Zakiatun N

12 September 2024 23:07

Iklan

Zakiatun N

12 September 2024 23:07

Pertanyaan

Berdasarkan berita tersebut, jumlah pemilih yang tidak memberikan hak pilihnya (golongan putih/Golput) pada Pilpres 2014 sebesar 30%. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan Pilpres 2014 (27,7%) dan 2004 (24%). Berkaitan dengan hal tersebut, coba Anda identifikasi faktor yang menyebabkan meningkatnya angka Golput tersebut!

Berdasarkan berita tersebut, jumlah pemilih yang tidak memberikan hak pilihnya (golongan putih/Golput) pada Pilpres 2014 sebesar 30%. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan Pilpres 2014 (27,7%) dan 2004 (24%). Berkaitan dengan hal tersebut, coba Anda identifikasi faktor yang menyebabkan meningkatnya angka Golput tersebut!

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

01

:

14

:

24

:

05

Klaim

12

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

000000000000000000000000d240a29d1babecfa143e326182208ff96b7bc34cba8c854951be398f95f2 0

14 September 2024 02:40

Jawaban terverifikasi

<p><strong>Faktor yang menyebabkan meningkatnya angka Golput antara lain ketidakpuasan terhadap calon, kurangnya sosialisasi politik, apatisme, ketidakpercayaan terhadap pemilu, dan masalah logistik</strong></p><p>• Identifikasi faktor yang mungkin menyebabkan meningkatnya angka Golput</p><p>&nbsp;</p><p>• Beberapa faktor yang dapat diidentifikasi antara lain:</p><ul><li>Ketidakpuasan terhadap calon yang ada.</li><li>Kurangnya sosialisasi dan pendidikan politik.</li><li>Munculnya apatisme di kalangan pemilih.</li><li>Ketidakpercayaan terhadap proses pemilu.</li><li>Masalah logistik dan aksesibilitas saat pemungutan suara.</li></ul>

Faktor yang menyebabkan meningkatnya angka Golput antara lain ketidakpuasan terhadap calon, kurangnya sosialisasi politik, apatisme, ketidakpercayaan terhadap pemilu, dan masalah logistik

• Identifikasi faktor yang mungkin menyebabkan meningkatnya angka Golput

 

• Beberapa faktor yang dapat diidentifikasi antara lain:

  • Ketidakpuasan terhadap calon yang ada.
  • Kurangnya sosialisasi dan pendidikan politik.
  • Munculnya apatisme di kalangan pemilih.
  • Ketidakpercayaan terhadap proses pemilu.
  • Masalah logistik dan aksesibilitas saat pemungutan suara.

