Fika F

28 Januari 2022 09:22

Iklan

Fika F

28 Januari 2022 09:22

Pertanyaan

ide pokok dari cerita "novel student hidjo" Jika ditanyakan kepada siapa pun yang pernah mempelajari kesastraan Indonesia selama 30 tahun terakhir tentang siapa itu Marco Kartodikromo, atau lebih populer dikenal Mas Marco, mungkin tidak sampai seperseratus persen yang pernah mendengar namanya. Bukan suatu kesalahan jika Mas Marco tidak dikenal. Nama dan karyanya seperti Student Hidjo memang tidak pernah disinggung ataupun dimasukkan ke dalam karya sastra. Student Hidjo pertama kali muncul tahun 1918 dalam cerita bersambung di harian Sinar Hindia. Setahun kemudian, baru terbit dalam bentuk buku. Usia peredarannya tak lama, karena disita oleh pemerintah kolonial. Buku-buku karya Mas Marco yang dikenal sebagai jurnalis sekaligus aktivis gerakan politik penentang kolonialisme Belanda, dipandang begitu membahayakan. Ketakutan penguasa di kala itu bukan tak beralasan. Karya-karya Mas Marco terutama Student Hidjo berbeda dengan tema umumnya karya-karya sastra sejaman yang "direstui" oleh pemerintahan kolonial. Pada masa peredaran novel, ada dua lembaga penting dalam penyediaan bacaan bagi rakyat Hindia Belanda. Pertama Komisi Bacaan Rakyat, Commissie voor de lnlandsche School en Vo/ks/ectuur, yang didirikan tahun 1908. Komisi ini banyak menerbitkan karya sastra terjemahan bertemakan romantisme Eropa. Kedua, Balai Pustaka, 1917, menerbitkan karya-karya sastra dengan bahasa baku Melayu Tinggi seperti Azab dan Sengsara, 1920, karya Merari Siregar, disusul Siti Nurbaya, 1922, karya Ma rah Rusli. Berbeda dengan tema sastra sang induk semang Komisi Bacaan Rakyat, tema yang diangkat Balai Pustaka di awal pendirian adalah seputar kritik terhadap adat kuno, terutama Minangkabau. Kisah-kisah berputar seputar kawin paksa yang mendatangkan sengsara, dan kehidupan seputar lingkaran hitam-putih tentang yang baik dan buruk secara etika. Karya Student Hidjo menggambarkan secara plastis kehidupan kaum priyayi Jawa dengan kemudahan-kemudahan yang mereka peroleh, seperti kemudahan menimba pendidikan. Suasana pergerakan, terutama Sarekat Islam, tempat para tokoh novel mencurahkan sebagian waktu dan kegiatan, menjadikan novel ini kental dengan politik. Bahkan, kisah cinta sepasang tokoh novel pun diwarnai dengan kegiatan politik. Kisah diawali dengan rencana orang tua Hidjo menyekolahkan ke Belanda. Ayah Hidjo, Raden Potronojo berharap dengan mengirimkan Hidjo ke Belanda, dia bisa mengangkat derajat keluarganya. Meskipun sudah menjadi saudagar yang berhasil dan bisa menyamai gaya hidup kaum priyayi murni dari garis keturunan, tidak lantas kesetaraan status sosial diperoleh, khususnya di mata orang-orang yang dekat dengan gouvernement, pemerintah kolonial. Berbeda dengan sang ayah, sang ibu Raden Nganten Potronojo khawatir melepas anaknya ke negeri yang dinilai sarat "pergaulan" bebas. Pendidikan di Belanda ternyata membuka mata dan pikiran seluas-luasnya. Pertama, yang dianggap Belanda "besar" di Hindia ternyata sangat lndisch di Belanda metropolitan, terutama mereka yang pernah bekerja di Hindia, dalam selera makan dan minum. Gadis Belanda dan orang tua yang pernah bekerja di Hindia menaruh perhatian besar kepada pemuda Hindia. Kedua, yang angkuh di Hindia ternyata tidak berperan di Belanda. Hidjo sang kutu buku yang terkenal "dingin" dan mendapat julukan "pendito" akhirnya pun terlibat hubungan percintaan dengan Betje, putri directeur salah satu maatschapij yang rumahnya ditumpangi Hidjo selama studi di Belanda. Pertentangan batin panggilan pulang ke Jawa, akhirnya menguatkan