Dey D

29 Agustus 2019 13:43

Iklan

Dey D

29 Agustus 2019 13:43

Pertanyaan

Respirasi aerob terjadi pada organisme prokariotik dan eukariotik, tetapi jumlah energi yg dihasilkan pada tiap2 organisme tsb berbeda. mengapa demikian?

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

00

:

55

:

10

Klaim

2

0


Empty Comment

Belum ada jawaban 🤔

Ayo, jadi yang pertama menjawab pertanyaan ini!

Mau jawaban yang cepat dan pasti benar?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Temukan jawabannya dari Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Manakah pemyataan berikut yang TlDAK tepat terkait dengan respirasi sel? A) Respirasi sel dapat terjadi secara aerobik dan anaerobik B) Respirasi sel aerobik menghasilkan energi sedangkan respirasi sel anaerobik tidak menghasilkan energi C) Selama respirasi sel aerobik akan dihasilkan 38 molekul A TP D) Respirasi sel aerobik terutama terjadi pada sel eukariot E) Respirasi sel aerobik utamanya terjadi di mitokondria

1

0.0

Jawaban terverifikasi

Bacalah teks cerpen berikut dengan saksama. Lelaki yang Menderita Bila Dipuji Mardanu seperti kebanyakan lelaki, senang jika dipuji. Tetapi akhir-akhir ini, dia merasa risi bahkan seperti terbebani. Pujian yang menurut Mardanu kurang beralasan sering diterimanya. Ketika bertemu teman-teman untuk mengambil uang pensiun, ada saja yang bilang, "lni Mardanu, satu-satunya teman kita yang uangnya diterima utuh karena tak punya utang." Pujian itu sering diiringi acungan jempol. Ketika berolahraga jalan kaki pagi hari mengelilingi alun-alun, orang pun memujinya, " Pak Mardanu memang hebat. Usianya tujuh puluh lima tahun, tetapi badan tampak masih segar, berjalan tegak, dan kedua kaki tetap kekar." Kedua anak Mardanu, yang satu jadi pemilik kios kelontong dan satunya lagi jadi sopir truk semen, juga jadi bahan pujian, "Pak Mardanu telah tuntas mengangkat anak-anak hingga semua jadi orang mandiri." Malah seekor burung kutilang yang dipelihara Mardanu tak luput jadi bahan pujian. "Kalau bukan Pak Mardanu yang memelihara, burung kutilang itu tak akan demikian lincah dan cerewet kicaunya." Mardanu tidak mengerti mengapa hanya karena uang pensiun yang utuh, badan yang sehat, anak yang mapan, bahkan burung piaraan membuat orang sering memujinya. Bukankah itu hal biasa yang semua orang bisa jika mau? Bagi Mardanu, pujian hanya pantas diberikan kepada orang yang telah melakukan pekerjaan luar biasa dan berharga dalam kehidupan. Mardanu merasa belum pernah melakukan pekerjaan seperti itu. Dari sejak muda sampai menjadi kakek-kakek, dia belum berbuat jasa apa pun. lni yang membuatnya menderita karena pujian itu seperti menyindir-nyindirnya. Enam puluh tahun yang lalu ketika bersekolah, dinding ruang kelasnya digantungi gambar para pahlawan. Juga para tokoh bangsa. Tentu saja mereka telah melakukan sesuatu yang luar biasa bagi bangsanya. Mardanu juga tahu dari cerita orang-orang, pamannya sendiri adalah seorang pejuang yang gugur di medan perang kemerdekaan. Orang-orang sering memuji mendiang paman. Cerita tentang sang paman kemudian dikembangkan sendiri oleh Mardanu menjadi bayangan kepahlawanan. Seorang pejuang muda dengan bedil bersangkur, ikat kepala pita merah-putih, maju dengan gagah menyerang musuh, lalu roboh ke tanah dan gugur sambil memeluk bumi pertiwi. Mardanu amat terkesan oleh kisah kepahlawanan itu. Mardanu kemudian mendaftarkan diri masuk tentara pada usia sembilan belas. ljazahnya hanya SMP dan dia diterima sebagai prajurit tamtama. Kegembiraannya meluap-luap ketika dia terpilih dan mendapat tugas sebagai penembak artileri pertahanan udara. Dia berdebar-debar