Riz R

21 Maret 2024 06:09

Iklan

Iklan

Riz R

21 Maret 2024 06:09

Pertanyaan

Mayoritas penduduk pesisir bermata pencaharian sebagai nelayan, dengan laut sebagai sumber ekonominya. Pada saat yang sama, masyarakat yang tinggal di dataran tinggi tentunya lebih banyak memanfaatkan lahan untuk menghasilkan bahan pangan yang dapat dikonsumsi atau dijual. Keragaman tersebut terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah.... A.Perbedaan ras B.Perbedaan budaya C.Kondisi alam D.Persamaan sejarah E.Bentuk kepulauan


33

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

Rizki F

21 Maret 2024 06:10

Jawaban terverifikasi

C.Kondisi Alam Penjelasan: Perbedaan mata pencaharian antara penduduk pesisir dan dataran tinggi disebabkan oleh perbedaan kondisi alam. Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai cenderung mengandalkan laut sebagai sumber perekonomian karena letak geografisnya yang dekat dengan laut, sedangkan masyarakat yang tinggal di dataran tinggi cenderung mengandalkan lahan pertanian karena kondisi geografisnya yang cocok untuk pertanian.


Iklan

Iklan

Salsabila M

Community

22 Maret 2024 04:36

Jawaban terverifikasi

<p>awaban yang paling tepat adalah:</p><p>C. Kondisi alam</p><p>Penjelasan: Perbedaan dalam mata pencaharian antara penduduk pesisir dan penduduk dataran tinggi terutama disebabkan oleh kondisi alam yang berbeda di kedua wilayah tersebut. Penduduk pesisir cenderung mengandalkan laut sebagai sumber ekonominya karena keberadaan pantai dan sumber daya laut yang melimpah, sehingga mayoritas dari mereka menjadi nelayan. Di sisi lain, penduduk dataran tinggi lebih banyak memanfaatkan lahan untuk pertanian karena kondisi tanah yang lebih cocok untuk budidaya tanaman. Oleh karena itu, perbedaan dalam mata pencaharian tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi alam yang berbeda antara kedua wilayah tersebut.</p><p>&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><p><br>&nbsp;</p>

awaban yang paling tepat adalah:

C. Kondisi alam

Penjelasan: Perbedaan dalam mata pencaharian antara penduduk pesisir dan penduduk dataran tinggi terutama disebabkan oleh kondisi alam yang berbeda di kedua wilayah tersebut. Penduduk pesisir cenderung mengandalkan laut sebagai sumber ekonominya karena keberadaan pantai dan sumber daya laut yang melimpah, sehingga mayoritas dari mereka menjadi nelayan. Di sisi lain, penduduk dataran tinggi lebih banyak memanfaatkan lahan untuk pertanian karena kondisi tanah yang lebih cocok untuk budidaya tanaman. Oleh karena itu, perbedaan dalam mata pencaharian tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi alam yang berbeda antara kedua wilayah tersebut.

 

 

 


 


