Anna T

08 Juli 2022 03:31

Iklan

Iklan

Anna T

08 Juli 2022 03:31

Pertanyaan

Bacalah teks drama modern berikut. Majalah Dinding Karya : Bakdi Soemanto Pelaku: - Anton - Kardi - Rini - Trisno - Wilar Di sebuah ruangan tampak meja dan kursi yang kurang begitu rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan menelungkup di meja. Ada tiga orang di ruangan itu meski ini Minggu pagi. Seorang bersilang tangan sambil duduk di salah satu meja. Ia adalah Anton, pemimpin redaksi majalah dinding. Seorang lagi adalah Rini, sekretaris redaksi, duduk di kursi. Seorang lainnya adalah Kardi, sedang menekuni buku. Ia adalah esais yang mulai dikenal tulisan-tulisannya lewat majalah dinding itu. Anton tampak kusut. Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia terburu-buru ke sekolah karena mendengar berita dari Witar, wakil pemimpin redaksi, bahwa majalah dinding itu dibredel oleh kepala sekolah. lni disebabkan karikatur Trisno yang terkesan mengejek Pak Kusno, guru karate. Anton : Kardi. Kardi : Ya! Anton : Kau ada waktu nanti sore? Kardi : Ada apa? Anton : Aku perlu bantuanmu untuk menyusun surat protes. Rini : Kurasa tak ada gunanya kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, kepala sekolah bukan guru lagi. Bukan pendidik. Ia berlagak penguasa. Kardi : ltu tafsiranmu, Rin. Menurutku, tindakannya itu mendidik. Anton : Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-anaknya sendiri. Aneh! Kardi : Masak begitu? Anton : Kalau mendidik anaknya kan bukan begitu caranya. Kardi : Tentu saja tidak. Ia bertindak dengan caranya sendiri. Rini : Sudahlah. Kalau kalian menurut aku, sebaiknya kita protes diam. Kita mogok. Nanti, kalau sekolah tutup tahun, kita semua diam. Mau apa Pak Kepala Sekolah itu kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua. Anton : Tapi masih ada satu bahaya. Rini : Bahaya? Kardi : Nasib Trisno, karikaturis kita itu. Anton : Bisa jadi dia akan celaka. Rini : Lalu? Anton : Kita harus selesaikan masalah ini. Rini : Caranya? Anton : Kita harus buka front terbuka. Kardi : ltu nggak taktis, Bung! Anton : Habis, kalau main gerilya kita kalah. Kardi : Baik. Tapi front terbuka juga berbahaya. Rini : Orang luar bisa lihat semua itu. Sekolah jadi tercemar. Kardi : Betul! Anton : Apakah sudah tak ada jalan keluar lagi? Kita *mati kutu? Kardi : Ada, tapi jangan grasa-grusu. Kita harus ingat, ini bukan perlawanan melawan musuh. Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri. Jadi, jangan asal membakar rumah, kalau marah. Anton : Baik, filsuf! Apa rencanamu? Trisno masuk. Napasnya engah-engah. Peluhnya berleleran. Rini : Kau dari mana, Tris? Anton : Dari rumah Pak Kepala Sekolah? Kardi : Dari rumah Pak Kepala Sekolah dan kau dimarahi? Trisno : Huuuuuhhhh. Disemprot pagi-pagi. Rini : Ngapain ke sana? Kan tidak dipanggil? Anton : Kau ini gimana, Tris? Masak pagi-pagi ke sana. Kardi : Sebaiknya kau nggak ke sana sebelum berembug dengan kami. Rini : Haaaahh! lndividualisme itu mbok dikurangi. Anton : Kau selalu begitu setiap kali. Kardi : Terus disemprot apa? Trisno : Kalian itu yang aneh kabeh. Anton : Lho! Rini : Aku aneh? Secantik ini aneh? Trisno : Belum tahu sudah disemprot. Kardi : Pak Kepala ke rumahmu? Trisno : lya. Terus aku mau rembugan gimana sama kalian. Belum bernapas sudah dicekik. Rini : lbumu tahu? Trisno : Untung mereka ibadah pagi. Anton : Terus? Trisno : Pokoknya aku didesak, ide itu ide siapa. Sudah dapat izin dari kau belum? Anton : Jawabmu? Trisno : Aku bilang, ide