dan melelehkan air mata ketika untuk kali pertama dilatih menembakkan senjatanya. Sepuluh peluru besar akan menghambur ke langit dalam waktu satu detik. "Pesawat musuh pasti akan meledak, kemudian rontok bila terkena tembakan senjata yang hebat ini," selalu demikian yang dibayangkan Mardanu. Bayangan itu sering terbawa ke alam mimpi. Suatu malam dalam tidurnya, Mardanu mendapat perintah siaga tempur. Persiapan hanya setengah menit. Pesawat musuh akan datang dari utara. Mardanu melompat dan meraih senjata artilerinya. Tangannya berkeringat, jarinya lekat pada tuas pelatuk. Matanya menatap tajam ke langit utara. Terdengar derum pesawat yang segera muncul sambil menabur tentara payung. Mardanu menarik tuas pelatuk dan ratusan peluru menghambur ke angkasa dalam hitungan detik. Ya Tuhan pesawat musuh itu mendadak oleng dan mengeluarkan api. Terbakar. Menukik dan terus menukik. Tentara payung masih berloncatan dari perut pesawat dan Mardanu mengarahkan tembakannya ke sana. Ya Tuhan, tiga parasut yang sudah mengembang mendadak kuncup lagi kena terjangan peluru Mardanu. Tiga prajurit musuh meluncur bebas jatuh ke bumi. Tubuh mereka pasti akan luluh lantak begitu terbanting ke tanah. Mardanu hampir bersorak namun tertahan oleh kedatangan pesawat musuh yang kedua. Mardanu memberondongnya lagi. Kena. Namun, pesawat itu sempat menembakkan peluru kendali yang meledak hanya tiga meter di sampingnya. Tubuh Mardanu terlempar ke udara oleh kekuatan ledak peluru itu dan jatuh ke lantai kamar tidur sambil mencengkeram bantal. Ketika tersadar, Mardanu kecewa berat, mengapa pertempuran hebat itu hanya ada dalam mimpi. Andai kata itu peristiwa nyata, dia telah melakukan pekerjaan besar dan luar biasa. Bila demikian, Mardanu mau dipuji, mau juga menerima penghargaan. Meski demikian, Mardanu selalu mengenang dan mengawetkan mimpi i tu dalam ingatannya. Apalagi sampai Mardanu dipindahtugaskan ke bidang administrasi teritorial lima tahun kemudian, perang dan serangan udara musuh tidak pernah terjadi. Pekerjaan administrasi adalah hal biasa yang begitu datar dan tak ada nilai istimewanya. Untung Mardanu hanya empat tahun menjalankan tugas itu, lalu tanpa terasa masa persiapan pensiun datang. Mardanu mendapat tugas baru menjadi anggota Komando Rayon Militer di kecamatannya. Di desa tempat dia tinggal, Mardanu juga bertugas menjadi Bintara Pembina Desa. Selama menjalani tugas teritorial ini pun, Mardanu tidak pernah menemukan kesempatan melakukan sesuatu yang penting dan bermakna sampai dia pada umur lima puluh tahun. Pagi ini, Mardanu berada di becak langganannya yang sedang meluncur ke kantor pos. Dia mau ambil uang pensiun. Kosim si abang becak sudah ubanan, pipinya mulai lekuk ke dalam. Selama mengayuh becak, napasnya terdengar megap-megap. Namun, seperti biasa, dia mengajak Mardanu bercakap-cakap. "Pak Mardanu mah senang ya, tiap bulan tinggal ambil uang banyak di kantor pos," kata si Kosim di antara tarikan napasnya yang berat. Ini juga pujian yang terasa membawa beban. Dia jadi ingat selama hidup belum pernah melakukan apa-apa. Selama jadi tentara belum pernah terlibat perang, bahkan belum juga pernah bekerja sekeras tukang becak di belakangnya. Sementara Kosim pernah bilang, dirinya sudah beruntung bila sehari mendapat lima belas ribu rupiah. Beruntung, karena dia sering mengalami dalam sehari tidak mendapatkan serupiah pun. Masih bersama Kosim, pulang dari kantor pos, Mardanu singgah ke pasar untuk membeli pakan burung kutilangnya . Sampai di rumah, Kosim diberinya upah yang membuat tukang becak itu tertawa. Setelah itu, terdengar kicau kutilang di kurungan yang tergantung