Buka akses jawaban yang telah terverifikasi

lock

Yah, akses pembahasan gratismu habis


atau

Dapatkan jawaban pertanyaanmu di AiRIS. Langsung dijawab oleh bestie pintar

Tanya Sekarang

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Kisah Seorang Nelayan dan Kehidupan di Desa Desa kecil ini terletak di Semenanjung Minahasa Selatan. Desa ini menyimpan begitu banyak memori dalam benak orang-orang yang pernah berdiam di desa tersebut dalam kurun waktu yang relatif Iama, seperti saya. Begitu juga bagi mereka yang baru mengunjunginya meski hanya sebentar. Desa itu dinamai Lopana. Sore itu, saya tiba dari Amerika dengan satu keinginan kuat yang tak tertahankan lagi, yaitu untuk kembali mengunjungi desa tempat ibu saya dilahirkan, Lopana. Dari Kota Manado, saya memerlukan waktu 45 menit hingga 1 jam untuk sampai di Lopana. Itu tentu kalau jalanan tidak macet. Perjalanan menuju Lopana memang selalu mendebarkan. Kita harus melewati jalanan panjang nan berliku. Di beberapa Iokasi, terlihat jurang yang sangat dalam, bukit yang begitu tinggi, dan lereng yang amat terjal berkelok-kelok. Pohon kelapa (nyiur melambai) terlihat mendominasi tanaman di sepanjang jalan. Kalau ke Desa Sonder didominasi tanaman cengkih maka ke Lopana pohon kelapalah rajanya. Saya sangat menikmati perjalanan itu walaupun cuaca tak terlalu mendukung. Mendung dan gerimis. Ini menjadikan pemandangan mata saya terbatas dan kamera pun lebih banyak diistirahatkan saja. Tiga puluh menit perjalanan, kita sudah sampai di sekitar Desa Matani. Di desa ini. jalanan mulai lurus dan tak terlihat satu kelokan sekalipun. Di sebelah kanan jalan terlihat hamparan tanaman padi yang begitu luas. Konon, di tempat inilah letak Bandara Samratutangi akan dipindahkan. Desa Tumpaan adalah desa berkutnya setelah Matani. Setelah Tumpaan. baru sampailah kita di Desa Lopana. Tujuan saya berlibur kali ini adalah untuk menghilangkan kepenatan hidup dan sibuknya suasana perkotaan. Edy Sang Nelayan dl Lopana Mayoritas penduduk Lopana memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Hal ini dikarenakan desanya berada tepat di tepi pantai. Memasuki Desa Lopana, bila kita datang dari arah Manado. terlihat sangat jelas kekontrasannya. Di sebelah kiri jalan tampak jelas daerah perbukitan dan perkebunan. tempatnya bagi para petani. Sementara itu, di sebelah kanan jalan terlihat laut membiru yang begitu dekat. Indah tempatnya para nelayan bekerja demi sesuap nasi. Demi hidup keluarga serta pendidikan anak-anak. Ada seorang lelaki paruh baya. sebut saja namanya Edy, orang yang menemani saya selama didesa itu. Dari Edy saya mendapat banyak centa tentang kehidupan di Desa Lopana masa kini. la sendki adalah salah satu contoh warga desa yang senantiasa berharap suatu ketika nanti, hidup dan kehidupan mereka akan lebih baik lagi. Kesejahteraan hidup akan meningkat walau beberapa saja. Edy sekarang bekerja sebagai seorang nelayan. Tadinya ia adalah seorang petani. la menanam rica (rawit). Tetapi, pengolahan lahan tanaman rawitnya masih sangat sederhana. la menyiram rawit yang ia tanam dengan menimba ai di sumur dengan bermodalkan dua buah ember. Bayangkan saja, berapa puluh kali ia harus botak-balik menimba air tersebut untuk menyirami seluruh tanaman rawit miliknya di kala musim kemarau tiba. Bahkan. jarak antara sumur dan lahan rawitnya lumayan jauh. Nah, setelah cukup gagal dengan bercocok tanam rawit ia alih profesi menjadi 'kuli panjar. Ya, ia mencari nafkah dengan memanjat pohon kelapa milik para petani kelapa besar dan menerima upah harian. Namun sayangnya, usia Edy tidaklah muda terus. Kini ia bertambah tua, dengan sendirinya staminanya juga sudah mulai berk urang. Tenaganya tidak sekuat dahulu lagi. "Sekarang kita so tako ja nae pohong kalapa tinggi (sekarang saya sudah takut memanjat pohon kelapa yang tinggi); demikianlah ia bertutur ketika saya tanya kenapa tidak lagi themanjat pohon kelapa. la mengakui bahwa usianya tidak muda lagi dan itu membuatnya takut berada di ketinggian. Banyak hal yang membuatnya harus berpikir panjang merrpertahankan profesi 'kuli panjar-nya itu. Menyiasati kehilangan pekerjaan, Edy pun secara kreatif berpindah lokasi. Kini seluruh upaya penghidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia gantungkan dad profesi barunya. Menjadi nelayan. Bermodalkan sebuah perahu sema-sema dan sebuah perahu motor pinjaman, ia kini sudah beralih dari petani, kuli, kemudian menjadi nelayan. Setiap subuh ia sudah keluar rumah. Baru kembali setelah mentari sudah mulai memasuki peraduannya. Kadang kala, ia keluar rumah melaut pada sore menjelang malam dan baru kembali menjelang subuh. Tak menentu. Tergantung musim dan keadaan, juga tergantung kesehatan tubuhnya yang tentu saja semakin menua. Menurut Edy, sudah setahun lebih ia menjadi seorang nelayan. Sebuah pekenaan yang ia yakini