Yulianti H

28 September 2023 22:40

Iklan

Yulianti H

28 September 2023 22:40

Pertanyaan

Bacalah teks hikayat berikut, kemudian tentukan konjungsi temporal akibat di dalamnya! Hikayat Abu Nawas: Botol Ajaib Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana. Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. "Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin," kata Baginda Raja memulai pembicaraan "Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil?" tanya Abu Nawas. "Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya," kata Baginda. Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Abu Nawas tidak begitu sedih karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan, terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.Sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sementara besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekedar. Mungkin sudah takdir, sepertinya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia mengumpulkan sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya. "Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya. Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas, "Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?" "Sudah Paduka yang mulia," jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil botol yang sudah disumbat, kemudian menyerahkan botol itu. Baginda menimang-nimang botol itu. "Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda. "Di dalam, Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas penuh takzim. "Aku tak melihat apa-apa," kata Baginda Raja. "Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu," kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyenangkan hidung. "Bau apa ini, hai Abu Nawas?! tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar, hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol," kata Abu Nawas ketakutan. Tetapi baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat

Bacalah teks hikayat berikut, kemudian tentukan konjungsi temporal akibat di dalamnya! 

Hikayat Abu Nawas: Botol Ajaib Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana. Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. "Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin," kata Baginda Raja memulai pembicaraan "Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil?" tanya Abu Nawas. "Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya," kata Baginda. Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Abu Nawas tidak begitu sedih karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan, terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.Sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sementara besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekedar. Mungkin sudah takdir, sepertinya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia mengumpulkan sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya. "Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya. Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas, "Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?" "Sudah Paduka yang mulia," jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil botol yang sudah disumbat, kemudian menyerahkan botol itu. Baginda menimang-nimang botol itu. "Mana angin itu, hai Abu Nawas?" tanya Baginda. "Di dalam, Tuanku yang mulia," jawab Abu Nawas penuh takzim. "Aku tak melihat apa-apa," kata Baginda Raja. "Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu," kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyenangkan hidung. "Bau apa ini, hai Abu Nawas?! tanya Baginda marah. "Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar, hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol," kata Abu Nawas ketakutan. Tetapi baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

14

:

12

:

21

Klaim

93

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Vincent M

Community

29 September 2023 00:32

Jawaban terverifikasi

<p>konjungsi temporal adalah <strong>kata penghubung yang menyatakan urutan waktu</strong>. Contoh konjungsi temporal: lalu, selanjutnya, sebelumnya, sesudah, sejak, semenjak, setelah itu, sampai, kemudian, hingga seiring, awalnya, akhirnya, dan banyak lagi.</p><p>Sesudah Abu Nawas memiliki tugas dari Baginda Raja,ia pulang dan berpikir keras cara bagaimana menangkap angin.</p><p>Setelah dua hari ,baru ia menemukan ide, bahwa angin tidak terlihat.</p><p>Akhirnya ia tidak takut lagi untuk menghadapi Baginda Raja.</p><p>Ia mengira ia akan dihukum,tapi karena kecerdasannya,Baginda Raja menerima ide Abu Nawas.</p>

konjungsi temporal adalah kata penghubung yang menyatakan urutan waktu. Contoh konjungsi temporal: lalu, selanjutnya, sebelumnya, sesudah, sejak, semenjak, setelah itu, sampai, kemudian, hingga seiring, awalnya, akhirnya, dan banyak lagi.

Sesudah Abu Nawas memiliki tugas dari Baginda Raja,ia pulang dan berpikir keras cara bagaimana menangkap angin.

Setelah dua hari ,baru ia menemukan ide, bahwa angin tidak terlihat.

Akhirnya ia tidak takut lagi untuk menghadapi Baginda Raja.

Ia mengira ia akan dihukum,tapi karena kecerdasannya,Baginda Raja menerima ide Abu Nawas.