di kasau emper rumah. Burung itu selalu bertingkah bila didekati majikannya . Mardanu belum menaruh pakan ke wadahnya di sisi kurungan. Dia ingin lebih lama menikmati tingkah burungnya: mencecet, mengibaskan sayap, dan merentang ekor sambil melompat - lompat. Mata Mardanu tidak berkedip menatap piaraannya. Namun, mendadak dia harus menengok ke bawah karena ada sepasang tangan mungil memegangi kakinya. ltu tangan Manik, cucu perempuan. "ltu burung apa, Kek?" tanya Manik. Rasa ingin tahu terpancar di wajahnya yang sejati. "Namanya burung kutilang. Bagus, kan?" Manik diam. Dia tetap menengadah, matanya terus menatap ke dalam kurungan. "O, jadi itu burung kutilang , Kek? Aku sudah lama tahu burungnya, tapi baru sekarang tahu namanya. Kek, aku bisa nyanyi . Nyanyi burung kutilang." "Wah, itu bagus. Baiklah cucuku, cobalah menyanyi, Kakek ingin dengar." Manik berdiri diam. Barangkali anak TK itu sedang mengingat cara bagaimana guru mengajarinya menyanyi.yang masih duduk di taman kanak-kanak. Di pucuk pohon cempaka , burung kutilang bernyanyi ... Manik menyanyi sambil menari dan bertepuk-tepuk tangan. Gerakannya lucu dan menggemaskan. Citra dunia anak-anak yang amat menawan . Mardanu terpesona, dan terpesona. Nyanyian cucu terasa merasuk dan mengendap dalam hatinya. Tangannya gemetar. Manik terus menari dan menyanyi. Selesai menari dan menyanyi, Mardanu merengkuh Manik , dipeluk, dan direngkuh ke dadanya. Ditimang-timang, lalu diantar ke ibunya di kios seberang jalan. Kembali dari sana, Mardanu duduk di bangku agak di bawah kurungan kutilangnya. Dia lama terdiam. Berkali-kali ditatapnya kutilang dalam kurungan dengan mata redup. Mardanu gelisah. Bangun dan duduk lagi. Bangun, masuk ke rumah dan keluar lagi. Dalam telinga, terulang-ulang suara cucunya. Di pucuk pohon cempaka, burung kutilang bernyanyi .... Wajah Mardanu menegang, kemudian mengendur lagi. Setelah itu, perlahan-lahan dia berdiri mendekati kurungan kutilang. Dengan tangan masih gemetar, dia membuka pintunya. Kutilang itu seperti biasa, bertingkah elok bila didekati oleh pemeliharanya. Tetapi setelah Mardanu pergi, kutilang itu menjulurkan kepala keluar pintu kurungan yang sudah menganga. Dia seperti bingung berhadapan dengan udara bebas, tetapi akhirnya burung itu terbang ke arah pepohonan. Ketika Manik datang lagi ke rumah Mardanu beberapa hari kemudian, dia menemukan kurungan itu sudah kosong. "Kek, di mana burung kutilang itu?" tanya Manik dengan mata membulat. "Sudah Kakek lepas. Mungkin sekarang kutilang itu sedang bersama temannya di pepohonan." "Kek, kenapa kutilang itu dilepas?" Mata Manik masih membulat. "Yah, supaya kutilang itu bisa bernyanyi di pucuk pohon cempaka, seperti nyanyianmu." Mata Manik makin membulat. Bibirnya bergerak-gerak namun belum ada satu kata pun yang keluar. "Biar kutilang itu bisa bernyanyi di pucuk pohon cempaka? Wah, itu luar biasa. Kakek hebat, hebat banget. Aku suka Kakek," Manik melompat-lompat gembira. Mardanu terkesima oleh pujian cucunya. ltu pujian pertama yang paling enak didengar dan tidak membuatnya menderita. Manik kembali berlenggang-lenggok dan bertepuk-tepuk tangan. Dari mulutnya yang mungil terulang nyanyian kegemarannya. Mardanu mengiringi tarian cucunya dengan tepuk tangan berirama. Entahlah, Mardanu merasa amat lega. Plong. (Cerpen "Lelaki yang Menderita Bila Dipuji" karya Ahmad Tohari dalam Doa yang Terapung: Cerpen Pilihan Kompas 2018) Pada cerpen "Lelaki yang Menderita Bila Dipuji", terdapat beberapa latar. Latar terdiri dari waktu, tempat, dan suasana. Rumah termasuk pada latar ... Sertakan kutipan dari cerita yang membuktikan latar tersebut.