amat mulia. Benar. Hasil ikan yang ia dapatkan setiap hari memberi hidup bagi keluarganya dan memen uhi kebutuhan pasar ikan di lopana. yang dengan sendirinya tentu saja memberi hidup bagi warga Lopana lainnya. Tak pelak lagi. ia menekuni peiterjaannya itu dengan motivasi tinggi dan penuh ucapan syukur. Sore itu, dengan tubuh yang hanya dibalut celana pendek dan kaos tanpa lengan, Edy mengajak saya menuju pantai. Tubuhnya tedihat masih kekar. dengan kulit yang semakin berwarna cokelat karena dibakar terik matahari terus-menerus. Hari itu ia sengaja mengambil 'cuti melaut' demi menemani saya mengeliingi kampung. Kami berjalan beriringan di tepian pantai. la menjelaskan panjang lebarbahwa banyak sekak warga kamputg yang terus berganti profesi seiring dengan tuntutan hidup yang semakin menggila. Harga-harga naik tak menentu. Saya juga melihat di beberapa lokasi pinggir pantai ada banyak gerobak sapi diparkir di sana. Bahkan. ada truk-truk berukuran besar. Melihat mata saya memandang penuh tanda Tanya, sebelum perta nyaan keluar dari mulut saya. Edy sudah terlebia dahulu menjelaskan. "Oh iyo, skarang dorang so ganti profesi menjadi penjual paser (Iya, sekarang mereka-mereka itu sudah ganti profesi menjadi penjual pasir)." Ternyata meletusnya Gunung Soputan beberapa tahun yang lalu memben rezekiterserwan bagi warga sekitar. Banyak sekati pasir gunung yang hanyut melalui sungai menuju pantai. Di sana, pasir-pasir itu menumpuk. Warga pun menjadikannya sebagai 'proyek sementara'. Setiap hari ada saja warga yang bolak-balik dengan gerobak maupun mobil untuk mengambi pasir-pasir tersebut danakan menjualnya lagi. Menunitnya, hasi darijualan pasir lebih banyak daripada beroocok tanam kecil-kecilan. Makanya jangan heran kalau ada banyak orang yang mengangkut pasir di tepian Pantai Lopana. KeNdupan Tolong-menolong di Kampung Ternyata. centa tentang betapa kuatnya ikatan tolong-menolong di Desa Lopana bukan isapan jempol semata. Hampir di setiap rumah yang saya singgahi kala itu. saya akan terus-menerus ditawari makanan. Entah itu makanan berat.seperti nasi dan lauk-pauknya, juga makanan ringan sejenis kue-kue khas Lopana. Tawaran mereka bukan sekadar basa-basi. Kalau menawarkan sesuatu, pasti sesuatunya itu ada, bukan hanya 6 mulut. Satu hal yang pasti, tanpa memandang itu keluarga cukup berada atau yang miskin sekalipun, mereka akan tetap menawari Anda makan bila singgah di rumah mereka. Apa pun itu. Di mata mereka, tamuadatah seseorang yang mesti ditayani sebak mungkin. "Torang nyanda mungkin mo kaseh biar... malu torang kalu nyanda kaseh apa-apa,” demikian seorang ibu tua bilang ke saya. Artinya. Kita tidak mungkin untuk tidak melayani tamu matu kita sebagai tuan rumah kalau tidak memberikan apa-apa. Ada lagi kebiasaan menoolok lainnya yang semakin membuka mata saya. Di desa seperti ini, tingkat kekeluargaan dan persaudaraan masih begitu diperhitungkan. Ambil contoh, dalam kehidupan mereka masih ada istilah 'pinjam api’ atau ‘minta bara'. Tetangga lain yang memilikinya pasti akan memberikan dengan senang hati. Artinya, mereka masih sangat suka menolong dan sangat senang memberi. Tetangga yang lidak punya api di dodika (tungku perapian). mereka dapat memintanya ke tetangga sebetah tanpa perlu takut akan diomeli dan dimarahi. Memberi kehidupan bagi mereka adalah seperti membagikan berkat. Berkat yang dibagkan pasti akan mendatangkan kebahagiaan melimpah. Hal itu karena kebahagiaan yang tidak dibagikan ke orang lain, ke tetangga sebelah. ke siapa pun d luar sana misalnya, ku bukanlah kebahagiaan yang sejati. Dari kehidupan di Desa Lopana, saya belajar banyak hal. Mulai dari semangat juang yang amat tinggi dalam mencari kehidupan. daya juang yang tidak main-main, misalnya dari kisah seorang Edy, sampai kepada keluasan hati untuk memberi dan menolong sesama dariwarga Lopana. Dua minggu di sana. seakan-akan saya mendapati kembali apa artinya hidup dan menghidupkan orang lain (sesama kita). Sepertinya saya menemukan kembali 'rasa' yang sulit atau mungkin tidak pernah lagi saya jumpai di kota besar. Namun, kemesraan itu temyata harus cepat berlalu. Dua minggu liburan sudah usai. Kaki ini harus kembali meninggalkan jalan sunyi pedesaan menuju jalan ramai perkotaan. Tetapi, semua kenangan indah itu pasti akan seialu membekas di hati ini. Semoga mata air kehidupan pedesaan itu dapat saya bawa ke kota besar tempat saya tinggal. Meskipun hari-hari ini semakin terlihat bahwa nilai tulus persaudaraan dan kemanusiaan, serta nilai-nilai kepedulian sudah mulai memudar, saya masih akan tetap untuk terus berharap serta percaya bahwa nitai-nilai itu tetap ada di hati orang-orang dekat saya. di lingkungan saya. bahkan di hati pemimpin-pemimpin negeri ini. Semoga. Sumber: Michael Sendow dalam https://www.kompasiana.com 5. Apa saja nilai-nilai yang telah memudar di perkotaan?