itu ide ... Anton : Ide Anton? Trisno· : Ide Albertus Sutrisno, sang pelukis! Dengar! Rini : Tapi kau bilang sudah ada persetujuan dari Pimpinan Redaksi? Trisno : Tidak, Rin. Kulindungi kekasihmu yang belum mandi ini. Anton : Kau bilang apa padanya? Trisno : Aku bilang bahwa tanpa sepengetahuan Anton, aku pasang karikatur itu. Sepenuhnya tanggung jawab saya. Dengar! Kardi : Edaaann. Pahlawan tenan iki. Rini : Ooooooo, hebat kau, Tris. Trisno : Ah, Rin, mbok jangan gitu. Anton : Kenapa kau bilang begitu? Menghina aku, Tris? Aku yang suruh kau melukis itu. Aku penanggung jawabnya. Akulah yang mestinya digantung, bukan kau! Kardi : Lho, lho, sabar-sabar, sabaaaar! Anton : Ayo, kau mesti ralat pernyataan itu! Trisno : Begini, Ton. Maksudku agar kau ... Anton : Tidak. Aku tidak butuh perlindunganmu. Aku mesti digantung, bukan kau! Trisno : Begini, Ton, maksudku, bahwa aku telah ... Anton : Sudah! Aku tahu kau berlagak pahlawan agar orang-orang menaruh perhatian kepadamu sehingga dengan demikian kau ... Rini : Anton! lni apa? lni apa? Kardi : Anton, sabar. Kau mau bun-uh diri apa bagaimana? Masak sedang gawat malah bertengkar sendiri. Semua membisu. Trisno : Maaf, Ton. Aku tidak hendak berlagak ahlawan. Aku sekedar ingin bertanggung jawab. Aku tak tega kalau kau ... kau di ... Anton : (membisu) Trisno : Tetapi kau menolak pernyataan setia kawanku dengan kau. Sudahlah, mungkin kita memang tidak harus dalam satu ide. (keluar) Anton : Tris, Tris, Trisno, Trisno. Kardi : Biar saja dia pergi. Kau mau apakan dia? Rini : Tapi, dia bisa memihak kepala sekolah. Kardi : Ah, tidak. Biar saja dia pergi. Anton : Maaf, Di. Kardi : Aku ngerti, kenapa kau tersinggung. Tetapi, dalam keadaan gawat, kita tidak boleh mengutamakan emosi, demi persatuan kita. Rini : Kau absurd! (keluar) Anton : Rin, Rini. Kardi : Nah, gimana ini kalau begini? Anton : (membisu) Kardi : Bagaimana? Anton : Pergi! Kardi : (terbengong) Anton : Pergi sana kau. Pergi! (keluar) *** Anton : (diam sendiri, berjalan hilir mudik) Rini : (masuk) Ton! Anton : Pergi! Rini : (membisu) Anton : Rin. Rini : Anton. Wilar (masuk) Lha! Rini : Bagaimana? Pak Lukas mau? Anton : Mana Pak Lukas? Wilar : Lha. Rini : Ayo, Laaaarrrrr, bagaimana? Kau ini mengejek. Anton : Kau menemuinya pagi ini? Wilar : Dia mau. Anton : Mau. Rini : Mau? Wilar : Jelas. Malah dia bilang begini: "Aku wakil kelas kalian. Aku ikut bertanggung jawab atas perbuatan kalian terhadap Pak Kusno. Tapi kalian tak boleh bertindak sendiri. Diam saja. Aku yang akan maju ke Bapak Kepala Sekolah. Aku akan menjelaskan bahwa Pak Kusno memang kurang beres. Tapi kalau kalian berbuat dan bertindak sendiri-sendiri, main corat-coret, atau membikin onar, kalian akan aku laporkan polisi." (menirukan cara berbicara Pak Lukas) Rini : Anton! Wilar : Lha. (Kardi muncul) Lha. (Trisno muncul) Lha. Semua: Lhaaaaa! Rini : Pak Lukas memang guru sejati. Mau melibatkan diri dengan problem anak-anaknya. Dia sungguh seperti bapakku sendiri. Anton : Dia seorang bapak yang melindungi, sifatnya lembut seperti seorang ibu. Trisno : Bagaimana kalau kita juluki Pak Lukas Sang Penyelamat? Semua : Setujuuuuuuuu! Kardi : (termenung) Rini : Ada apa, filsuf? Kardi : Sekarang sampailah kesimpulan tentang renungan-renunganku selama ini. Anton : Waaa, kumat dia. Rini : Renungan apa, Di? Trisno : Renungan apa lagi? Kardi : Bahwa ... bahwa kreativitas ternyata ... ternyata membutuhkan perlindungan. Apa amanat yang disampaikan dalam teks drama tersebut?


