Hilya H

30 April 2024 12:37

Iklan

Iklan

Hilya H

30 April 2024 12:37

Pertanyaan

Perhatikan paragraf berikut! Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi. Makanan ini terbuat dari ketan, gula merah, gula pasir, dan santan yang dimasak di atas tungku dengan bahan bakar kayu selama 8 jam. Karena proses pembuatannya yang rumit, hanya sedikit orang yang ahli membuat dodol betawi. Gagasan pokok terdapat dalam kutipan …. A. Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi. B. Dodol betawi terbuat dari ketan, gula merah, gula pasir, dan santan. C. Dodol betawi dimasak di atas tungku dengan bahan bakar kayu selama 8 jam. D. Karena proses pembuatannya yang rumit, hanya sedikit orang yang ahli membuat dodol betawi.

Perhatikan paragraf berikut!
Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi. Makanan ini terbuat dari ketan, gula merah, gula pasir, dan santan yang dimasak di atas tungku dengan bahan bakar kayu
selama 8 jam. Karena proses pembuatannya yang rumit, hanya sedikit orang yang ahli membuat
dodol betawi.
Gagasan pokok terdapat dalam kutipan ….
A. Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi.
B. Dodol betawi terbuat dari ketan, gula merah, gula pasir, dan santan.
C. Dodol betawi dimasak di atas tungku dengan bahan bakar kayu selama 8 jam.
D. Karena proses pembuatannya yang rumit, hanya sedikit orang yang ahli membuat dodol betawi.


5

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

Dela A

Community

30 April 2024 12:55

Jawaban terverifikasi

<p>Jawaban : A. Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi.</p><p><br>Pembahasan :<br>Gagasan pokok suatu teks dapat diketahui dengan kata kunci, seperti definisi, kata<br>tunjuk, dan pengulangan kata. Maka, gagasan pokok kutipan tersebut adalah Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi. Kalimat tersebut juga merupakan pernyataan inti dari teks di atas. Dengan demikian, jawaban paling tepat adalah A.</p>

Jawaban : A. Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi.


Pembahasan :
Gagasan pokok suatu teks dapat diketahui dengan kata kunci, seperti definisi, kata
tunjuk, dan pengulangan kata. Maka, gagasan pokok kutipan tersebut adalah Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi. Kalimat tersebut juga merupakan pernyataan inti dari teks di atas. Dengan demikian, jawaban paling tepat adalah A.


Iklan

Iklan

Nanda R

Gold

30 April 2024 14:20

Jawaban terverifikasi

<p>Gagasan pokok terdapat dalam kutipan A. Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi. Gagasan pokok merupakan inti atau ide utama yang ingin disampaikan dalam sebuah paragraf, dan dalam kutipan tersebut, itu adalah tentang identitas dodol Betawi sebagai makanan asli dari suku Betawi.</p>

Gagasan pokok terdapat dalam kutipan A. Dodol betawi adalah salah satu makanan asli dari suku Betawi. Gagasan pokok merupakan inti atau ide utama yang ingin disampaikan dalam sebuah paragraf, dan dalam kutipan tersebut, itu adalah tentang identitas dodol Betawi sebagai makanan asli dari suku Betawi.


lock

Yah, akses pembahasan gratismu habis


atau

Dapatkan jawaban pertanyaanmu di AiRIS. Langsung dijawab oleh bestie pintar

Tanya Sekarang

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

Roboguru Plus

Dapatkan pembahasan soal ga pake lama, langsung dari Tutor!

Chat Tutor

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Si Bicik Dalam sebuah gubuk tua di tepi hutan tinggallah seorang ibu dan anak laki-lakinya. Anaknya bernama si Bicik dan ibunya biasa disapa Mak Bicik. Gubuk yang mereka tinggali amatlah sederhana karena terbuat dari tonggak-tonggak kayu dan jerami. Bicik dan ibunya hidup di sebidang tanah ladang yang digarap dan ditanami bermacam-macam hasil bumi, misalnya terung, mentimun, kacang panjang, ubi, pisang dan lain-lain. Mak Bicik sudah sangat tua, giginya sudah banyak yang tanggal, matanya rabun, dan badannya pun Iemah sehingga tidak mampu lagi membantu Bicik menggarap ladang. Terkadang, si Bicik pergi ke desa untuk menjual hasil Iadangnya atau untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari. Bicik sangat bangga dengan hasil kebunnya. Sementara itu, di dalam hutan, hidup pula seeokor Raja Kera bernama sekawanan kera lainnya. Raja Kera tergiur dengan beragam makanan di ladang Bicik. Saat Bicik pergi ke desa, kera dan kawanannya datang dan mengganggu Mak Bicik. "Hei Mak, rebuskan ubi, kupas kelapa, dan carikan kutuku, cepat!" kata Raja Kera. Mak Bicik yang ketakutan langsung mengerjakan apa yang diperintahkan Raja Kera. Sepulangnya dari desa, Bicik menemukan ibunya sedang menangis. lbunya bercerita bagaimana Raja Kera datang dan mengganggunya. Bicik sangat marah mendengar cerita ibunya dan segera mencari akal untuk menangkap Raja Kera. Malamnya, Bicik melubangi lantai gubuknya yang berbentuk rumah panggung dan menutupnya dengan jerami. Bicik meminta ibunya untuk tetap melayani Raja Kera seperti biasa selagi Bicik bersembunyi. Keesokan harinya, Raja Kera datang dan kembali memerintah Mak Bicik. Raja Kera kemudian mengelilingi rumah Bicik. Tiba-tiba, Raja Kera terjatuh dan terperangkap di dalam lubang buatan Bicik. Melihat hal itu Bicik keluar dari persembunyiannya. la langsung menangkap Raja Kera dan mengurungnya selama beberapa hari. Akhirnya, Raja Kera merasa kelaparan dan memohon agar segera dilepaskan. la meminta maaf dan berjanji tidak akan mengganggu Bicik dan Ibunya lagi. Sumber: Cerita Rakyat Nusantara jilid 6, Tim EFK, Penerbit Erlangga, dengan penyesuaian. 4. Kalimat manakah dalam cerita yang menyatakan bahwa Raja Kera merupakan tokoh antagonis?