8

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Lala Buntar (Lala Bunte) Pada zaman dahulu kala ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Silang, letaknya kira-kira 35 kilometer sebelah timur Sumbawa sekarang. Tepatnya di Desa Pemasar di Kecamatan Plampang. Raja Silang mempunyai seorang Putri yang sangat rupawan yang bernama Lala Buntar atau Lala Bunte panggilan akrabnya. Diberikan nama demikian oleh ayahnya karena parasnya yang elok dan rupawan bagaikan Bulan Purnama (Buntar dalam Bahasa Sumbawa berarti 'Purnama'). Disamping parasnya yang rupawan Lala Bunte juga sangat boto (boto berarti terampil) Salah satu ketrampilannya adalah keahlian menenun kain. Kain tenun hasil tenunannya sangat indah dengan motif-motif khas yang mempesona, dan tenunannya itu sangat baik kualitasnya. Hal ini membuat nama Lala Bunte semakin terkenal ke seluruh pelosok negeri. Karena ketrampilannya itu sang ayah memberikan hadiah kepada putrinya berupa seperangkat alat tenun terbuat dari emas. Mendengar berita tentang Lala Bunte banyaklah putra-putra raja bahkan raja-raja yang ingin melamar untuk dapat mempersunting Lala Bunte. Pada suatu hari Raja Silang kedatangan beberapa orang tamu. Ada yang datang dari kerajaan yang ada di Pulau Sumbawa, dan bahkan dari luar Sumbawa antara lain dari kerajaan Gowa. Mereka semua bermaksud sama, yakni datang untuk meminang Lala Bunte. Hal yang demikian itu mempuat bingung Raja Silang, terlebih-lebih semua tamu yang datang bersikeras agar niat mereka dapat dikabulkan. Suasana yang tadinya dirasa akrab berubah menjadi panas. Bahkan, para tamu tersebut sudah saling tantang untuk melakukan adu fisik dan kesaktian. Melihat keadaan seperti itu, Raja Silang berusaha untuk menenangkan keadaan, dengan cara yang bijaksana. Raja Silang mengambil keputusan bahwa permintaan dari tamu-tamunya tidak ada yang diterima maupun ditolak. Segenap keluarga, para penasehat termasuk dengan Lala Bunte sendiri terlebih dahulu akan berembug. Raja menetapkan waktu satu minggu untuk memberi keputusan. Kesempatan satu minggu itu pun digunakan oleh Raja Silang untuk bermusyawarah. Pada malam pertama dilakukan musyawarah. Raja Silang meminta pendapat putrinya Lala Bunte sebagai putri satu-sat unya itu. Lala Bunte ternyata memiliki pendapat yang sama sekali berbeda dengan yang diharapkan oleh keluarganya. Semua yang hadir dalam pertemuan itu terperanjat dengan keinginan Lala Bunte untuk pergi meninggalkan kerajaan agar perpecahan yang bakal terjadi dapat dihindari. Lala Bunte berfikir bahwa dengan kepergian dirinya dari kerajaan akan dapat mencegah terjadinya pertumpahan darah karena yang diperebutkan sudah tidak ada lagi. Keputusan Lala Bunte sudah pasti dan tidak ada yang dapat merubahnya. Dengan berat hati, akhirnya, seluruh keluarga menyetujui permintaan Lala Bunte. Dengan diiringi oleh para Jowa Perjaka (para pendamping/pengikut), keesokan harinya berangkatlah Lala Bunte meninggalkan kerajaan, meninggalkan istana, dan meninggalkan ayah ibunya. Lala Bunte pergi menuju ke satu tempat untuk mengasingkan diri. Dalam kepergiannya itu Lala Bunte membawa serta peralatan tenunnya yang terbuat dari emas. Dalam perjalanannya, Lala Bunte sempat berfikir bahwa kemana pun dia pergi, sepanjang masih dilihat orang maka dirinya tetap akan diperebutkan. Oleh sebab itu, tidak terlalu jauh dari kerajaannya, Lala Bunte meminta kepada pengikutnya untuk berhenti. Dalam perhentiannya itu Lala Bunte meminta kepada pengikutnya untuk membuat timbunan batu dan tanah. Timbunan tersebut dibentuk menyerupai bukit. Di tengah-tengah timbunan tersebut terdapat ruangan yang ditempati oleh Lala Bunte bersama pengikutnya. Di puncak timbunan tersebut dibuatkan lubang dengan maksud agar Lala Bunte dan pengikutnya yang ada didalam timbunan itu dapat bernafas. Salah seorang pengikutnya berada di luar timbunan itu untuk menjemput makanan dari istana kerajaan guna keperluan Lala Bunte. Satu Bulan lamanya Lala Bunte di dalam timbunan tanah dan batu yang menyerupai bukit itu menerima makanan yang diantarkan oleh pengikutnya. Pada suatu saat setelah itu, Lala Bunte dan pengikutnya yang di dalam sudah tidak lagi muncul untuk menerima pasokan makanan. Pelayan yang betugas memasukkan makanan itu berfikir tentunya Lala Bunte beserta pengikutnya yang ada di dalam timbunan tanah dan batu itu telah meninggal. Oleh pelayanan yang ada di luar, akhirnya lubang yang ada di puncak bukit tersebut ditutup dan dibuatkan kuburan di atasnya. Sampai sekarang kuburan tersebut dapat dilihat tepat di atas sebuah bukit kira-kira 5 km dari Desa Pemasar Kecamatan Plampang. Pernah dua kali kuburannya ingin dibongkar oleh orang yang mengharap dapat mengambil emas-emas yang dibawa Lala Bunte beserta pengikutnya akan tetapi selalu gagal. Mereka yang mencoba untuk mengambilnya selalu berhadapan dengan peristiwa alam yang keras seperti hujan lebat, kilat, dan petir yang menyambar debu yang beterbangan dan berbagai peristiwa alam yang menyeramkan. Sumber: www.sumbawakab.go.id 3. Mendengar berita tentang Lala Bunte banyaklah putra-putra raja bahkan raja-raja yang ingin melamar untuk dapat mempersunting Lala Bunte. Cermatilah kalimat tersebut. Apakah kalimat tersebut efektif? Jelaskan.

