Agung S

09 April 2022 10:48

Iklan

Agung S

09 April 2022 10:48

Pertanyaan

Berikanlah keterangan pada tabel berikut mengenai sebab-sebab berakhirnya kabinet pada masa Demokrasi Liberal dalam tabel berikut.

alt

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

02

:

08

:

25

:

32

Klaim

29

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

S. SALSABILLA

Mahasiswa/Alumni Universitas Pendidikan Indonesia

22 Agustus 2022 04:39

Jawaban terverifikasi

Jawaban yang tepat adalah, sebagai berikut: 1. Kabinet Natsir, disebabkan adanya mosi tidak percaya terhadap parlemen karena perundingan menyangkut masalah Irian Barat menemui jalan buntu. 2. Kabinet Sukiman, disebabkan adanya pertukaran nota yang terjadi antara Menteri Luar Negeri Ahmad Subarjo dengan Duta Besar Amerika Merle Cochran yang dianggap merugikan politik luar negeri bebas aktif. 3. Kabinet Wilopo, disebabkan menghadapi masalah sulit berupa gerakan separatisme yang terjadi di sejumlah daerah. 4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I, eadaan ekonomi Indonesia yang semakin memburuk, adanya korupsi, dan inflasi yang mengakibatkan kepercayaan rakyat semakin merosot dan tindakan NU yang menarik kembali menteri-menterinya. 5. Kabinet Burhanuddin Harahap, disebabkan memang sudah selesai masa tugasnya. 6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II, disebabkan dalam tubuh kabinet terjadi perpecahan, yakni antara PNI dan Masyumi. 7. Kabinet Djuanda, disebabkan pergolakan-pergolakan di daerah-daerah yang membuat hubungan antara pusat dan daerah menjadi terhambat. Untuk lebih jelasnya, yuk simak pembahasan berikut. Demokrasi Liberal berlangsung di Indonesia dari tahun 1949 sampai 1959 dipimpin oleh Presiden Soekarno. Pada masa 9 tahun tersebut, Indonesia telah berganti kabinet sebanyak 7 kali, yaitu: Kabinet Natsir, Kabinet Sukiman, Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastromijoyo I, Kabinet Burhanudin Harahap, Kabinet Ali Sastromijoyo II, dan Kabinet Djuanda. 1. Kabinet Natsir (6 September 1950 sampai 21 Maret 1951). Natsir adalah kabinet pertama yang terpilih untuk menjalankan pemerintahan pada masa demokrasi liberal. Penyebab Jatuhnya Kabinet Natsir adalah, pada masa Kabinet Natsir inilah dilangsungkan perundingan antara Indonesia dan Belanda menyangkut masalah Irian Barat untuk pertama kalinya. Sayangnya, perundingan yang berlangsung pada tanggal 4 Desember 1950 ini menemui jalan buntu. Kondisi ini kemudian memunculkan mosi tidak percaya dari parlemen. Parlemen terus memberikan tekanan pada kabinet ini. Tekanan datang semakin besar ketika Hadikusumo (PNI) menyatakan mosi tidak percaya. Puncaknya PNI melayangkan pencabutan PP No. 39/1950 tentang DPRS dan DPRDS yang diterima oleh parlemen. Hal ini yang menjadi titik jatuhnya Kabinet Natsir pada tanggal 21 Maret 1951. 2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 hingga 3 April 1952). Setelah jatuhnya Kabinet Natsir, presiden menunjuk Sidik Joyosukarto (PNI) dan DR. Sukiman (Masyumi) untuk membentuk kabinet baru. Pada tanggal 26 April 1951 diumumkan tentang susunan kabinet baru di bawah pimpinan Sukiman Wiryosanjoyo (Masyumi) dan Suwiryo (PNI). Jatuhnya Kabinet Sukiman disebebkan adanya pertukaran nota yang terjadi antara Menteri Luar Negeri Ahmad Subarjo dengan Duta Besar Amerika Merle Cochran. Nota tersebut berisi tentang pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada pemerintah Indonesia yang didasarkan pada Mutual Security Act (MSA) atau undang-undang kerja sama keamanan. Namun, parlemen mengira bahwa kerja sama tersebut justru sangat merugikan politik luar negeri bebas aktif yang selama ini dianut Indonesia. Alhasil, kabinet Sukiman dituduh telah memasukkan Indonesia ke dalam Blok Barat. 