Hidjo untuk memutuskan tali cinta pada Betje. Persoalan menjadi sedikit berliku-liku karena perjodohan dengan Raden Adjeng Biroe yang masih keluarga. Sesungguhnya Hidjo terpikat dengan Raden Adjeng Woengoe, putri Regent Jarak yang sangat cantik. Di akhir cerita, ketegangan mendapat penyelesaian. Kebebasan memilih dan bercinta diangkat ketika Hidjo tidak langsung setuju pada pilihan orang tuanya. Akan tetapi, ia mencari istri idaman. Rumus perjodohan berubah. Hidjo dijodohkan dan menikah dengan Woengoe. Sementara itu, Biroe dengan Raden Mas Wardojo kakak lakilaki Woengoe. Semua, baik yang menjodohkan dan yang dijodohkan, menerima dan bahagia. Betapa cerita perjodohan tidak selalu berakhir dengan tangis dan sengsara. Juga ditampilkan, bahwa mentalitas Nyai tidak selalu ada dalam diri inlander, yaitu ketika Woengoe menolak cinta controleur Walter. Selain itu, pengalaman Hidjo di Negeri Belanda membuka matanya. la melihat bahwa di negerinya sendiri bangsa Belanda ternyata tidak "setinggi" yang ia bayangkan. Hidjo menikmati sedikit hiburan murah ketika dia bisa memerintah orang-orang Belanda di hotel, restoran, atau di rumah tumpangan yang mustahil dilakukan di Hindia. Mas Marco dalam karya-karyanya secara lugas menunjukkan keberpihakannya kepada kaum Bumiputra. la menggunakan tokoh Controleur Walter sebagai tokoh penganut politik etis yang mengkritik ketidakadilan kolonial terhadap rakyat Jawa atau Hindia. Sarekat Islam bukan saja wadah politik, tetapi juga medan cinta, yaitu ketika politik dan cinta berbaur dalam rapat-rapat umum. Namun, kehadiran Wardojo, Woengoe, dan Biroe, bukan semata-mata untuk menonton keramaian. Akan tetapi juga dalam rangka menarik kedua perempuan itu untuk berperan dalam pergerakan. Bahkan, dalam kelakar ringan Woengoe dan Bi roe, berseloroh: "Nanti kita orang perampoean akan bikin perkoempoelan sendiri." Dua buku dengan versi berbeda diterbitkan tahun 2000 berdasarkan naskah lama Student Hidjo. Namun sayang, penyesuaian ejaan maupun bahasa mengurangi cita rasa klasik roman Student Hidjo. Perubahan terparah dilakukan Penerbit Bentang Budaya sedemikian rupa hingga mendekati pemerkosaan naskah. Secara dokumentasi kedua versi tidak bisa digunakan sebagai buku sumber, source book. Bentang Budaya merusak gaya Mas Marco karena bahasa Hindia Belanda kala itu diusahakan sesuai dengan bahasa Indonesia terkini. Sebagai salah satu contoh, dialog berikut cukup menjelaskan persoalan tersebut. Di naskah asli tertulis: .. "Meneer Djepris," kata Controleur kepada Sergeant jang hendak masoek sekolah Militair itoe, waktoe dia maki-maki kepada Djongos kapal orang Djawa, lantaran Djongos itoe koerang tjepat melajani permintaannja itoe DJEPRIS (hl 10-111 ). Bentang Budaya mengubah menjadi: "Meneer Djepris!" kata Controleur kepada Sergeant yang hendak sekolah militer itu sewaktu dia sedang memaki-maki kepada orang Jawa yang menjadi jongos kapal, lantaran jongos itu kurang cepat melayaninya. (him 142-143) Namun, terlepas dari hal tersebut, upaya untuk memperkenalkan salah satu karya yang tidak hanya menarik. Akan tetapi, terasa begitu radikal pada zamannya dan patut dihargai. Sebagai pengarang, Marco Kartodikromo sangat pantas mendapat tempat dalam kanon kesastraan sebagai salah satu pendobrak dengan beberapa karya lainnya seperti "Matahariah" dan "Mata Gelap". Novel ini sebetulnya sudah membuka suatu soal bahwa kesastraan bukan sekadar penghibur, tetapi suatu wacana politik dan sosial yang mengemban tugas menembus ruang-ruang publik. Pada gilirannya kesusastraan adalah jalan menuju pembebasan dari belenggu ketertindasan.