1

0.0

Jawaban terverifikasi

Pro dan Kontra Puisi Esai Selama ini, kita mengenal beberapa jenis puisi seperti puisi deskriptif, puisi lirik, puisi naratif, dan lain sebagainya. Namun, bagaimana jika kemudian muncul puisi esai sebagai jenis puisi baru. Hal inilah yang menjadi polemik atau kontroversi di kalangan penyair dan pemerhati sastra pada beberapa tahun lalu. Perdebatan pun terjadi cukup ramai di media masa cetak maupun elektronik hingga menimbulkan berbagai pro dan kontra. Kalangan penyair dan sastrawan pun beberapa ada yang bersikap mendukung/pro tetapi tidak sedikit pula yang menentang/kontra. Pihak yang mendukung beranggapan bahwa perpuisian Indonesia saat ini mirip dengan kondisi Amerika Serikat sekitar tahun 2006. Pada saat itu, puisi makin sulit dipahami dan seakan berada di wilayah yang lain. Penulisannya mengalami kebuntuan dan tidak mengalami perubahan berarti selama puluhan tahun. Munculnya puisi esai dianggap sebagai upaya menjadikan puisi dekat dan dapat mudah dipahami masyarakat umum. Hal ini terutama ditunjukan dengan kehadiran catatan kaki yang merupakan upaya menjelaskan dan mengaitkan isi puisi dengan konteks sosial di luar puisi. Beberapa pihak yang mendukung bahkan tergerak untuk memunculkan angkatan baru puisi esai selain angkatan yang sudah ada sebelumnya. Hal ini ditunjukan dengan penerbitan 34 buku puisi esai di 34 provinsi di seluruh Indonesia yang melibatkan 170 orang dari kalangan penyair, aktivis, penulis, jurnalis, hingga peneliti. Dalam penyebarannya, puisi esai saat ini bahkan sudah mencapai beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dan Thailand. Adapun, pihak yang menentang berargumen bahwa puisi pada dasarnya identik dengan tulisan fiksi dan bersifat imajinatif. Hal ini berbeda dengan esai yang merupakan teks yang bersifat faktual dan realistis sehingga keduanya tidak bisa gabungkan. Selain itu, terkait klaim beberapa pihak sebagai pencipta pertama jenis puisi esai yang beredar dianggap menyesatkan. Hal ini karena puisi semacam itu bukanlah hal yang baru sebab sebenarnya telah ada sejak masa Alexander Pope, penyair Inggris abad ke 18. Beberapa penyair Indonesia juga pernah menulis puisi dengan tema sosial berbentuk transparan dan memiliki catatan kaki sejenis puisi esai. Beberapa pihak juga menyoroti masifnya gerakan puisi esai karena adanya pihak tertentu yang menjadi sponsor dan mendanai dengan maksud dan tujuan tertentu seperti popularitas dan elektabilitas. Apapun itu, pro kontra kemunculan puisi esai saat ini memang tak terhindarkan. Perdebatan pun tetap berlanjut hingga kini. Sekali pun demikian, diakui atau tidak, aksistensi puisi esai akhirnya menjadi fenomena tersendiri dalam dunia sastra. Dalam sudut pandang positif, hal ini menunjukan kreativitas sastrawan Indonesia dan dapat mengaktifkan kembali diskusi intelektual sesama penyair, sastrawan, maupun masyarakat luas tentang perpuisian Indonesia. Mungkin suatu nanti ada penjelasan dan tempat tersendiri puisi esai. Bahkan hal ini mungkin menjadi pembuka kemunculan jenis puisi- puisi baru lainnya yang menambah dinamika perpuisian dan sastra Indonesia. Semoga. Setelah itu analisislah 1.bagian isu 2.bagian isi/argumen 3.kesimpulan 4.saran

