidak makan selama berhari-hari. Dengan sisa tenaga dalam tubuhnya, Malin kemudian berjalan menuju ke desa dekat pantai. Beruntungnya Malin karena desa yang ia datangi adalah desa yang sangat subur. Dengan kecerdasan dan kegigihannya, Malin pun menjadi orang kaya raya setelah lama tinggal di desa itu. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang tidak sedikit. Ia pun mempersunting seorang gadis cantik di desa itu untuk menjadi istrinya. Kabar tentang Malin Kundang yang telah menjadi orang sukses dan telah menikah sampai juga ke telinga Mande Rubayah. Ia merasa sangat bersyukur dan turut bahagia mengetahui anaknya telah berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi orang sukses. Sejak itulah, Mande Rubayah pergi setiap hari ke dermaga menantikan Malin yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan didampingi pengawal dan awak kapal yang banyak. Mande Rubayah yang melihat kapal itu ke dermaga meyakini bahwa dua orang yang berdiri di atas geladak kapal adalah anak dan menantunya. Mande Rubayah pun bergegas ke arah kapal. Setelah mendekat, ia melihat bekas luka di lengan kanan orang tersebut. Semakin yakinlah Mande Rubayah bahwa orang itu adalah anaknya, Malin Kundang. "Malin, anakku, mengapa engkau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar kepada ibu?" kata Mande Rubayah sembari memeluk Malin. Melihat wanita tua yang berpakaian kotor dan lusuh memeluknya membuat Malin marah. Malin sebenarnya tahu bahwa wanita tua itu adalah ibunya, tetapi ia malu hal tersebut diketahui istri dan anak buahnya. Setelah mendapat perlakuan tersebut, Mande Rubayah pun sakit hati dan kecewa dengan perilaku anaknya. Ia tidak menyangka, kesuksesan yang diperoleh Malin membuat dirinya menjadi anak durhaka. Ia pun berdoa dengan hatinya yang pilu, "Oh, Tuhan, jika memang dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya. Namun, jika memang dia anakku, Malin Kundang, hukumlah dia, Tuhan." Tak lama kemudian, cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi gelap. Hujan turun dengan lebatnya. Tiba-tiba, datanglah badai besar menghantam kapal Malin Kundang. Sambaran petir pun menggelegar. Saat itu pula, kapal Malin hancur berkeping-keping terbawa ombak hingga ke pantai. Esok paginya, badai pun reda. Tampak kepingan kapal yang telah menjadi batu di kaki bukit. ltulah kapal Malin Kundang. Tampak pula sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. ltulah Malin Kundang, anak durhaka yang mendapat kutukan dari ibunya. Sampai sekarang, batu yang dipercaya dari tubuh Malin Kundang dapat dilihat di sebuah pantai bernama Pantai Air Manis yang terletak di Padang, Sumatra Barat. Tentukanlah apakah pernyataan berikut sesuai dengan isi cerita "Malin Kundang". 1. Dalam cerita " Malin Kundang", tokoh Malin paling banyak diceritakan.