Iklan

Rendi R

Community

21 September 2024 23:24

Jawaban terverifikasi

<p>Meningkatnya angka <strong>Golongan Putih (Golput)</strong> atau pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilpres 2014 dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin berkontribusi pada peningkatan angka Golput:</p><p>1. <strong>Kekecewaan terhadap Kandidat</strong></p><ul><li><strong>Kurangnya Kepercayaan pada Kandidat:</strong> Pemilih mungkin merasa tidak ada kandidat yang benar-benar mewakili aspirasi mereka, sehingga memutuskan untuk tidak memilih sama sekali. Hal ini sering terjadi ketika calon presiden dianggap tidak memiliki perbedaan signifikan dalam visi atau misi mereka.</li><li><strong>Ketidakpuasan Terhadap Pemerintahan Sebelumnya:</strong> Jika masyarakat merasa kecewa dengan kinerja pemerintahan sebelumnya, mereka bisa menjadi apatis dan memilih untuk tidak terlibat dalam pemilihan berikutnya.</li></ul><p>2. <strong>Tingkat Kepuasan Publik yang Rendah</strong></p><ul><li><strong>Frustrasi terhadap Sistem Politik:</strong> Banyak pemilih mungkin merasa bahwa sistem politik yang ada tidak efektif atau tidak mengakomodasi kebutuhan masyarakat luas. Hal ini bisa menyebabkan rasa putus asa dan kepercayaan bahwa partisipasi dalam pemilu tidak akan membawa perubahan.</li><li><strong>Korupsi dan Skandal Politik:</strong> Adanya korupsi atau skandal politik yang melibatkan para pemimpin atau partai politik bisa mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem politik.</li></ul><p>3. <strong>Kurangnya Pendidikan Politik</strong></p><ul><li><strong>Minimnya Pengetahuan tentang Proses Pemilu:</strong> Beberapa pemilih mungkin merasa tidak cukup memahami proses pemilihan, isu-isu penting, atau dampak dari hasil pemilu, sehingga mereka memilih untuk tidak terlibat.</li><li><strong>Sikap Apatis terhadap Politik:</strong> Kurangnya pendidikan politik yang baik bisa menyebabkan masyarakat menjadi apatis, merasa bahwa politik tidak relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari.</li></ul><p>4. <strong>Pengaruh Media Sosial dan Disinformasi</strong></p><ul><li><strong>Pengaruh Kampanye Negatif:</strong> Kampanye hitam dan penyebaran informasi palsu (disinformasi) melalui media sosial dapat menyebabkan kebingungan atau penurunan kepercayaan terhadap pemilu. Hal ini bisa membuat pemilih menjadi tidak tertarik untuk berpartisipasi.</li><li><strong>Meningkatnya Polarisasi:</strong> Polarisasi di media sosial juga bisa menyebabkan masyarakat merasa tidak ada pilihan yang dapat mewakili mereka dengan baik, sehingga mereka memutuskan untuk tidak memilih.</li></ul><p>5. <strong>Masalah Teknis dan Logistik</strong></p><ul><li><strong>Kendala Administratif:</strong> Beberapa pemilih mungkin menghadapi masalah teknis seperti belum terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), kesulitan mengakses tempat pemungutan suara (TPS), atau kendala logistik lainnya yang membuat mereka tidak dapat memilih.</li><li><strong>Masalah Lokasi dan Jarak:</strong> Bagi pemilih di daerah terpencil atau luar negeri, jarak dan aksesibilitas TPS bisa menjadi penghalang yang signifikan untuk berpartisipasi dalam pemilu.</li></ul><p>6. <strong>Kesadaran Politik yang Rendah</strong></p><ul><li><strong>Rendahnya Kesadaran terhadap Hak Suara:</strong> Beberapa golongan masyarakat mungkin tidak menyadari pentingnya hak pilih dalam sistem demokrasi, sehingga mereka memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya.</li><li><strong>Kurangnya Sosialisasi Pemilu:</strong> Sosialisasi dari KPU (Komisi Pemilihan Umum) atau lembaga terkait mungkin tidak merata, terutama di daerah-daerah terpencil atau kelompok masyarakat yang memiliki akses terbatas terhadap informasi.</li></ul><p>7. <strong>Meningkatnya Kegiatan Individu pada Hari Pemilihan</strong></p><ul><li><strong>Aktivitas Pribadi yang Menghalangi Partisipasi:</strong> Pada hari pemilihan, beberapa orang mungkin terlibat dalam kegiatan pribadi seperti pekerjaan atau acara keluarga yang membuat mereka tidak dapat datang ke TPS.</li><li><strong>Libur Panjang dan Perjalanan:</strong> Pemilu sering kali diadakan pada hari libur, sehingga banyak orang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bepergian atau berlibur, yang mengurangi partisipasi mereka.</li></ul><p>Kesimpulan</p><p>Peningkatan angka Golput pada Pilpres 2014 dapat disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, seperti kekecewaan terhadap kandidat, apatisme terhadap politik, pengaruh media sosial, masalah teknis, dan rendahnya pendidikan politik. Untuk mengurangi angka Golput, penting bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk meningkatkan pendidikan politik, memperbaiki proses pemilihan, serta menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.</p>