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

23

:

39

:

01

Klaim

76

3

Jawaban terverifikasi

Iklan

N. Juliana

30 Januari 2022 17:11

Jawaban terverifikasi

Hai, Fika F. Terima kasih sudah bertanya pada Roboguru. Kakak bantu jawab ya. Jawaban soal di atas adalah "Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo adalah sebuah novel yang pertama kali muncul tahun 1918 dalam cerita bersambung di harian Sinar Hindia. Novel ini merekam semangat zaman kala itu, bersifat pergerakan bumiputera mencari sikap politik yang baru. Pada awal cerita, novel ini menceritakan tentang Hidjo, seorang intelektual pribumi. Selain mengungkapkan kisah percintaan antar tokohnya, Mas Marco pun secara lugas menunjukkan keberpihakannya kepada kaum pribumi dengan memunculkan tokoh Controleur Walter sebagai tokoh penganut politik etis yang mengkritik ketidakadilan kolonial terhadap rakyat Jawa atau Hindia. Novel "Student Hidjo" membuka persoalan tentang kesusastraan adalah jalan menuju pembebasan dari belenggu ketertindasan." Ikuti pembahasannya yuk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Ide pokok adalah gagasan utama yang ingin dikomunikasikan penulis kepada pembaca tentang topik tersebut. Sebuah ide pokok bisa mewakili suatu bahasan topik secara ringkas. Ide pokok akan membutuhkan kalimat penjelas sebagai detail untuk mendukung argumennya. Ide pokok biasanya bisa dilihat dari kalimat utama. Cara menentukan sebuah ide pokok yang terdapat pada novel, yaitu: 1. Baca seluruh paragraf. 2. Baca setiap kalimat. 3. Pisahkan kalimat utama dan kalimat penjelas. 4. Tandai info penting. 5. Cari kalimat penjelas yang bersifat mendukung. 6. Simpulkan isi paragraf. 7. menandai ide pokok pada setiap paragraf dari sebuah tulisan secara keseluruhan dengan menggabungkan bagian akhir dan awal kalimat dari suatu paragraf. Berikut ini adalah analisis ide pokok pada setiap paragraf dari cerita "novel student hidjo", yaitu: - Ide pokok pada paragraf (1) terletak di awal kalimat, yakni "Marco Kartodikromo lebih populer dikenal Mas Marco." - Ide pokok pada paragraf (2) terletak di awal kalimat dan akhir kalimat, yakni "Karya-karya Mas Marco terutama Student Hidjo pertama kali muncul tahun 1918 dalam cerita bersambung di harian Sinar Hindia." - Ide pokok pada paragraf (3) terletak di awal kalimat ditambah gagasan pendukungnya pada kalimat selanjutnya, yakni "Dua lembaga penting dalam penyediaan bacaan bagi rakyat Hindia Belanda, yaitu Komisi Bacaan Rakyat dan Balai Pustaka." - Ide pokok pada paragraf (4) terletak di awal kalimat, yakni "Balai Pustaka mengangkat tema seputar kritik terhadap adat kuno, terutama Minangkabau di awal pendiriannya." - Ide pokok pada paragraf (5) terletak di awal kalimat, yakni "Karya Student Hidjo menggambarkan secara plastis kehidupan kaum priyayi Jawa dengan kemudahan-kemudahan yang mereka peroleh dalam menimba pendidikan." - Ide pokok pada paragraf (6) terletak di awal kalimat, yakni "Kisah diawali dengan rencana orang tua Hidjo menyekolahkannya ke Belanda." - Ide pokok pada paragraf (7) terletak di awal kalimat, yakni "Pendidikan di Belanda ternyata membuka mata dan pikiran seluas-luasnya." - Ide pokok pada paragraf (8) terletak di awal kalimat, yakni "Hidjo sang kutu buku yang terkenal "dingin" dan mendapat julukan "pendito" terlibat hubungan percintaan dengan Betje." - Ide pokok pada paragraf (9) terletak di awal kalimat, yakni "Persoalan menjadi sedikit berliku-liku karena perjodohan dengan Raden Adjeng Biroe yang masih keluarga." - Ide pokok pada paragraf (10) terletak di awal kalimat, yakni "Rumus perjodohan berubah." - Ide pokok pada paragraf (11) terletak di awal kalimat, yakni "Pengalaman Hidjo di Negeri Belanda membuka matanya." - Ide pokok pada paragraf (12) terletak di awal kalimat ditambah gagasan pendukungnya pada kalimat selanjutnya, yakni "Mas Marco dalam karya-karyanya secara lugas menunjukkan keberpihakannya kepada kaum Bumiputra dengan menggunakan tokoh Controleur Walter sebagai tokoh penganut politik etis yang mengkritik ketidakadilan kolonial terhadap rakyat Jawa atau Hindia." - Ide pokok pada paragraf (13) terletak di awal kalimat, yakni "Dua buku dengan versi berbeda diterbitkan tahun 2000 berdasarkan naskah lama Student Hidjo." - Ide pokok pada paragraf terakhir terletak di awal dan akhir kalimat, yakni "Novel ini membuka persoalan tentang kesusastraan adalah jalan menuju pembebasan dari belenggu ketertindasan." Dengan demikian, ide pokok dari cerita "novel student hidjo" adalah "Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo adalah sebuah novel yang pertama kali muncul tahun 1918 dalam cerita bersambung di harian Sinar Hindia. Novel ini merekam semangat zaman kala itu, bersifat pergerakan bumiputera mencari sikap politik yang baru. Pada awal cerita, novel ini menceritakan tentang Hidjo, seorang intelektual pribumi. Selain mengungkapkan kisah percintaan antar tokohnya, Mas Marco pun secara lugas menunjukkan keberpihakannya kepada kaum pribumi dengan memunculkan tokoh Controleur Walter sebagai tokoh penganut politik etis yang mengkritik ketidakadilan kolonial terhadap rakyat Jawa atau Hindia. Novel "Student Hidjo" membuka persoalan tentang kesusastraan adalah jalan menuju pembebasan dari belenggu ketertindasan." Semoga membantu ya ๐Ÿ™‚


Rencia R

11 September 2022 14:09

.

Iklan

Febiani A

05 November 2023 07:53

Bagaimana menyimpulkan


Vivi V

21 November 2023 14:25

Di mana tangapanya?


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

berikan 3 contoh kata bilangan di teks laporan percobaan hasil percobaan

213

5.0

Jawaban terverifikasi

Bacalah kutipan puisi berikut! Pagiku hilang sudah melayang Hari mudaku sudah pergi Sekarang petang datang membayang Batang usiaku sudah tinggi. Aku lalai di hari pagi Beta lengah di masa muda Kini hidup meracuni hati Miskin ilmu miskin harta Kata petang mempunyai makna lambang a. suasana senja b. masa tua C. waktu sore hari d. kehidupan manusia

388

3.5

Lihat jawaban (4)

Iklan