3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 hingga 2 Juni 1953). Kabinet ini terdiri dari para pakar yang ahli di bidangnya, sehingga disebut dengan zaken kabinet. Penyebab Jatuhnya Kabinet Wilopo menghadapi masalah sulit berupa gerakan separatisme yang terjadi di sejumlah daerah. Selain itu, terjadi pula peristiwa 17 Oktober 1952 terkait gerakan sejumlah perwira Angkatan Darat yang menekan Presiden Soekarno agar membubarkan parlemen. Masalah tersebut ditambah dengan peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara membuat kabinet Wilopo semakin gaduh. Peristiwa Tanjung Morawa terjadi karena pemerintah sesuai dengan persetujuan KMB mengizinkan pengusaha asing untuk kembali mengusahakan tanah-tanah perkebunan. Pada tanggal 16 Maret 1953, Polisi mengusir para penggarap tanah yang tidak memiliki izin. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan lima orang petani terbunuh. Peristiwa ini pun mendapatkan sorotan yang tajam dari pers maupun dari parlemen. Kemudian, Sidik Kertapati dari Serikat Tani Indonesia (Sakti) mengajukan mosi tidak percaya terhadap Kabinet Wilopo. 4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 hingga 12 Agustus 1955). Penyebab utama jatuhnya Kabinet Ali I adalah masalah TNI-AD yang merupakan kelanjutan dari peristiwa 17 Oktober 1952. Kala itu, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal Bambang Sugeng mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai pengganti beliau, maka ditunjuklah menteri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo, Panglima Tentara dan Teritorium II/Sriwijaya. Namun, pengangkatan pimpinan baru tersebut ditolak para panglima Angkatan Darat. Proses pengangkatan tersebut dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di dalam lingkungan TNI-AD. Selain itu, masalah yang ikut mendorong jatuhnya Kabinet Ali I adalah keadaan ekonomi Indonesia yang semakin memburuk, adanya korupsi, dan inflasi yang mengakibatkan kepercayaan rakyat semakin merosot. Masalah lain yang menyebabkan keretakan dalam Kabinet Alisastroamijoyo I adalah tindakan NU yang memutuskan untuk menarik kembali menteri-menterinya. Tindakan ini kemudian diikuti oleh partai-partai lainnya. 5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 hingga 3 Maret 1956). Kabinet Burhanudin Harapan dianggap sebagai kabinet yang berhasil menjalankan tugas-tugasnya. Berakhirnya kabinet ini karena memang sudah selesai masa tugasnya. 6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 hingga 14 Maret 1957). Jatuhnya Kabinet Ali II terjadi pada tanggal 14 Maret 1957. Ali Sastroamijoyo terpaksa harus menyerahkan kembali mandatnya pada presiden karena dalam tubuh kabinet terjadi perpecahan, yakni antara PNI dan Masyumi. Masalahnya, Masyumi menginginkan agar Ali menyerahkan mandatnya kepada presiden sesuai dengan tuntutan daerah. Sementara Ali Sastroamijoyo sendiri berpendapat bahwa kabinet tidak wajib mengembalikan mandatnya hanya karena tuntutan daerah. Akhirnya, pada bulan Januari 1957, Masyumi menarik semua menterinya dari kabinet. Hal ini pun membuat kedudukan Kaibnet Ali Sastroamijoyo II menjadi sangat lemah dan akhirnya jatuh. 7. Kabinet Juanda (9 April 1957 hingga 5 Juli 1959). Jatuhnya Kabinet Juanda Kabinet Juanda juga tidak lepas dari terpaan masalah. Muncul pergolakan-pergolakan di daerah-daerah yang membuat hubungan antara pusat dan daerah menjadi terhambat. Pada tanggal 30 November 1957, terjadi peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Percobaan pembunuhan ini terjadi di depan Perguruan Cikini sehingga dikenal sebagai Peristiwa Cikini. Setelah Peristiwa Cikini tersebut, keadaan negara semakin memburuk. Banyak daerah menentang kebijakan pemerintah pusat. Akhirnya, pergolakan ini berkembang menjadi pemberontakan PRRI/Permesta. Karena keadaan yang semakin kacau, akhirnya Presiden Soekarno memutuskan untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekret Presiden 5 Juli 1959 ini menandai berakhirnya Kabinet Djuanda sekaligus berakhirnya pula masa demokrasi liberal yang menggunakan sistem parlementer. Semoga membantu yaa...


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Apakah benar NIBKD dan MBKS dibentuk guna menghadapi kekuatan Belanda? Jelaskan!

88

5.0

Jawaban terverifikasi