Meningkatnya angka Golongan Putih (Golput) atau pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilpres 2014 dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin berkontribusi pada peningkatan angka Golput:

1. Kekecewaan terhadap Kandidat

  • Kurangnya Kepercayaan pada Kandidat: Pemilih mungkin merasa tidak ada kandidat yang benar-benar mewakili aspirasi mereka, sehingga memutuskan untuk tidak memilih sama sekali. Hal ini sering terjadi ketika calon presiden dianggap tidak memiliki perbedaan signifikan dalam visi atau misi mereka.
  • Ketidakpuasan Terhadap Pemerintahan Sebelumnya: Jika masyarakat merasa kecewa dengan kinerja pemerintahan sebelumnya, mereka bisa menjadi apatis dan memilih untuk tidak terlibat dalam pemilihan berikutnya.

2. Tingkat Kepuasan Publik yang Rendah

  • Frustrasi terhadap Sistem Politik: Banyak pemilih mungkin merasa bahwa sistem politik yang ada tidak efektif atau tidak mengakomodasi kebutuhan masyarakat luas. Hal ini bisa menyebabkan rasa putus asa dan kepercayaan bahwa partisipasi dalam pemilu tidak akan membawa perubahan.
  • Korupsi dan Skandal Politik: Adanya korupsi atau skandal politik yang melibatkan para pemimpin atau partai politik bisa mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem politik.

3. Kurangnya Pendidikan Politik

  • Minimnya Pengetahuan tentang Proses Pemilu: Beberapa pemilih mungkin merasa tidak cukup memahami proses pemilihan, isu-isu penting, atau dampak dari hasil pemilu, sehingga mereka memilih untuk tidak terlibat.
  • Sikap Apatis terhadap Politik: Kurangnya pendidikan politik yang baik bisa menyebabkan masyarakat menjadi apatis, merasa bahwa politik tidak relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

4. Pengaruh Media Sosial dan Disinformasi

  • Pengaruh Kampanye Negatif: Kampanye hitam dan penyebaran informasi palsu (disinformasi) melalui media sosial dapat menyebabkan kebingungan atau penurunan kepercayaan terhadap pemilu. Hal ini bisa membuat pemilih menjadi tidak tertarik untuk berpartisipasi.
  • Meningkatnya Polarisasi: Polarisasi di media sosial juga bisa menyebabkan masyarakat merasa tidak ada pilihan yang dapat mewakili mereka dengan baik, sehingga mereka memutuskan untuk tidak memilih.

5. Masalah Teknis dan Logistik

  • Kendala Administratif: Beberapa pemilih mungkin menghadapi masalah teknis seperti belum terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), kesulitan mengakses tempat pemungutan suara (TPS), atau kendala logistik lainnya yang membuat mereka tidak dapat memilih.
  • Masalah Lokasi dan Jarak: Bagi pemilih di daerah terpencil atau luar negeri, jarak dan aksesibilitas TPS bisa menjadi penghalang yang signifikan untuk berpartisipasi dalam pemilu.

6. Kesadaran Politik yang Rendah

  • Rendahnya Kesadaran terhadap Hak Suara: Beberapa golongan masyarakat mungkin tidak menyadari pentingnya hak pilih dalam sistem demokrasi, sehingga mereka memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya.
  • Kurangnya Sosialisasi Pemilu: Sosialisasi dari KPU (Komisi Pemilihan Umum) atau lembaga terkait mungkin tidak merata, terutama di daerah-daerah terpencil atau kelompok masyarakat yang memiliki akses terbatas terhadap informasi.

7. Meningkatnya Kegiatan Individu pada Hari Pemilihan

  • Aktivitas Pribadi yang Menghalangi Partisipasi: Pada hari pemilihan, beberapa orang mungkin terlibat dalam kegiatan pribadi seperti pekerjaan atau acara keluarga yang membuat mereka tidak dapat datang ke TPS.
  • Libur Panjang dan Perjalanan: Pemilu sering kali diadakan pada hari libur, sehingga banyak orang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bepergian atau berlibur, yang mengurangi partisipasi mereka.

