Mujiyah I

09 Oktober 2023 12:51

Iklan

Mujiyah I

09 Oktober 2023 12:51

Pertanyaan

Menurut pendapatmu, peralihan system demokrasi terpimpin ke orde baru apakah sesuai dengan UUD 1945 ??

Menurut pendapatmu, peralihan system demokrasi terpimpin ke orde baru apakah sesuai dengan UUD 1945 ??

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

22

:

27

:

09

Klaim

1

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Rendi R

Community

04 September 2024 02:46

Jawaban terverifikasi

<p>Menurut pendapat saya, <strong>peralihan dari Demokrasi Terpimpin ke Orde Baru</strong> memiliki elemen yang <strong>tidak sepenuhnya sesuai dengan UUD 1945</strong>, meskipun ada upaya untuk kembali ke konstitusi tersebut sebagai dasar pemerintahan. Untuk memahami hal ini, kita perlu melihat kedua periode ini secara rinci dan membandingkannya dengan prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam UUD 1945.</p><p>&nbsp;</p><p>1. <strong>Demokrasi Terpimpin (1959-1965)</strong></p><ul><li>Demokrasi Terpimpin adalah sistem pemerintahan yang diperkenalkan oleh Presiden Soekarno setelah dikeluarkannya <strong>Dekrit Presiden 5 Juli 1959</strong>, yang kembali pada UUD 1945. Namun, dalam praktiknya, Demokrasi Terpimpin menyimpang dari beberapa prinsip demokrasi konstitusional yang terdapat dalam UUD 1945, terutama dalam aspek <strong>keseimbangan kekuasaan dan kedaulatan rakyat</strong>.</li><li>Dalam sistem ini, kekuasaan politik sangat terpusat pada Presiden Soekarno, yang memegang kekuasaan eksekutif dan juga pengaruh besar di bidang legislatif dan yudikatif. Ini bertentangan dengan prinsip <strong>pemisahan kekuasaan</strong> yang diatur dalam UUD 1945, di mana kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus dijalankan secara independen.</li><li>Selain itu, peran partai politik, parlemen, dan demokrasi multipartai sangat dibatasi, dan peran militer serta kelompok-kelompok massa pro-Sukarno semakin dominan. Prinsip kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui pemilihan umum yang bebas dan adil juga tidak berjalan dengan baik dalam periode ini.</li></ul><p>&nbsp;</p><p>2. <strong>Peralihan ke Orde Baru (1966)</strong></p><ul><li><strong>Orde Baru</strong> muncul setelah runtuhnya Demokrasi Terpimpin dan pergolakan politik yang terjadi pada 1965-1966, yang berpuncak pada pengalihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto melalui <strong>Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)</strong> pada 11 Maret 1966.</li><li>Orde Baru dipimpin oleh Soeharto dengan janji untuk <strong>kembali sepenuhnya kepada UUD 1945</strong> dan menegakkan tatanan politik yang lebih stabil, demokratis, dan konstitusional. Pada awalnya, upaya tersebut terlihat sebagai langkah untuk mengoreksi praktik-praktik Demokrasi Terpimpin yang otoriter.</li></ul><p>&nbsp;</p><p>3. <strong>Apakah Sesuai dengan UUD 1945?</strong></p><p><strong>A. Kesesuaian dengan UUD 1945 pada awal Orde Baru:</strong></p><ul><li><strong>Janji Kembali ke UUD 1945</strong>: Pada tahap awal, Orde Baru secara formal menyatakan niatnya untuk menegakkan UUD 1945 dengan benar, terutama dalam menegakkan pemisahan kekuasaan dan pemulihan fungsi lembaga-lembaga negara, seperti DPR dan MPR, yang pada era Demokrasi Terpimpin mengalami distorsi.</li><li><strong>Pemulihan Fungsi Demokrasi</strong>: Pemilu kembali diselenggarakan pada 1971, yang menjadi salah satu langkah awal Orde Baru untuk memulihkan demokrasi formal sesuai dengan UUD 1945, yang menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan melalui pemilu.</li></ul><p><strong>B. Penyimpangan dalam Praktik:</strong> Meskipun Orde Baru berjanji kembali kepada UUD 1945, dalam praktiknya ada beberapa penyimpangan yang bertentangan dengan prinsip dasar UUD 1945:</p><ul><li><strong>Konsentrasi Kekuasaan pada Presiden</strong>: Seiring berjalannya waktu, kekuasaan semakin terkonsentrasi di tangan Soeharto, yang menjabat sebagai presiden selama lebih dari 30 tahun. Hal ini menciptakan bentuk otoritarianisme terselubung, yang bertentangan dengan prinsip <strong>pembatasan kekuasaan</strong> dan <strong>rotasi kekuasaan</strong> yang diatur dalam UUD 1945. Pemilihan umum diselenggarakan, tetapi sangat terbatas karena adanya kendali ketat terhadap partai politik dan mekanisme pemilu.</li><li><strong>Dominasi Militer</strong>: Orde Baru memberi peran besar kepada militer melalui konsep <strong>Dwi Fungsi ABRI</strong> (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang memberi militer peran ganda dalam urusan politik dan keamanan. Ini melanggar prinsip <strong>sipil supremasi</strong> yang seharusnya dianut dalam sistem demokrasi dan UUD 1945, yang lebih mengutamakan supremasi sipil atas militer dalam pemerintahan.</li><li><strong>Kontrol terhadap Kebebasan Berpendapat</strong>: Kebebasan berpendapat, berserikat, dan pers yang dijamin oleh UUD 1945 juga dibatasi selama masa Orde Baru. Kritik terhadap pemerintah ditekan, dan ada penyensoran ketat terhadap media massa. Ini bertentangan dengan <strong>pasal 28 UUD 1945</strong>, yang menjamin hak untuk mengemukakan pendapat secara bebas.</li></ul><p><strong>C. Manipulasi Pemilu dan Politik:</strong></p><ul><li>Pemilu selama Orde Baru berjalan rutin, tetapi sifatnya sangat terbatas karena hanya ada tiga partai yang boleh berpartisipasi: Golkar (yang selalu dimenangkan oleh Soeharto), PDI, dan PPP. Sistem ini dirancang untuk mempertahankan dominasi kekuasaan Golkar, yang didukung oleh rezim militer. Hal ini bertentangan dengan semangat UUD 1945 yang menginginkan demokrasi yang benar-benar bebas dan adil.</li></ul><p>&nbsp;</p><p>4. <strong>Kesimpulan</strong></p><p>Peralihan dari Demokrasi Terpimpin ke Orde Baru memang mengoreksi beberapa penyimpangan yang terjadi pada era Demokrasi Terpimpin, terutama upaya untuk menghidupkan kembali tatanan politik yang lebih konstitusional. Namun, dalam praktiknya, Orde Baru juga melakukan sejumlah penyimpangan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan <strong>kedaulatan rakyat</strong> yang diatur dalam UUD 1945.</p><p>Rezim Orde Baru menciptakan sistem otoritarian yang terselubung, di mana pemilihan umum tetap diadakan tetapi tidak dalam bentuk yang sepenuhnya demokratis, dengan kontrol ketat terhadap kebebasan politik dan dominasi eksekutif yang sangat kuat. Sehingga, meskipun Orde Baru mengklaim kembali pada UUD 1945, implementasinya dalam banyak hal tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai konstitusi tersebut, terutama terkait prinsip <strong>keadilan sosial, hak asasi, dan supremasi hukum</strong>.</p>

Menurut pendapat saya, peralihan dari Demokrasi Terpimpin ke Orde Baru memiliki elemen yang tidak sepenuhnya sesuai dengan UUD 1945, meskipun ada upaya untuk kembali ke konstitusi tersebut sebagai dasar pemerintahan. Untuk memahami hal ini, kita perlu melihat kedua periode ini secara rinci dan membandingkannya dengan prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam UUD 1945.

 

1. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

  • Demokrasi Terpimpin adalah sistem pemerintahan yang diperkenalkan oleh Presiden Soekarno setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang kembali pada UUD 1945. Namun, dalam praktiknya, Demokrasi Terpimpin menyimpang dari beberapa prinsip demokrasi konstitusional yang terdapat dalam UUD 1945, terutama dalam aspek keseimbangan kekuasaan dan kedaulatan rakyat.
  • Dalam sistem ini, kekuasaan politik sangat terpusat pada Presiden Soekarno, yang memegang kekuasaan eksekutif dan juga pengaruh besar di bidang legislatif dan yudikatif. Ini bertentangan dengan prinsip pemisahan kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945, di mana kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus dijalankan secara independen.
  • Selain itu, peran partai politik, parlemen, dan demokrasi multipartai sangat dibatasi, dan peran militer serta kelompok-kelompok massa pro-Sukarno semakin dominan. Prinsip kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui pemilihan umum yang bebas dan adil juga tidak berjalan dengan baik dalam periode ini.

 

2. Peralihan ke Orde Baru (1966)

  • Orde Baru muncul setelah runtuhnya Demokrasi Terpimpin dan pergolakan politik yang terjadi pada 1965-1966, yang berpuncak pada pengalihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966.
  • Orde Baru dipimpin oleh Soeharto dengan janji untuk kembali sepenuhnya kepada UUD 1945 dan menegakkan tatanan politik yang lebih stabil, demokratis, dan konstitusional. Pada awalnya, upaya tersebut terlihat sebagai langkah untuk mengoreksi praktik-praktik Demokrasi Terpimpin yang otoriter.

 

3. Apakah Sesuai dengan UUD 1945?

A. Kesesuaian dengan UUD 1945 pada awal Orde Baru:

  • Janji Kembali ke UUD 1945: Pada tahap awal, Orde Baru secara formal menyatakan niatnya untuk menegakkan UUD 1945 dengan benar, terutama dalam menegakkan pemisahan kekuasaan dan pemulihan fungsi lembaga-lembaga negara, seperti DPR dan MPR, yang pada era Demokrasi Terpimpin mengalami distorsi.
  • Pemulihan Fungsi Demokrasi: Pemilu kembali diselenggarakan pada 1971, yang menjadi salah satu langkah awal Orde Baru untuk memulihkan demokrasi formal sesuai dengan UUD 1945, yang menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan melalui pemilu.

B. Penyimpangan dalam Praktik: Meskipun Orde Baru berjanji kembali kepada UUD 1945, dalam praktiknya ada beberapa penyimpangan yang bertentangan dengan prinsip dasar UUD 1945:

  • Konsentrasi Kekuasaan pada Presiden: Seiring berjalannya waktu, kekuasaan semakin terkonsentrasi di tangan Soeharto, yang menjabat sebagai presiden selama lebih dari 30 tahun. Hal ini menciptakan bentuk otoritarianisme terselubung, yang bertentangan dengan prinsip pembatasan kekuasaan dan rotasi kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945. Pemilihan umum diselenggarakan, tetapi sangat terbatas karena adanya kendali ketat terhadap partai politik dan mekanisme pemilu.
  • Dominasi Militer: Orde Baru memberi peran besar kepada militer melalui konsep Dwi Fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), yang memberi militer peran ganda dalam urusan politik dan keamanan. Ini melanggar prinsip sipil supremasi yang seharusnya dianut dalam sistem demokrasi dan UUD 1945, yang lebih mengutamakan supremasi sipil atas militer dalam pemerintahan.
  • Kontrol terhadap Kebebasan Berpendapat: Kebebasan berpendapat, berserikat, dan pers yang dijamin oleh UUD 1945 juga dibatasi selama masa Orde Baru. Kritik terhadap pemerintah ditekan, dan ada penyensoran ketat terhadap media massa. Ini bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945, yang menjamin hak untuk mengemukakan pendapat secara bebas.

C. Manipulasi Pemilu dan Politik:

  • Pemilu selama Orde Baru berjalan rutin, tetapi sifatnya sangat terbatas karena hanya ada tiga partai yang boleh berpartisipasi: Golkar (yang selalu dimenangkan oleh Soeharto), PDI, dan PPP. Sistem ini dirancang untuk mempertahankan dominasi kekuasaan Golkar, yang didukung oleh rezim militer. Hal ini bertentangan dengan semangat UUD 1945 yang menginginkan demokrasi yang benar-benar bebas dan adil.

 

4. Kesimpulan

Peralihan dari Demokrasi Terpimpin ke Orde Baru memang mengoreksi beberapa penyimpangan yang terjadi pada era Demokrasi Terpimpin, terutama upaya untuk menghidupkan kembali tatanan politik yang lebih konstitusional. Namun, dalam praktiknya, Orde Baru juga melakukan sejumlah penyimpangan terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat yang diatur dalam UUD 1945.

Rezim Orde Baru menciptakan sistem otoritarian yang terselubung, di mana pemilihan umum tetap diadakan tetapi tidak dalam bentuk yang sepenuhnya demokratis, dengan kontrol ketat terhadap kebebasan politik dan dominasi eksekutif yang sangat kuat. Sehingga, meskipun Orde Baru mengklaim kembali pada UUD 1945, implementasinya dalam banyak hal tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai konstitusi tersebut, terutama terkait prinsip keadilan sosial, hak asasi, dan supremasi hukum.


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Pernyataan berikut ini yang bukan latar belakang dari Reformasi Gereja adalah .... a. menolak indulgensi b. penyimpangan-penyimpangan dalam tubuh gereja c. gereja menjadi pusat monopoli d. lebih merupakan reaksi langsung atas gerakan Protestanisme e. bertujuan menata kembali gereja sesuai dengan ajaran lnjil

175

3.7

Jawaban terverifikasi