6

0.0

Jawaban terverifikasi

Bacalah cerpen berikut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan tepat. SECARIK SURAT Dalam sebuah perang besar-besaran yang tidak sempat dicatat oleh sejarah, seorang prajurit berpangkat paling rendah dengan tidak diduga tiba-tiba mendapat panggilan dari jenderal peperangan yang tertinggi. Tergopoh-gopoh prajurit itu menemui jenderal yang selama hidupnya belum pernah dilihat, tetapi sudah sering didengar nama dan keistimewaannya melalui cerita dari mulut ke mulut dan kuping ke kuping. Sebagaimana layaknya seorang bawahan yang paling rendah bertemu dengan seorang atasan yang paling tinggi dan sangat dihormati dan dikagumi, maka prajurit itu pun memberi hormat yang berlebih-lebihan sehingga untuk sekilas, jenderal tertinggi yang terlalu sering menerima sanjungan itu merasa kurang senang. Namun, seperti telah dinasihatkan oleh stafnya, maka jenderal itu pun segera terkesan oleh daya tarik prajurit yang kabarnya setia, terpercaya, dan cakap itu. Ketika prajurit itu melepas topinya yang tentu saja dilakukan atas perintah jenderal tertinggi itu, tampaklah rambutnya yang berombak mengilat, matanya yang hitam menyalakan sinar syahdu, hidungnya yang mancung seperti hidung jenderal itu sendiri, bibirnya yang indah, dan sorot wajahnya yang mengagumkan. Apalagi ketika prajurit terendah itu tersenyum yang tentu saja dilakukannya atas perintah jenderal tertinggi itu, amat memesona senyumnya. "Hai, Prajurit, untuk apakah kau ikut perang?" kata jenderal. "Tidak tahu, Jenderal," kata prajurit. "Saya kira karena dalam keadaan seperti ini mencari pekerjaan yang paling mudah adalah mencari pekerjaan sebagai prajurit. Lagi pula, saya masih muda dan merasa senang mendapat kesempatan untuk memanggul senapan dan sekali tempo menembakkan senapan untuk menunjukkan bahwa saya betul-betul jantan." "Tidakkah kau tahu bahwa perang ini dapatmenghancurkan seluruh umat manusia, Prajurit?" kata jenderal tertinggi. "Begitulah kata orang, Jenderal," kata prajurit terendah, "Tapi apakah itu urusan saya? Urusan saya adalah senang-senang dalam berperang, menembak musuh, memukuli musuh." "Tidakkah kau takut tertembak, cacat, mati, atau tersiksa bila engkau tertangkap musuh?" "Saya kira, saya masih muda, Jenderal," kata prajurit terendah. "Kesempatan untuk celaka semacam itu selalu dapat saya hindari. " "Dan, kalau kau menjadi tua dan perang belum juga selesai, bagaimana, Prajurit?" kata jenderal tertinggi. "Saya akan keluar menjadi prajurit, Jenderal," kata prajurit terendah. " Tidakkah kau tahu bahwa orang-orang yang tidak menjadi prajurit pun banyak yang hidup konyol dan mati konyol?" "Itu belum pernah saya pikirkan, Jenderal," kata prajurit terendah. Seseorang yang tidak dikenal oleh prajurit terendah itu masuk tergopohgopoh, lalu memberi hormat kepadajenderal tertinggi itu tergopoh-gopoh. Orang-orang lain berdiri, memagari jenderal tertinggi, lalu beberapa orang membisikkan kata-kata yang tidak dapat ditangkap oleh prajurit terendah. Jenderal yang paling tinggi itu berdiri, diikuti oleh yang lain-lain, lalu bergegas meninggalkan ruangan. Tinggallah prajurit yang paling rendah itu sendirian di dalam ruangan yang besar dan mewah itu. Perasaan kagum akan ruangan itu timbul pada diri prajurit terendah itu yang tidak pernah membayangkan bahwa di dunia ada ruangan sehebat ruangan itu. Begitu terkesiapnya prajurit itu sehingga jenderal tertinggi dan stafnya masuk, prajurit itu masih memandangi lukisan indah mengenai pertempuran sangkur yang terpacak di tembok. "Hai, Prajurit," kata jenderal tertinggi. Prajurit terendah itu terperanjat, lalu memberi hormat dengan cara yang berlebih-lebihan pula. "Perang dapat memusnahkan seluruh kita, Prajurit," kata jenderal tertinggi, "Dan sekarang, perhubungan putus. Sampaikanlah surat ini kepada perwira di ajang pertempuran di sebelah sana." Prajurit terendah menerima surat ini dengan hormat yang berlebih-lebihan. "Kalau kau berhasil menyampaikan surat ini, akan berhentilah perang ini dan akan hiduplah semua kita," kata jenderal tertinggi. "Kalau tidak, sebaliknyalah yang terjadi." Dengan dikawal oleh beberapa orang, prajurit itu meninggalkan markas jenderal tertinggi itu menuju ujung pertempuran. Para pengantar merasa kagum akan kecekatan dan keberanian prajurit yang masih muda itu. Barulah prajurit itu dilepas sendirian ketika memasuki mulut daerah musuh. Tugas prajurit itu adalah menyelundup di daerah musuh untuk mencapai perwira teman yang berada di ajang sana untuk menyampaikan surat yang katanya sangat penting. Maka, berjalanlah serdadu itu hatihati. Sementara itu, tembakan-tembakan pun menggencar di sana sini. Matahari mulai tenggelam dan langit mulai kemerah-merahan. Prajurit yang sehat itu berjalan terus dengan hati-hati. Ketika langit telah menjadi gelap karena matahari telah tenggelam, mata prajurit itu tertarik pada cahaya di langit. Peluru-peluru besar yang melesat-lesat di langit sana sangat indah dan memesonakan hati prajurit yang senang keindahan itu. prajurit itu menelentangkan