Kesimpulan

Peningkatan angka Golput pada Pilpres 2014 dapat disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, seperti kekecewaan terhadap kandidat, apatisme terhadap politik, pengaruh media sosial, masalah teknis, dan rendahnya pendidikan politik. Untuk mengurangi angka Golput, penting bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk meningkatkan pendidikan politik, memperbaiki proses pemilihan, serta menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Selegram merupakan salah satu profesi yang berkaitan erat dengan media sosial . Profesi ini sering kali menunjukkan gaya hidup di media sosial untuk membangun citra positif pada dirinya. Akan tetapi, profesi ini rentan sekali mendapat ujaran kebencian dari orang yang tidak dikenal di media sosial. Bentuk pelanggaran hak warga negara yang terjadi pada ilustrasi tersebut adalah ... Question 41Answer a. intoleransi beragama b. cyberbulling c. diskriminasi d. persekusi e. genosida

6

0.0

Jawaban terverifikasi

1) Apa perbedaan antara minimal usia kerja dan maksimal usia kerja? Jelaskan! (Jika perlu) 2) Perhatikan kutipan berita berikut! Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2023. Hakim konstitusi menyatakan batas usia pelamar kerja tidak termasuk bentuk diskriminasi. "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (30/7). Permohonan itu menggugat Pasal 35 Ayat (1) yang menyatakan tiap pemberi kerja bisa merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan kerja. Pemohon mempersoalkan isu diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan. Hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan sesuai Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), tindakan diskriminatif apabila terjadi pembedaan yang didasarkan pada agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Karena itu, kata Arief, syarat seperti batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan bukan merupakan tindakan diskriminatif. "Terlebih, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003 yang menyatakan, 'setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan'," katanya. Namun, satu hakim konstitusi yaitu M Guntur Hamzah punya pendapat berbeda atau dissenting opinion. Guntur berpendapat bahwa permohonan pemohon mestinya dikabulkan sebagian. Menurut dia, bunyi Pasal 35 Ayat (1) dapat diubah dan ditambahkan, sehingga pemberi kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Guntur menyebut jika dilihat dari segi hukum (sense of legality), pasal yang diuji oleh pemohon secara umum memang sepertinya tidak memiliki persoalan konstitusionalitas. Namun, jika dilihat dari kacamata keadilan (sense of justice), Guntur melihat norma Pasal 35 Ayat (1) potensial disalahgunakan, sehingga membutuhkan penegasan karena sangat bias terkait dengan larangan diskriminasi in casu dalam persyaratan pada lowongan pekerjaan. Menurut dia, Pasal 35 Ayat (10) sangat jelas menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) bagi para pencari kerja. Khususnya, dalam frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan" yang diletakkan pada pertimbangan subjektif pemberi kerja. Guntur berpandangan persyaratan hendaknya diletakkan pada kualifikasi dan kompetensi, sehingga tak masalah berapapun usia calon pekerja, sepanjang telah memasuki usia kerja dan memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai formasi atau lowongan pekerjaan dimaksud. Berdasarkan kutipan diatas : • Apa saja penyebab sektor formal hanya dikhususkan anak pemuda usia 18-25 tahun? • Apakah hanya Negara Indonesia saja yang menerapkan batas usia 25 tahun? (Dibandingkan negara lain) Jelaskan situasi! (Jika perlu) • Mengapa batas usia bukan diskriminasi oleh MK dan mengapa batas usia di negara lain cenderung diskriminasi? Jelaskan perbandingannya! (Jika perlu) 3) Apa jadinya kalau batas usia kerja Indonesia dihapus sepenuhnya &amp; merekut tenaga kerja di semua umur? Jelaskan dampaknya!

4

5.0

Jawaban terverifikasi

Iklan