4

0.0

Jawaban terverifikasi

Kisah Seorang Nelayan dan Kehidupan di Desa Desa kecil ini terletak di Semenanjung Minahasa Selatan. Desa ini menyimpan begitu banyak memori dalam benak orang-orang yang pernah berdiam di desa tersebut dalam kurun waktu yang relatif Iama, seperti saya. Begitu juga bagi mereka yang baru mengunjunginya meski hanya sebentar. Desa itu dinamai Lopana. Sore itu, saya tiba dari Amerika dengan satu keinginan kuat yang tak tertahankan lagi, yaitu untuk kembali mengunjungi desa tempat ibu saya dilahirkan, Lopana. Dari Kota Manado, saya memerlukan waktu 45 menit hingga 1 jam untuk sampai di Lopana. Itu tentu kalau jalanan tidak macet. Perjalanan menuju Lopana memang selalu mendebarkan. Kita harus melewati jalanan panjang nan berliku. Di beberapa Iokasi, terlihat jurang yang sangat dalam, bukit yang begitu tinggi, dan lereng yang amat terjal berkelok-kelok. Pohon kelapa (nyiur melambai) terlihat mendominasi tanaman di sepanjang jalan. Kalau ke Desa Sonder didominasi tanaman cengkih maka ke Lopana pohon kelapalah rajanya. Saya sangat menikmati perjalanan itu walaupun cuaca tak terlalu mendukung. Mendung dan gerimis. Ini menjadikan pemandangan mata saya terbatas dan kamera pun lebih banyak diistirahatkan saja. Tiga puluh menit perjalanan, kita sudah sampai di sekitar Desa Matani. Di desa ini. jalanan mulai lurus dan tak terlihat satu kelokan sekalipun. Di sebelah kanan jalan terlihat hamparan tanaman padi yang begitu luas. Konon, di tempat inilah letak Bandara Samratutangi akan dipindahkan. Desa Tumpaan adalah desa berkutnya setelah Matani. Setelah Tumpaan. baru sampailah kita di Desa Lopana. Tujuan saya berlibur kali ini adalah untuk menghilangkan kepenatan hidup dan sibuknya suasana perkotaan. Edy Sang Nelayan dl Lopana Mayoritas penduduk Lopana memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Hal ini dikarenakan desanya berada tepat di tepi pantai. Memasuki Desa Lopana, bila kita datang dari arah Manado. terlihat sangat jelas kekontrasannya. Di sebelah kiri jalan tampak jelas daerah perbukitan dan perkebunan. tempatnya bagi para petani. Sementara itu, di sebelah kanan jalan terlihat laut membiru yang begitu dekat. Indah tempatnya para nelayan bekerja demi sesuap nasi. Demi hidup keluarga serta pendidikan anak-anak. Ada seorang lelaki paruh baya. sebut saja namanya Edy, orang yang menemani saya selama didesa itu. Dari Edy saya mendapat banyak centa tentang kehidupan di Desa Lopana masa kini. la sendki adalah salah satu contoh warga desa yang senantiasa berharap suatu ketika nanti, hidup dan kehidupan mereka akan lebih baik lagi. Kesejahteraan hidup akan meningkat walau beberapa saja. Edy sekarang bekerja sebagai seorang nelayan. Tadinya ia adalah seorang petani. la menanam rica (rawit). Tetapi, pengolahan lahan tanaman rawitnya masih sangat sederhana. la menyiram rawit yang ia tanam dengan menimba ai di sumur dengan bermodalkan dua buah ember. Bayangkan saja, berapa puluh kali ia harus botak-balik menimba air tersebut untuk menyirami seluruh tanaman rawit miliknya di kala musim kemarau tiba. Bahkan. jarak antara sumur dan lahan rawitnya lumayan jauh. Nah, setelah cukup gagal dengan bercocok tanam rawit ia alih profesi menjadi 'kuli panjar. Ya, ia mencari nafkah dengan memanjat pohon kelapa milik para petani kelapa besar dan menerima upah harian. Namun sayangnya, usia Edy tidaklah muda terus. Kini ia bertambah tua, dengan sendirinya staminanya juga sudah mulai berk urang. Tenaganya tidak sekuat dahulu lagi. "Sekarang kita so tako ja nae pohong kalapa tinggi (sekarang saya sudah takut memanjat pohon kelapa yang tinggi); demikianlah ia bertutur ketika saya tanya kenapa tidak lagi themanjat pohon kelapa. la mengakui bahwa usianya tidak muda lagi dan itu membuatnya takut berada di ketinggian. Banyak hal yang membuatnya harus berpikir panjang merrpertahankan profesi 'kuli panjar-nya itu. Menyiasati kehilangan pekerjaan, Edy pun secara kreatif berpindah lokasi. Kini seluruh upaya penghidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia gantungkan dad profesi barunya. Menjadi nelayan. Bermodalkan sebuah perahu sema-sema dan sebuah perahu motor pinjaman, ia kini sudah beralih dari petani, kuli, kemudian menjadi nelayan. Setiap subuh ia sudah keluar rumah. Baru kembali setelah mentari sudah mulai memasuki peraduannya. Kadang kala, ia keluar rumah melaut pada sore menjelang malam dan baru kembali menjelang subuh. Tak menentu. Tergantung musim dan keadaan, juga tergantung kesehatan tubuhnya yang tentu saja semakin menua. Menurut Edy, sudah setahun lebih ia menjadi seorang nelayan. Sebuah pekenaan yang ia yakini amat mulia. Benar. Hasil ikan yang ia dapatkan setiap hari memberi hidup bagi keluarganya dan memen uhi kebutuhan pasar ikan di lopana. yang