7

0.0

Jawaban terverifikasi

Persahabatan Kancil dan Paus Di sebuah hutan yang sangat asri, hiduplah seekor Kancil yang bersahabat dengan seekor lkan Paus. Persahabatan tersebut bermula ketika Kancil sedang berjalan di tepi laut dan ada seekor lkan Paus yang terdampar. Karena merasa iba, Kancil pun menolongnya. Akhirnya, lkan Paus itu selamat. Sejak kejadian itu, mereka bersahabat dekat. Paus sering mengajak Kancil menikmati pemandangan laut yang indah. Kancil sangat bahagia bisa naik lkan Paus. Berputar-putar mengelilingi laut yang luas adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Kancil. Pada suatu sore, keduanya sudah berjanji akan bertemu di pinggir pantai. Kancil datang menepati janjinya. Ia pun duduk sambil menunggu Paus datang. Namun, hingga gelap, Paus tidak juga datang. "Mengapa sahabatku, Paus, tidak datang, ya? Tidak biasanya ia mengingkari janji seperti ini," gumam Kancil. "Mungkin Paus sedang ada urusan keluarga. Sebaiknya, aku pulang saja. Hari sudah semakin gelap," kata Kancil sambil meninggalkan tepi pantai. Sesekali ia menoleh ke belakang berharap melihat sahabatnya itu. Sayang, hingga pinggir pantai tak terlihat, Paus tidak juga datang. Kancil pun pulang dengan hati kecewa. Sementara itu, di tengah laut luas ternyata istana para paus tengah dilanda musibah. Raja Paus menderita penyakit yang sangat aneh. Para rakyat paus sibuk mencarikan obat dan tabib untuk menyembuhkan penyakit sang raja. Begitu pula dengan Paus, sahabat Kancil. Ia sibuk berenang ke sana-kemari mencari obat dan tabib yang hebat. "Hmmm ... aku sudah mengarungi laut yang luas ini namun tidak ada satu tabib hebat pun yang kutemui. Jangan-jangan, tabib hebat itu berada di hutan. Ah, mungkin sahabatku Kancil bisa membantuku," kata Paus dalam hati. Menjelang sore, Paus pun pergi ke pinggir pantai, berharap sahabatnya muncul di sana. "Paus! Paus!" terdengar suara Kancil memanggil. Paus senang sekali mendengar suara itu. "Paus, mengapa kemarin kamu tidak datang?" tanya Kancil. "Maaf, Kancil. Saat ini, istana paus sedang dilanda musibah. Raja kami mengalami sakit yang sangat aneh. Semua rakyat paus diperintahkan untuk mencari obat atau tabib untuk mengobati penyakit raja. Kemarin, seharian aku mengelilingi laut mencari obat. Oleh karena itulah, kemarin aku tidak datang. Kancil, apakah kamu punya kenalan tabib yang bisa menyembuhkan Raja Paus?" tanya Paus. "Di hutan, konon ada tabib hebat, tetapi aku tidak tahu rumahnya. Bagaimana kalau besok aku cari tahu dulu. Kalau sudah bertemu, akan kuajak dia ke sini," jawab Kancil. Paus mengangguk senang. Setidaknya ada secercah harapan untuk Raja Paus. Kancil pun pulang. Keesokan harinya, ia