tubuh di atas sana. Dan, ketika dengan sengaja prajurit itu menggaruk-garuk tubuhnya yang terasa gatal, tersentuhlah surat dari jenderal tertinggi yang disimpan di lipatan celananya. Dan, ketika prajurit itu melihat tubuhnya, sadarlah prajurit itu bahwa tubuhnya menjadi terang pada malam hari itu karena kilatan-kilatan yang berseliweran di langit sana. Alangkah indah warna bajunya. Baju hijau yang sudah diganti dengan hitam itu tampak indah tertimpa cahaya yang berwarna-warna yang datang dari atas sana. Dan, prajurit yang sekarang hanya bersenjata pisau lipat kecil itu merogoh saku celananya untuk mengambil pisau itu. Pisau yang sebetulnya tidak indah itu pun tampak indah tertimpa cahaya berwarna-warna dari atas sana. Maka, tiba-tiba timbullah keinginan prajurit itu untuk membedah lipatan celana, dan melihat surat yang ditulis oleh jenderal yang selama ini dikagumi. Dengan cekatan, prajurit terendah itu dapat membedah lipatan celana, lalu mengambil surat berwarna biru yang dilipat kecil. Dengan hati-hati, prajurit itu membuka surat itu, tetapi yang didapati hanyalah kertas kosong berwarna biru. Indah benar warna biru yang tertimpa oleh sinar berwarna-warna dari atas. Untuk beberapa saat, prajurit itu bergantian memandang kertas di tangan dan peluru-peluru di atas sana. Pergantian-pergantian warna makin memesonakan hatinya. Prajurit itu membaringkan tubuh lagi, menghirup udara dalam-dalam, lalu menutup kelopak matanya. Tercium bau peluru yang baginya terasa sedap. Surat dari jenderal tertinggi tetap dipegang di tangannya. Tiba-tiba, tubuh prajurit itu terguncang hebat karena ledakan besar yang tidak pernah diduga akan terjadi begitu dekat dengan dirinya. Prajurit itu terbangun, lalu lari merunduk-runduk. Ledakan-ledakan itu di sekitar dirinya makin memadat. Dan, prajurit yang hanya bersenjata pisau itu merasa menyesal mengapa orang-orang yang mengantarkannya tadi melarangnya untuk membawa senapan setelah mengganti pakaian yang disenanginya dengan pakaian tua berwarna buruk. Prajurit itu pun terus berlari-lari di tanah berdebu sampai akhirnya mencapai tembok yang tidak jelas warnanya. Setelah prajurit itu membaringkan tubuh dekat tembok dan setelah ledakan lain yang membawa sinar terang terjadi, tahulah serdadu itu bahwa tembok di dekatnya berwarna ungu. Dan, ketika sebuah ledakan lain yang juga membawakan sinar terang menyusul, tahulah prajurit itu bahwa tembok itu terletak di pojok jalan. Dan, ketika sebuah ledakan dengan sinar terang meradang lagi, tahulah prajurit itu bahwa di tembok ungu itu tertempel cipratan-cipratan darah. Tepat pada waktu prajurit itu berusaha akan berdiri, sebuah ledakan yang juga mengirimkan sinar terang menyalak. Di luar dugaan, prajurit itu melihat jenderal yang sangat dikaguminya lari di sebelah sana dan dikejar oleh peluru-peluru yang mengirimkan sinar-sinar terang dan ledakan-ledakan yang memekakkan telinga. Prajurit itu pun terjerembap ke atas tanah berdebu yang segera mengirimkan debu ke atas. Sementara itu, pasukan jenderal yang sangat dikagumi oleh prajurit muda itu dapat memasuki daerah musuh dalam waktu yang tidak begitu lama. Esok paginya, tubuh prajurit terendah itu ditemukan oleh orang-orang yang kemarin mengantarkannya sampai ke mulut daerah musuh. Tanpa bercakap banyak, mereka pun mengemasi mayat prajurit itu, lalu mengirimkannya kepada jenderal mereka. Jenderal itu membuka kain yang menutupi wajah mayat prajurit itu, lalu mengagumi wajah yang sudah menjadi mayat itu sebentar. Jenderal itu pun membuka kain yang menutup bagian dada mayat prajurit itu. Mata jenderal tertinggi melihat kertas biru tersembul dari saku mayat prajurit terendah. Dengan sabar, jenderal itu menarik kertas biru -dari saku mayat, lalu membaca tulisan tangan yang tertera di atasnya. Dan, setelah menyobek surat itu hati-hati, jenderal itu pun melihat tulisan lain yang tertera di bagian dalam kertas berwarna biru itu. Jenderal itu membaca lagi tulisan tangan serdadu itu, lalu dengan hati-hati memasukkan kertas itu ke dalam sakunya. "Dia menganggap saya kebal peluru," kata jenderal itu perlahan-lahan. Tidak ada orang satu pun yang mendengar apa yang dikatakan oleh jenderal tertinggi itu. "Makamkanlah penyair yang melibatkan diri ke dalam perang ini dengan upacara yang layak," kata jenderal itu dengan suara jelas. Jenderal itu pun pergi meninggalkan mayat itu, lalu pergi ke gedung besar diiringi oleh sekian belas orang pengawalnya. Pada waktu pemakaman mayat prajurit itu dilakukan, jenderal itu sedang sibuk mengadakan perundingan dengan bawahan-bawahannya. Dan, ketika jenderal itu merasa capai dan bosan akan pekerjaannya, berkatalah jenderal itu, "Penyair itu menganggap saya kebal peluru." Beberapa orang yang mengelilingi jenderal itu mengerti maksud jenderal itu, tetapi beberapa orang lainnya tidak mengerti. Mereka semua mengangguk-angguk dan ketika jenderal itu minum kopi, yang lain pun ikut-ikut minum kopi. Kumpulan Cerpen Kritikus Adinan karya Budi Darma Apa kemenarikan yang Anda temukan dalam cerpen tersebut?

5

5.0

Jawaban terverifikasi

Apa Kalimat Definisi dan Kalimat Klasifikasi yang ada di dalam teks berikut.. Kunang-Kunang Kunang-kunang adalah sejenis serangga yang dapat mengeluarkan cahaya yang jelas terlihat saat malam hari. Cahaya ini dihasilkan oleh “sinar dingin” yang tidak mengandung ultraviolet maupun sinar inframerah. Terdapat lebih dari 2000 spesies kunang-kunang yang tersebar di daerah tropis di seluruh dunia. Habitat kunang-kunang di tempat-tempat lembab, seperti rawa-rawa dan daerah yang dipenuhi pepohonan. Kunang-kunang bertelur pada saat hari gelap, telur-telurnya yang berjumlah antara 100 dan 500 butir diletakkan di tanah, ranting, rumput, di tempat berlumut atau di bawah dedaunan. Pekuburan yang tanahnya relatif gembur dan tidak banyak terganggu merupakan lokasi ideal perteluran kunangkunang. Pada umumnya, kunang-kunang keluar pada malam hari, namun ada juga kunang-kunang yang beraktivitas di siang hari. Mereka yang keluar siang hari ini umumnya tidak mengeluarkan cahaya. Seperti ciri-ciri serangga pada umumnya badan kunang-kunang dibagi menjadi tiga bagian: kepala, thorax, dan perut (abdomen). Serangga bercangkang keras (exoskeleton) untuk menutupi tubuhnya. Panjang badannya sekitar 2cm. Bagian tubuh kunang-kunang hampir seluruhnya berwarna gelap dan berwarna titik merah pada bagian penutup kepala. Warna kuning pada bagian penutup sayap, berkaki enam, dan bermata majemuk. Cahaya yang dikeluarkan oleh kunang-kunang tidak berbahaya, malah tidak mengandung ultraviolet dan inframerah. Cahaya ini dipergunakan kunang-kunang untuk memberi peringatan kepada pemangsa bahwa kuang-kunang tidak enak dimakan dan untuk menarik pasangannya. Keahlian mempertontonkan cahaya tidak hanya dimiliki oleh kunang-kunang dewasa, bahkan larva. Kunang-kunang salah satu jenis serangga unik bukti kebesaran Sang Pencipta. Species kunang-kunang juga kekayaan yang dianugerahkan kepada negara kita sebagai salah satu negara tropis.

11

5.0

Jawaban terverifikasi