Iklan

Rendi R

Community

29 September 2023 00:34

Jawaban terverifikasi

<p><strong>Konjungsi Temporal dalam Hikayat Abu Nawas</strong></p><p>Dalam hikayat Abu Nawas, terdapat beberapa konjungsi temporal yang menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam cerita tersebut. Konjungsi temporal adalah kata penghubung yang digunakan untuk mengindikasikan hubungan waktu antara dua peristiwa.</p><p>&nbsp;</p><p>Beberapa konjungsi temporal yang terdapat dalam hikayat ini antara lain:</p><p>&nbsp;</p><p><strong>Hari ini</strong>: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan waktu saat ini atau hari yang sedang berlangsung. Contohnya terdapat pada kalimat "Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana."</p><p><strong>Setelah</strong>: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan urutan waktu antara dua peristiwa, di mana peristiwa kedua terjadi setelah peristiwa pertama. Contohnya terdapat pada kalimat "Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman."</p><p><strong>Sedangkan</strong>: Konjungsi ini digunakan untuk membandingkan dua peristiwa yang terjadi pada waktu yang bersamaan. Contohnya terdapat pada kalimat "Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak."</p><p><strong>Sudah</strong>: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan bahwa suatu peristiwa telah terjadi pada waktu lampau. Contohnya terdapat pada kalimat "Sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya."</p><p><strong>Besok</strong>: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan waktu yang akan datang, yaitu hari berikutnya. Contohnya terdapat pada kalimat "Sementara besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja."</p><p><strong>Sesampai</strong>: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan waktu ketika mencapai suatu tempat atau titik tertentu. Contohnya terdapat pada kalimat "Sesampai di rumah secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana."</p><p>&nbsp;</p><p>Konjungsi-konjungsi temporal ini membantu dalam menggambarkan hubungan waktu antara peristiwa-peristiwa dalam cerita hikayat Abu Nawas.</p>

Konjungsi Temporal dalam Hikayat Abu Nawas

Dalam hikayat Abu Nawas, terdapat beberapa konjungsi temporal yang menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam cerita tersebut. Konjungsi temporal adalah kata penghubung yang digunakan untuk mengindikasikan hubungan waktu antara dua peristiwa.

 

Beberapa konjungsi temporal yang terdapat dalam hikayat ini antara lain:

 

Hari ini: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan waktu saat ini atau hari yang sedang berlangsung. Contohnya terdapat pada kalimat "Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana."

Setelah: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan urutan waktu antara dua peristiwa, di mana peristiwa kedua terjadi setelah peristiwa pertama. Contohnya terdapat pada kalimat "Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman."

Sedangkan: Konjungsi ini digunakan untuk membandingkan dua peristiwa yang terjadi pada waktu yang bersamaan. Contohnya terdapat pada kalimat "Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak."

Sudah: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan bahwa suatu peristiwa telah terjadi pada waktu lampau. Contohnya terdapat pada kalimat "Sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya."

Besok: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan waktu yang akan datang, yaitu hari berikutnya. Contohnya terdapat pada kalimat "Sementara besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja."

Sesampai: Konjungsi ini digunakan untuk mengindikasikan waktu ketika mencapai suatu tempat atau titik tertentu. Contohnya terdapat pada kalimat "Sesampai di rumah secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana."

 

Konjungsi-konjungsi temporal ini membantu dalam menggambarkan hubungan waktu antara peristiwa-peristiwa dalam cerita hikayat Abu Nawas.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Bacalah kutipan buku nonfiksi berikut! Puputan Upacara puputan atau dhautan bagi masyarakat Jawa merupakan upacara yang dilakukan dalam rangkaian upacara kelahiran seorang anak. Upacara ini dilaksanakan pada sore hari ketika tali pusar si bayi telah putus atau lepas (puput atau dhaut berarti lepas). Waktu yang diperlukan untuk penyelenggaraan puputan tidak dapat ditentukan secara pasti Hal ini bergantung kepada lama tidaknya tali pusar si bayi lepas dengan sendirinya. Tali pusar si bayi dapat putus sebelum seminggu bahkan lebih dari seminggu sejak kelahiran. Keluarga si bayi harus siap mengadakan upacara puputan jika sewaktu- waktu tali pusar tersebut putus. Upacara ini diselenggarakan dengan mengadakan kenduri atau selamatan yang dihadiri oleh kerabat dan tetangga terdekat. Sesajian (makanan) yang disediakan dalam upacara puputan, antara lain nasi gudangan yang terdiri atas nasi dengan lauk-pauk, sayur-mayur dan parutan kelapa, bubur merah, bubur putih, dan jajan pasar. Upacara puputan biasanya ditandai dengan dipasangnya sawuran (bawang merah, dlingo bengle yang dimasukkan ke ketupat), dan aneka macam duri kemarung di sudut- sudut kamar bayi. Selain sawuran dipasang juga daun nanas yang diberi warna hitam putih (bergaris-garis), daun apa-apa, awar-awar, girang, dan duri kemarung. Di halaman rumah dipasang tumbak sewu, yaitu sapu lidi yang didirikan dengan tegak. Di tempat tidur si bayi diletakkan benda-benda tajam seperti pisau dan gunting. Dalam upacara puputan dhautan terdapat makna atau lambang atau yang tersirat dalam makanan dan alat yang digunakan tersebut. Sumber: Maryani, Indonesia nan Indah: Upacara Adat, Semarang. Alprin, 2019 Buatlah rangkuman isi kutipan buku nonfiksi tersebut!

243

0.0

Jawaban terverifikasi