mencari tabib hebat itu. Ia mulai memasuki hutan belantara. Hatinya takut namun ia tetap tegar demi membantu sahabatnya. Di tengah jalan, ia bertemu seekor Rusa yang sedang menyirami bunga. "Maaf, Rusa, apa kamu tahu rumah tabib hebat? Aku dengar, rumahnya di dalam hutan ini," kata Kancil membuka pembicaraan. Rusa itu mengangguk. "Kamu tahu? Tolong beri tahu aku, Rusa. Sahabatku, Paus, membutuhkan bantuan tabib itu untuk menyembuhkan Raja Paus yang sedang sakit," pinta Kancil. "Tapi, ada syaratnya! Kamu harus memberikanku semua persediaan makanan musim dinginmu kepadaku. Bagaimana?" Kancil terhenyak. Bila memenuhi syarat itu, ia bisa mati kelaparan saat musim dingin nanti. "Baiklah, tidak apa-apa. Kamu bisa mengambil semua persediaan makanan musim dinginku," jawab Kancil menepiskan kekhawatirannya. Akhirnya, Kancil menyerahkan semua persediaan makanannya kepada Rusa demi menolong Paus, sahabatnya. "Apakah kamu tidak takut kelaparan saat musim dingin nanti, Kancil?" tanya Rusa. "Nanti aku bisa mengumpulkan lagi. Mungkin masih ada sisa sedikit makanan di hutan sebelah. Lagi pula, Paus, sahabatku, sangat membutuhkan tabib itu. Demi me no long sahabatku, aku ikhlas," jawab Kancil. Tiba-tiba sebuah kejadian aneh terjadi di depan mata Kancil. Tubuh Rusa dipenuhi oleh cahaya yang sangat terang dan ia berubah menjadi seeker Kancil tua. "Hah! Siapa kau?" tanya Kancil ketakutan. "Tenang Kancil, aku adalah tabib yang kamu cari. Aku berubah wujud untuk menguji hatimu. Kamu adalah sahabat yang sangat baik, hatimu sangat lembut dan tulus. Sekarang, mari kita temui temanmu, Paus. Aku akan menyembuhkan penyakit Raja Paus," jawab Tabib. Akhirnya, Kancil dan Tabib itu menemui Paus di pinggir pantai. Dengan menaiki tubuh Paus, Kancil dan Tabib itu berangkat ke istana paus. Setibanya di sana, sang Tabib langsung memeriksa penyakit Raja Paus. Ia lalu memberikan ramuan obat dari bunga hutan untuk diminum. Tidak lama kemudian, Raja Paus sembuh. Seluruh rakyat istana paus bergembira. Sebagai ucapan terima kasih kepada Tabib dan Kancil, Raja Paus memberikan mereka hadiah berupa mutiara laut yang sangat indah. Demikian pula persahabatan Kancil dan Paus pun semakin indah. "Kelinci, apakah kamu punya kenalan tabib yang bisa menyembuhkan Raja Paus?" tanya Paus. "Di hutan, konon ada tabib hebat, tetapi aku tidak tahu rumahnya. Bagaimana kalau besok aku cari tahu dulu. Kalau sudah bertemu, akan kuajak dia ke sini," jawab Kancil. 3. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa .... a. Kancil bersedia membantu Paus. b. Paus suka mengeluh. c. Kancil dan Paus akan mencari rumah tabib. d. Kancil memanjakan Paus.

1

5.0

Jawaban terverifikasi