84

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Iklan

S. Indah

08 Juli 2022 07:08

Jawaban terverifikasi

Jawaban: dalam menyampaikan pendapat pada suatu media yang terikat dengan instansi kita memerlukan ijin terlebih dahulu. Amanat dalam suatu cerita adalah pelajaran atau nilai yang ingin disampaikan oleh pembuat cerita. Pada teks tersebut, amanat yang disampaikan adalah dalam menyampaikan pendapat pada suatu media yang terikat dengan instansi kita memerlukan ijin terlebih dahulu. Dalam hal ini pendapat yang disampaikan berkaitan dengan salah satu guru di sekolah, dan disampaikan melalui majalah dinding. Hal ini yang membuat Kepala Sekolah membredel majalah dinding. Jadi, amanat yang disampaikan adalah dalam menyampaikan pendapat pada suatu media yang terikat dengan instansi kita memerlukan ijin terlebih dahulu.


Iklan

Iklan

lock

Yah, akses pembahasan gratismu habis


atau

Dapatkan jawaban pertanyaanmu di AiRIS. Langsung dijawab oleh bestie pintar

Tanya Sekarang

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke Forum

Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu

Tanya ke Forum

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Bacalah kutipan buku nonfiksi berikut! Puputan Upacara puputan atau dhautan bagi masyarakat Jawa merupakan upacara yang dilakukan dalam rangkaian upacara kelahiran seorang anak. Upacara ini dilaksanakan pada sore hari ketika tali pusar si bayi telah putus atau lepas (puput atau dhaut berarti lepas). Waktu yang diperlukan untuk penyelenggaraan puputan tidak dapat ditentukan secara pasti Hal ini bergantung kepada lama tidaknya tali pusar si bayi lepas dengan sendirinya. Tali pusar si bayi dapat putus sebelum seminggu bahkan lebih dari seminggu sejak kelahiran. Keluarga si bayi harus siap mengadakan upacara puputan jika sewaktu- waktu tali pusar tersebut putus. Upacara ini diselenggarakan dengan mengadakan kenduri atau selamatan yang dihadiri oleh kerabat dan tetangga terdekat. Sesajian (makanan) yang disediakan dalam upacara puputan, antara lain nasi gudangan yang terdiri atas nasi dengan lauk-pauk, sayur-mayur dan parutan kelapa, bubur merah, bubur putih, dan jajan pasar. Upacara puputan biasanya ditandai dengan dipasangnya sawuran (bawang merah, dlingo bengle yang dimasukkan ke ketupat), dan aneka macam duri kemarung di sudut- sudut kamar bayi. Selain sawuran dipasang juga daun nanas yang diberi warna hitam putih (bergaris-garis), daun apa-apa, awar-awar, girang, dan duri kemarung. Di halaman rumah dipasang tumbak sewu, yaitu sapu lidi yang didirikan dengan tegak. Di tempat tidur si bayi diletakkan benda-benda tajam seperti pisau dan gunting. Dalam upacara puputan dhautan terdapat makna atau lambang atau yang tersirat dalam makanan dan alat yang digunakan tersebut. Sumber: Maryani, Indonesia nan Indah: Upacara Adat, Semarang. Alprin, 2019 Buatlah rangkuman isi kutipan buku nonfiksi tersebut!

65

0.0

Jawaban terverifikasi