dengan sendirinya tentu saja memberi hidup bagi warga Lopana lainnya. Tak pelak lagi. ia menekuni peiterjaannya itu dengan motivasi tinggi dan penuh ucapan syukur. Sore itu, dengan tubuh yang hanya dibalut celana pendek dan kaos tanpa lengan, Edy mengajak saya menuju pantai. Tubuhnya tedihat masih kekar. dengan kulit yang semakin berwarna cokelat karena dibakar terik matahari terus-menerus. Hari itu ia sengaja mengambil 'cuti melaut' demi menemani saya mengeliingi kampung. Kami berjalan beriringan di tepian pantai. la menjelaskan panjang lebarbahwa banyak sekak warga kamputg yang terus berganti profesi seiring dengan tuntutan hidup yang semakin menggila. Harga-harga naik tak menentu. Saya juga melihat di beberapa lokasi pinggir pantai ada banyak gerobak sapi diparkir di sana. Bahkan. ada truk-truk berukuran besar. Melihat mata saya memandang penuh tanda Tanya, sebelum perta nyaan keluar dari mulut saya. Edy sudah terlebia dahulu menjelaskan. "Oh iyo, skarang dorang so ganti profesi menjadi penjual paser (Iya, sekarang mereka-mereka itu sudah ganti profesi menjadi penjual pasir)." Ternyata meletusnya Gunung Soputan beberapa tahun yang lalu memben rezekiterserwan bagi warga sekitar. Banyak sekati pasir gunung yang hanyut melalui sungai menuju pantai. Di sana, pasir-pasir itu menumpuk. Warga pun menjadikannya sebagai 'proyek sementara'. Setiap hari ada saja warga yang bolak-balik dengan gerobak maupun mobil untuk mengambi pasir-pasir tersebut danakan menjualnya lagi. Menunitnya, hasi darijualan pasir lebih banyak daripada beroocok tanam kecil-kecilan. Makanya jangan heran kalau ada banyak orang yang mengangkut pasir di tepian Pantai Lopana. KeNdupan Tolong-menolong di Kampung Ternyata. centa tentang betapa kuatnya ikatan tolong-menolong di Desa Lopana bukan isapan jempol semata. Hampir di setiap rumah yang saya singgahi kala itu. saya akan terus-menerus ditawari makanan. Entah itu makanan berat.seperti nasi dan lauk-pauknya, juga makanan ringan sejenis kue-kue khas Lopana. Tawaran mereka bukan sekadar basa-basi. Kalau menawarkan sesuatu, pasti sesuatunya itu ada, bukan hanya 6 mulut. Satu hal yang pasti, tanpa memandang itu keluarga cukup berada atau yang miskin sekalipun, mereka akan tetap menawari Anda makan bila singgah di rumah mereka. Apa pun itu. Di mata mereka, tamuadatah seseorang yang mesti ditayani sebak mungkin. "Torang nyanda mungkin mo kaseh biar... malu torang kalu nyanda kaseh apa-apa,” demikian seorang ibu tua bilang ke saya. Artinya. Kita tidak mungkin untuk tidak melayani tamu matu kita sebagai tuan rumah kalau tidak memberikan apa-apa. Ada lagi kebiasaan menoolok lainnya yang semakin membuka mata saya. Di desa seperti ini, tingkat kekeluargaan dan persaudaraan masih begitu diperhitungkan. Ambil contoh, dalam kehidupan mereka masih ada istilah 'pinjam api’ atau ‘minta bara'. Tetangga lain yang memilikinya pasti akan memberikan dengan senang hati. Artinya, mereka masih sangat suka menolong dan sangat senang memberi. Tetangga yang lidak punya api di dodika (tungku perapian). mereka dapat memintanya ke tetangga sebetah tanpa perlu takut akan diomeli dan dimarahi. Memberi kehidupan bagi mereka adalah seperti membagikan berkat. Berkat yang dibagkan pasti akan mendatangkan kebahagiaan melimpah. Hal itu karena kebahagiaan yang tidak dibagikan ke orang lain, ke tetangga sebelah. ke siapa pun d luar sana misalnya, ku bukanlah kebahagiaan yang sejati. Dari kehidupan di Desa Lopana, saya belajar banyak hal. Mulai dari semangat juang yang amat tinggi dalam mencari kehidupan. daya juang yang tidak main-main, misalnya dari kisah seorang Edy, sampai kepada keluasan hati untuk memberi dan menolong sesama dariwarga Lopana. Dua minggu di sana. seakan-akan saya mendapati kembali apa artinya hidup dan menghidupkan orang lain (sesama kita). Sepertinya saya menemukan kembali 'rasa' yang sulit atau mungkin tidak pernah lagi saya jumpai di kota besar. Namun, kemesraan itu temyata harus cepat berlalu. Dua minggu liburan sudah usai. Kaki ini harus kembali meninggalkan jalan sunyi pedesaan menuju jalan ramai perkotaan. Tetapi, semua kenangan indah itu pasti akan seialu membekas di hati ini. Semoga mata air kehidupan pedesaan itu dapat saya bawa ke kota besar tempat saya tinggal. Meskipun hari-hari ini semakin terlihat bahwa nilai tulus persaudaraan dan kemanusiaan, serta nilai-nilai kepedulian sudah mulai memudar, saya masih akan tetap untuk terus berharap serta percaya bahwa nitai-nilai itu tetap ada di hati orang-orang dekat saya. di lingkungan saya. bahkan di hati pemimpin-pemimpin negeri ini. Semoga. Sumber: Michael Sendow dalam https://www.kompasiana.com 5. Apa saja nilai-nilai yang telah memudar di perkotaan?

1

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan