Judul : Rindu
Penulis : Tere Liye
Editor : Andriyati
Penerbit : Republika
Tebal Buku : ii + 544 hal; 13.5x20.5 em
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2014
Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?
Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yg seharusnya indah?
Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yg seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?
Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan?
Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu?
Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja""
Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan.
Perjalanan panjang penuh kerinduan dimulai ketika sebuah kapal besar bernama Blitar Holland mendarat di Pelabuhan Makassar. Kapal tersebut nantinya akan berhenti dan menaikkan penumpang di Pelabuhan Surabaya, Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh. Kapal itu akan terus melaju hingga Jeddah karena para penumpang kapal tersebut adalah calon jamaah haji. Setelah berhenti di beberapa pelabuhan , rupanya kapal Blitar Holland ditumpangi oleh sepasang kakek - nenek yang saling mencintai. Mbah Kakung dan Mbah Putri beserta satu anak perempuannya naik dari
Pelabuhan Semarang, keromantisan pasangan yang tidak lagi muda itu membuat iri seluruh penghuni kapal. Mereka bisa saling mengenal karena setiap solat berjamaah, atau makan di kantin selalu bertemu dan akrab begitu saja, terlebih pada keluarga Daeng Andipati yang memiliki dua putri bertingkah menggemaskan. Hari demi hari berlalu. Kisah perjalanan panjang itu mulai terangkai dan ertanyaan-pertanyaan itu satu per satu hadir. Ya, ada lima pertanyaan yang dibawa oleh penumpang dalam kapal Blitar Holland.
Pertanyaan pertama dari Banda Upe, tentang masa lalu yang memilukan. Ternyata di balik pendiamnya Banda Upe yang sering mengurung diri di dalam kabin, memiliki masa lalu yang *memilukan. Siapa sangka Guru mengaji di atas kapal ini dahulunya pernah *terjerumus dalam lubang kemaksiatan. Meski itu sangat terpaksa, karena memang dipaksa.
Nasibnya masih untung, karena diselamatkan lelaki yang mencintainya sejak kecil, lelaki yang saat ini menjadi suami tercintanya. Cara terbaik menghadapi masa Lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa Lalumu? Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk* semua kisah itu.Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. (hal 312)
Pertanyaan kedua berkaitan tentang kebencian pada seseorang yang seharusnya kita sayangi.
Siapa sangka Daeng Andipati yang memiliki kekayaan di usia muda melalu kerja keras dari keringat sendiri ini memiliki kebencian pada seseorang, Daeng Andipati yang terlihat tak memiliki masalah karena selalu terlihat bahagia bersama kedua putri dan istrinya itu ternyata memiliki kebencian pada seseorang, bahkan setelah 5 tahun kemeninggalan orang tersebut malah semakin membencinya, membenci orang yang seharusnya kita sayangi.
".. aku membencinya. Aku membenci ayahku sendiri." (hal. 370)"
Ada orang-orang yang kita benci. Ada pula orang-orang yang kita sukai. Hilir mudik datang dalam kehidupan kita. Tapi apakah kita berhak membenci orang lain? ... Pikirkan dalam-dalam, kenapa kita harus *benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan *membenci? Karena boleh jadi, saat kita *membenci orang Lain, kita sebenarnya sedang *membenci diri sendiri." (hal. 373)
"Maka ketahuilah Andi, kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, dengan penghapus canggih,atau dengan apapun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran kertas baru yang benar-benar kosong.Buka lembaran baru, tutup lembaran lama yang pernah *tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau sungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya, Andi. Berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu untuk melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, hati kau sudah lapan*g seperti halaman baru ... "
Kembali ke pertanyaan ketiga yang ternyata datang dari tokoh Mbah Kakung dan Mbah Putri, dalam perjalanan di tengah lautan, Mbah Putri *meninggal. Ini membuat Mbah kakung yang hampir selama hidupnya bisa menjawab semua pertanyaannya sendiri, kini tak bisa menjawab pertanyaan dari kenyataan. Keinginan Mbah Kakung agar kelak ketika *meninggal agar *dikuburkan berdampingan , sepertinya tidak mungkin terjadi, Mbah Putri *dikuburkan seperti para pelaut sejati. Tetap dibungkus kain *kafan, setelah disholati, kemudian *ditenggelamkan dengan diberi beberapa *bandul supaya tubuhnya tidak *mengambang dan jatuh ke dasar lautan.
Pertanyaan ketiga terucap ketika Anak Mbah Kakung memutuskan untuk meminta tolong Daeng Andipati, karena seharian Mbah kakung tidak makan apapun. Daeng Andipati datang bersama Guruta.
Dan pertanyaan tentang kehilangan kekasih hati terucap, juga terjawab menjadi tiga jawaban dengan pemahaman terbaik.
Mulailah menerima dengan Lapang hati, karena kita menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah kabar baiknya karena kita tidak bisa mngendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tak berdaya. Kita tetap bisa menaklukan diri sendiri bagaimana menyikapinya, apakah bisa menerima atau mendustakannya. Biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apa lagi. Ketika kita merasa
semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saat untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik ...
Pertanyaan ke empat, Tentang Cinta sejati,Jawaban dari pertanyaan ini begitu terurai panjang.
""Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tutus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan rasa suka-cita. Aku tahu, kau akan prates, bagaimana mungkin? Kita bilang itu cinta sejati, tapi kita justru melepaskannya. Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pencinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia."" (hal.492)
Dan pertanyaan kelima justru datang dari Guruta sendiri, Seorang ulama termashyur, memiliki karya hingga ratusan buku. Bisa menjawab bijak 4 pertanyaan sebelumnya. Tapi dia sendiri tak bisa menjawab pertanyaan yang bersemayam pada dirinya.
Dari Ambo Uleng lah pertanyaan Guruta terjawab. Bukan dengan tulisan, bukan dengan lisan, tapi dengan perbuatan ...
Terjawab sempurna ketika klimaks cerita terjadi, sebuah klimaks yang tak terduga. Sama sekali tak terduga. Bahkan Guruta sempat dipenjara ketika ketahuan oleh tentara Hindia Belanda yang bertugas mengawal BLITAR HOLLAND saat menyelesaikan sebuah buku karya terbarunya tentang KEMERDEKAAN ADALAH HAK SETIAP BANGSA DAN NEGARA.
Sumber: http:/jandikafajar56 blogspot.com/2014/11/bedah-nave/-rindu-tere/iye.html
2d. Hikmah apakah yang dapat kita ambit dari novel Rindu karya Tere Liye?
2