7

0.0

Jawaban terverifikasi

Sampan Pak Salim Angin laut bertiup sendu, menyampaikan pesan alam bagi mereka para penghuni pesisir Pulau Pekasih bahwa air sudah mulai pasang. Beberapa nelayan telah menurunkan kendaraan mereka, siap sedia bersama semua jaring dan jala, menjadi senjata utama untuk menangkap hasil alam yang berkeliaran di bawah kedalaman birunya lautan. Di sana, seorang kakek tua paruh enam puluhan sedang mengulur sampannya dengan tergesa-gesa. Kakek itu sendiri adalah salah satu pelaut di kampung kecil itu. Kampung nelayan khas masyarakat Melayu yang terpencil di daerah kepulauan Batam. Ia merupakan salah satu dari beberapa bag ian kecil rakyat yang masih menumpang hid up dari alam untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Mayoritas penduduk di kepu lauan itu mengandalkan hasil laut untuk bertahan hidup. Lahan pertanian atau perkebunan tidak dimiliki semua orang. Tanah-tanah sudah diatasnamakan pemilik yang sah. Bagi mereka, menumbuhkan sebatang pohon kelapa di tanah yang tidak legal sama dengan pengg unaan infrastruktur yang melanggar hukum. Mereka tidak memiliki tanah warisan dan tidak mempunyai ijazah memadai. Hanya lautlah tempat terakhir mereka berta rung mengais rezeki. Pak Salim sendiri sudah enam puluh tahun sekian tinggal di kampung itu. Ia lahir di keluarga miskin. lstri nya juga berasal dari keluarga miskin. Suami istri itu tidak sekolah ka rena memang kemampuan ekonomi dan kapabil itas pada zamannya tidak memberi mereka pel uang untuk itu. Akan tetapi, mereka bersyukur karena setida knya bisa meng hidupi anak-anaknya dengan pendidikan sekolah formal. Keenam anaknya bersekolah dari jenjang terenda h hingga jenjang atas, yaitu SD, SMP, dan SMA. Anak-anak mereka memang tidak menjadi Sarjana, tetapi bukan berarti mereka tidak beru ntu ng. Bagi Pak Salim yang sudah tua, telah menyelesaikan tugas dengan memberi pendidikan bagi anak-anaknya merupakan keberu ntungan besar tersendiri. Hal itu bisa di lakukan bukan menganda lkan hasil kebun mel impah atau gaji bulanan yang sangat besar, melainkan menganda lkan satu-satunya keahlian ya ng dia miliki di dunia ini, yaitu melaut. Hasil laut memberinya kehidupan. Tidak banyak, tetapi cukup membuat mereka bisa hidup sampai sekarang. Mungkin, banyak ya ng akan menggelengkan kepala dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin seorang nelayan miskin yang hanya melaut menggunakan sampan lapuk dan jala yang tidak lebih Iebar dari setengah lapangan voli itu bisa memberikan kehidupan layak, makanan, pakaian, pendidikan, dan kehormatan bagi anak-anaknya? "Aku ini miskin. Manakah mungkin bisa menyekolahkan anak-ana kku seperti orangorang berada, dengan jumlah sebanyak itu? Oleh karena itu, kuaja rkan mereka untuk hidup keras dan tawakal. Karena miskin, mereka harus belajar untuk berjuang” jelas Pak Salim. Pak Salim pergi keIaut setiap hari. Dia mencari dan mencari, terus tanpa henti, bergumul dengan gelombang panjang yang tidak kenai Ieiah. Dia bertarung dengan alam demi mendapatkan penghasilan setiap harinya. Dari situ Pak Salim memperlihatkan pada anakana knya, bahwasa nya manusia miskin seperti mereka tidak mungkin bisa tumbuh tanpa bergerak. Pak Salim dan sampan kecilnya tidak mungkin bisa mewujudkan mimpi mereka. Oleh karena itu, Pa k Sa lim memberikan kunci penting kepada anak-ana knya agar tumbuh menjadi manusia yang lebih baik. Pak Salim mengajarkan kepada anak-anaknya untuk bekerja keras dan tidak malas. Anak-anaknya pun memahami betul kondisi orang tuanya. Mereka tidak membuang waktu untuk diam di tempat dan menadahkan tangan, memintaminta kepada orang tuanya. Mereka turun ke lapangan untuk bekerja. Kedua anak perempuan nya menjahit. Ada pun anak lelakinya bekerja sebagai kuli bangunan, ikut menjaring bersama dengan orang-orang berkapal besar ke laut dalam, mengurus kebun kelapa milik orang kaya, dan membuat kue apam. Berkat kerja kerasnya, semua anak Pak Salim tumbuh menjadi orang dewasa yang tegar. Sekarang, keenamnya sudah berkeluarga dan mempunyai kehidupan masing-masing. Mung kin mereka akan bilang, kehidupannya saat ini bukan berkat tetes keringat Pak Salim, melainkan dari kerja keras mereka sendiri. Ungkapan tersebut mung kin benar, tetapi bisa salah. Kerja keras memang datang dari diri mereka sendiri. Akan tetapi, prinsip hidup dan semangat mereka tumbuh berkat ajaran Pak Salim. Mereka memahami berat ayah mereka membanting tulang setiap hari, menempuh ombak deras yang mungkin bisa menelungkupkan sampan lapuknya, bahkan bisa membunuhnya. Ada pun ibu mereka hanya bisa duduk di rumah karena sakit. Berkat tuturan dan pendidikan akhlak serta motivasi hidup dari Pak Salim, anak-anaknya bisa menjadi seperti saat ini. "Bapak akan pergi melaut juga hari ini?" tanya istrinya berdiri di samping sebuah pohon kelapa dengan tongkatnya, memperhatikan Pak Salim yang akan naik ke sampan. "Apa lagi yang aku boleh buat? lni pekerjaanku, bukan?"jawab Pak Salim. "Anak-anak kita mau pulang siang ini. Bapak duduklah dulu di rumah, tunggu mereka” kata istri nya. "Kau tunggulah mereka pulang. Mereka bukan anak-anak lagi. Mereka sudah dewasa. Tahulah mereka balik sendiri:' Pak Salim naik ke sampan. Ia menoleh sebentar sebelum akhirnya berujar "Tunggulah mereka. Aku nanti pulang bawa ikan. Kita makan bersama-sama” "lyalah, Pak. Hati-hati kalau begitu” Setelah menerima pesan tersebut, Pak Salim meluncur dengan kedua dayung tuanya. Tangan-tangannya yang menghitam dan rapuh akibat sengatan matahari dan gelitikan udara malam menggerakkan kendaraannya dengan Iancar. Sampan Pak Salim meluncur di laut bergelombang. Dari kejauhan, istrinya melihat dengan pandangan tabah. Pak tua itu masih belum berhenti berjuang. Mungkin, dia tidak akan berhenti sebelum ajal nya datang menjemput, ia pergi menuju Tuhan. Perjuangan adalah apa yang Pak Salim telah turunkan kepada anak-anaknya. Sumber: http://cerpenmu.com!cerpen-kehidupan/sampan-pak-salim.html, dengan pengubahan seperlunya. soal di mana tempat terjadinya cerita?

1

0.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan