Jongdi J

01 Juli 2022 07:09

Iklan

Jongdi J

01 Juli 2022 07:09

Pertanyaan

Bacalah penggalan drama berikut! Ipah : "Uang, buat fitness." Jalu : "Berapa?" Ipah : "Sejuta." Jalu : "Hah!" Ipah : "Kamu kira fitness itu murah? Harga pakaiannya saja ratusan ribu." Jalu : "Pakai pakaian yang ada saja. Tidak perlu pakai biaya." Ipah : "Malu ah. Gengsi. Tidak trendi." ("Bulan dan Kerupuk" karya Yosef Muldiyana) Amanat dalam kutipan drama tersebut adalah ... a. memintalah dengan cara yang baik b. berpenampilanlah dengan apa adanya c. berolahragalah jika diperlukan d. berolahragalah apabila memiliki banyak uang e. tidak usah berolahraga apabila tidak memiliki uang

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

01

:

11

:

53

:

31

Klaim

3

1

Jawaban terverifikasi

Iklan

Y. Kusumawati

01 Juli 2022 10:27

Jawaban terverifikasi

Jawaban yang tepat adalah A. Simak penjelasan berikut. Amanat adalah suatu pesan yang hendak disampaikan oleh penulis atau pengarang pada karya sastra yang ia ciptakan. Umumnya amanat ini dalam bentuk nasehat untuk menyampaikan pesan moral, bisa tersurat atau pun tersirat. Pada soal diatas, amanat dalam kutipan drama tersebut adalah memintalah dengan cara yang baik. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jawaban yang tepat adalah A.memintalah dengan cara yang baik.


Iklan

Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

1.Bacalah kutipan drama berikut! Abah: "Kalau cari suami harus yang jelas masa depannya, jangan seperti si Kabayan!" Iteung: "Tapi Kang Kabayan mah baik nyaah sama Iteung." Abah: "Baik? Baik apanya? Kalau memang baik pasti suka ngirim uang, paling sedikit ngirim ikan kesenangan Abah. Ikan gurame!" Ambu: "Abah teh kumaha. Apa-apa selalu saja diukur pakai uang." Tokoh Iteung pada kutipan drama tersebut akan lebih menarik jika menggunakan kostum a. celana panjang dan kaos dengan rambut panjang dibiarkan terurai b. celana panjang dan kaos dengan rambut dikepang dua c. kebaya dan celana panjang dengan rambut dibiarkan terurai d. kebaya dan kain dengan rambut di kepang dua 2.Jo : "Hey, jalan yang bener dong!" (keluar dari mobil) Yuda: (tampak terkejut dan menguasai diri) "Maaf Pak." Jo: (melotot) "Maaf, maaf!" (1) Bapak: "Sudahlah Jo, dia sudah minta maaf kok, lagi pula ayah buru- buru nanti terlambat ke kantor." (cepat menyusul keluar dari mobil) Jo : "Tidak bisa, dia harus diberi pela- jaran!" (nyaris melayangkan tinju) (2) Bapak : "Sabar Jo. (melihat kasihan pada Yuda) "Kau pergilah, Nak!" Yuda : "Terima kasih, Pak!" (3) Bapak "Hey, apa yang kau bawa, Nak?" (heran) "Kamu jual lukisan?" Yuda : "lya Pak, ini lukisan kaca." (4) Bapak: "Sungguh baru kali ini aku melihat lukisan kaca, biasanya saya di rumah memajang lukisan kanvas, lukisan kertas, lukisan bulu, dan lain-lain. Tapi, lukisan ini? Ah ya berapa kamu menjual ini?" Yuda: "Yang mana Pak?" (5) Bapak: "Semuanya. Ah sudah jangan bingung, gini aja gimana kalau lukisan itu saya beli lima juta rupiah." Yuda : "Apa? Lima juta!" (6) Bapak: "Apa kurang?" Yuda : "Cu... kup, Pak." Bukti latar waktu dalam kutipan drama tersebut terdapat pada dialog nomor .... a. (1) b. (3) c. (4) d. (6) 3.Perhatikan penggalan drama berikut! "Dari mana saja kau, Badar? Hari sudah petang tapi kau baru pulang," tanya ayah sambil berkacak pinggang. Dialog tersebut diucapkan dengan nada a. keras sambil bercanda b. marah dan serius c. rendah dan penuh tanya d. penuh kasih sayang 4.Cermati kutipan bacaan berikut! "Mohammad-san inilah rumahku." Toshihiko berkata ketika kami sampai di depan sebuah rumah kayu yang sederhana. Lalu berteriak, "Ibu! Ibu! Inilah tamu yang kita tunggu. Lihatlah, seorang Indonesia yang tersesat di kebun anggur Katsunuma. Bukankah ini suatu kehormatan bagi kita?" Bacaan tersebut termasuk teks fiksi karena a. memiliki unsur tema dan tokoh b. bersifat sistematis berdasarkan fakta yang ada c. narasi dan dialog menggunakan ragam bahasa baku d. menggunakan peribahasa untuk membandingkan suatu hal 5.Perhatikan teks berikut! Perkembangan teknologi informatika dalam satu dekade terakhir mengalami lonjakan luar biasa. Munculnya internet memudahkan setiap orang mendapat akses informasi. Tidak hanya sekadar berita, melalui internet orang bisa ber- jualan, memasang iklan, menikmati musik, dan memungkinkan individu mengetahui berbagai peristiwa secara intensif. Berdasarkan wacana tersebut, istilah yang dapat dideretkan dalam indeks dengan tepat adalah a. akses-individu-informatika-informasi- teknologi b. akses-iklan-individu-intensif-internet C. iklan-individu-informasi-intensif-internet d. individu-informasi-intensif-internet-iklan 6.Perhatikan kutipan indeks berikut! Gaib 8 Ilmu Fisika 7 Ilustrasi 57 Imajinasi 59 Implikasi 54 Magnetis 65 Pengetahuan eksakta 46 Pengetahuan keras 47 Pengetahuan lunak 48 Pengetahuan non-eksakta 45 Berikut ini pernyataan yang tidak benar berdasarkan indeks tersebut adalah a. Di halaman 46, kita dapat mempelajari materi pengetahuan keras. b. Materi tentang implikasi dapat kita jumpai di halaman 54. C. Di halaman 45 kita dapat mempelajari pengetahuan non-eksakta d. Pengetahuan eksakta dapat kita pelajari di halaman 46. *kutipan teks drama berikut untuk soal nomor 7 - 9* (1) Mayor: "Berapa lama lagi aku harus menunggu? Lihat semburat matahari sudah terlihat." (sambil menggebrak meja) (2) Kopral: "Sabarlah sedikit, Pak." (3) Mayor "Jangan ditawar lagi." (4) Kopral: "Apanya, Pak?" (5) Mayor: "Kesabarannya! Sejak kemarin kesabaran saya habis. Sabar itu prinsip. Tidak bisa ditawar- tawar, ngerti?" (6) Kopral: "Kalau begitu kuralat ucapanku tadi." (7) Mayor: "Ya, tapi pertanyaanku belum Bung jawab. Berapa lama lagi? Semburat matahari sudah terlihat tu!" 7.Dialog pada kutipan teks drama tersebut yang berisi kramagung ditandai dengan nomor a. (1) b. (3) c. (4) d. (5) 8.Latar disertai bukti nomor pada kutipan drama tersebut adalah .... a.. siang hari, bukti pada dialog nomor (7) b. menjelang maghrib, bukti pada dialog nomor (5) c.pagi hari, bukti pada dialog nomor (7) d. sore hari, bukti pada dialog nomor (1) 9.Amanat yang sesuai dengan kutipan teks drama tersebut adalah .... a. Kemarahan bukanlah cara penyelesaian masalah yang bijak. b. Seorang bawahan tidak sepatutnya melawan atasan sekalipun untuk membela kebenaran. c. Kita harus lebih banyak bersabar menghadapi apa pun. d. Kita harus mengikuti keinginan atasan walaupun tidak sejalan dengannya. *kutipan drama berikut untuk soal nomor 10-13* Fikri: "Hai sobat. Lho ada apa ini? Kamu kok kelihatan sedih?" Bayu: "Enggak. Perasaan kamu saja." Fikri: "Ayolah... Aku kenal kamu dari kecil. Aku bisa tahu kamu sedih, senang, malas, atau marah? Ayo katakan padaku siapa tahu aku bisa membantu." Bayu: "Kamu ini tau aja. Hari ini hari terakhir aku harus membayar SPP. Bapakku masih di luar kota. Ibuku sakit. Aku bingung harus bagaimana." Fikri :"Kenapa harus bingung. Aku bisa membantumu." Bayu: "Maksudmu?" Fikri: "Ya... membantumu. Aku punya uang tabungan dan cukup untuk membayar SPP mu." Bayu: "Wah... enggak ... enggak ... enggak aku tidak bisa menggunakan uang tabunganmu." Fikri: "Ayolah teman... aku tulus... kapan-kapan kamu dapat mengembalikannya." 10. Tema yang digambarkan pada kutipan drama tersebut adalah a. persahabatan antara kedua orang b. tolong-menolong antarteman yang mem- butuhkan c. persahabatan yang didukung oleh kedua orang tua d. masalah ekonomi keluarga yang tak kunjung reda 11.Tokoh Fikri dalam kutipan drama tersebut memiliki watak a. rendah hati b. tinggi hati c. baik hati d. kecil hati 12. Kutipan drama suasana tersebut menceritakan a. haru b. kaget c. kecewa d. sedih 13.(sambil terpogoh-pogoh masuk kamar tamu, Naja menangis) Naja: "Bu, aku sudah tidak kuat lagi kalau begini." Ibu: "Percayalah, Nak, masalah ini akan segera teratasi. Tuhan Maha Pengatur dan Mahabaik." Naja: "Tapi kapan? Kapan? Aku bosan sudah!" Ibu: "Bersabarlah, Nak. Jika sabar, masalah akan terurai satu per satu." (sambil membelai rambut Naja dengan penuh Kesabaran). Dalam struktur teks drama, kutipan tersebut merupakan bagian .... a. orientasi b. resolusi c. komplikasi d. epilog *kutipan buku berikut untuk soal nomor 14 dan 15* Bumi adalah tempat di mana kita, manusia, dan makhluk hidup lainnya berada. Bumi sering disebut juga sebagai planet biru. Kenapa? Karena bumi kalau dilihat dari luar angkasa terlihat dengan warna dominan biru. Tahukah kamu warna biru bumi yang terlihat dari angkasa raya itu? Itu adalah lautan. Karena sekitar 70% permukaan bumi merupakan lautan yang sangat luas. Sisanya 30% merupakan daratan yang tersusun atas dataran, gunung, dan lembah. Bumi juga dikelilingi oleh lapisan atmosfer yang merupakan pelindung bumi. 14. Teks tersebut tergolong sebagai karya nonfiksi karena .... a. berisi cerita karangan manusia b. bersifat informatif dan berisi kenyataan c. berasal dari imajinasi pengarang d. memiliki makna ganda 15. Inti dari kutipan buku tersebut adalah .... a. memaparkan tentang alam dan kerusakannya b. memaparkan secara detail tentang bumi c. menggambarkan tentang jenis-jenis atmosfer d. menjelaskan jenis-jenis planet 16.Bacalah kutipan teks fiksi berikut! Kehidupan keluarga ini sangat sederhana. Ayah dan Ibu setiap hari membanting tulang di ladang, seolah-olah kepala jadi betis, betis jadi kepala demi beberapa mulut yang harus dipenuhi. Orang tua ini ikhlas bekerja dengan tanggung jawab demi keluarga dan anak-anaknya kelak supaya jadi orang. Tak ada rotan akar pun jadi, begitulah kata orang tua itu. Daya tarik cuplikan teks fiksi tersebut tampak pada..... a. konflik dalam cerita b. latar cerita c. gaya bahasa penulis d. tema cerita 17.Perhatikan cuplikan teks berikut! Perempuan memang paling rentan terhadap anemia, terutama anemia karena kekurangan zat besi. Darah memang sangat penting bagi perempuan. Hal ini terutama pada saat hamil, zat besi itu dibagi dua, yaitu bagi si ibu dan janinnya. Apabila si ibu mengalami anemia, bisa terjadi abortus, lahir prematur, dan juga kematian saat melahirkan. Bahkan, bagi janin, zat besi juga dibutuhkan, terutama juga ada kaitannya dengan kecerdasan. Topik untuk diskusi berdasarkan bacaan tersebut adalah a. manfaat zat besi bagi bayi b. kesehatan ibu dan janin C. anemia sebagai penyakit berbahaya bagi perempuan d. sebab-sebab tingginya kernatian bayi dan anak di Indonesia *indeks berikut untuk soal nomor 18 dan 19* Aliterasi, 89, 93 Amanat, 5, 70 Arbitrer, 3, 65 Artikel, 8, 90 Balada, 25, 75 Drama, 89, 99 Epilog, 34, 36, 74 Fiksi, 3, 25, 90 18. Berdasarkan indeks buku nonfiksi tersebut, kita dapat menemukan istilah epilog di halaman.... a. 3,65 b. 25,75 c. 34, 36, dan 74 d. 3, 25, dan 90 19. Berdasarkan indeks buku tersebut, saat membuka halaman 25 kita dapat menemukan kata .... a. balada dan epilog b. balada dan fiksi c. balada dan drama d. balada

11

1.0

Jawaban terverifikasi

temukan konjungsi dalam teks hikayat ibnu hasan kemudian jeniskan! Ibnu Hasan Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan, bernama Syekh Hasan. Banyak harta, banyak uang, terkenal ke setiap negeri, merupakan orang terkaya. Bertempat tinggal di negeri Bagdad yang terkenal ke mana-mana sebagai kota yang paling ramai saat itu. Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasihati yang berpikiran sempit, mengajarkan ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya berupa pakaian atau uang. Oleh karena itu, banyak pengikutnya. Syekh Hasan memiliki seorang anak laki-laki yang sangat tampan, pendiam, dan baik budi, berusia sekitar tujuh tahun. Ibnu Hasan namanya. Ibnu Hasan sedang lucu-lucunya. Semua orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya. Namun demikian, anak itu tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan. Ayahnya berpikir, "Alangkah salannya aku, menyayangi di luar batas, tanpa pertimbangan. Bagaimana kalau akhirnya dimurkai Allah Yang Agung? Aku pasti durhaka, tak dapat mendidik anak, mengkaji ilmu yang bermanfaat." Dipanggilnya putranya. Anak itu segera mendatanginya, diusap-usapnya putranya sambil dinasihati, bahwa ia harus mengaji, katanya, "Sekarang saatnya, Anakku. Sebenarnya aku khawatir, tapi pergilah ke Mesir. Carilah jalan menuju keutamaan." Ibnu Hasan menjawab, "Ayah jangan ragu-ragu, semua kehendak orang tua akan hamba turuti, tidak akan kutolak, siang malam hanya perintah Ayah Ibu yang hamba nantikan." Kemudian, Ibnu Hasan berangkat ke pesantren, berpisah dengan kedua orang tuanya, hatinya sangat sedih. Ibunya tidak tahan menangis terisak-isak harus berpisah dengan putranya yang masih sangat kecil, belum cukup usia. "Kelak, apabila Ananda sudah sampai ke tempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri karena jauh dari orang tua. Harus tahu ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh, dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senang karena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong. Kalau celaka tidak akan diperhatikan. Berada di rantau orang kalau judes akan mendapatkan kesusahan. Hati-hatilah menjaga diri. Jangan menganggap enteng segala hal." Ibnu Hasan menjawab dengan takzim, "Apa yang Ibu katakan akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati. Doakanlah aku agar selamat. Semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah. Pesan Ibu akan kuperhatikan, siang dan malam." Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun. Mereka berangkat berjalan kaki. Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang, sesekali menggantikan tugas Mairun. Perasaan sedih, prihatin, kehujanan, kepanasan selama perjalanan yang memakan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga di pusat kota negara Mesir, dengan selamat berkat doa ayah dan ibunda. Selanjutnya, segeralah menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya. Pada suatu hari, saat bakda zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh yang baru pulang dari sekolah. Ibnu Hasan menyapa, "Anda pulang dari mana?" Saleh menjawab dengan sopan, "Saya pulang sekolah." Ibnu Hasan bertanya lagi, "Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!" Yang ditanya menjawab, "Apakah Anda belum tahu?Sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar, berhitung, menulis, mengeja, belajar tata krama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai dengan aturan." Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya. Dia segera pulang menghadap kyai dan meminta izinnya untuk belajar di sekolah guna mencari ilmu. "Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan," Kyai berkata demikian. Tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu, "Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba bersusah payah tanpa mengenal lelah mencari ilmu. Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknya pun banyak. Hamba tidak usah bekerja karena tidak akan kekurangan. Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah meninggal dunia, semua hartanya jatuh ke tangan hamba. Tapi, ternyata tidak terurus karena hamba tidak teliti akhimya harta itu habis, bukan bertambah. Di situlah terlihat temyata kalau hamba ini bodoh. Bukan bertambah masyhur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat hamba karena modal sudah ada, hamba hanya tinggal melanjutkan. Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihi orang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan memalukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang palih" Maka, yakinlah kyai itu akan baik muridnya.

10

4.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Teks 1 Hikajat Pertapa dengan Tjerpelai Sudah pula kita dengar tjeritera itu," titah radja kepada pendeta "Sekarang tjeriter akanlah oleh guru perumpamaan seorang jang tergesa-gesa dalam segala pekerdjaannja, serta tiada dengan usul periksanja." "Ampun tuanku, djawab Baidaba, "adapun orang jang bekerdja tiada dengan usul periksanja, tak dapat tidak menjesal djuga achir kelaknja. Adalah seperti hikajat seorang aliin membunuh tjerpelai jang dikasihinja, kemudian menjesallah ia "Tjeriterakanlah supaja kita dengar." "Di negeri Djurdjan ada diam seorang alim dengan isterinja. Keduanya sudah lama bergaul, akan tetapi diberi Tuhan belumlah mempunjai anak seorang djuga. Pada suatu ketika tiba-tiba hamillah isteri orang alim itu. Maka tiadalah dapat ditjeriterakan betapa girang hati kedua suami-isteri ketika mengetahui hal itu. Tiap-tiap sudah sembahyang tiada lupa alim itu mendoa kepada Tuhan, meminta supaja dikaruniai anak laki-laki. "Senangkanlah hatimu, hai isteriku!" katanja pada suatu Jiari "Keras sangkaku doaku akan dikabulkan Tuhan dan kita dikaruniai anak laki-laki, seperti jang kita harap harapkan. Apabila ia telah lahir nanti, kuberi nama jang sebaik-baiknja, dan kupilih guru jang pandai-pandai untuk mengadjarinja." "Mengapakah tuan berani-berani sadja memastikan barang jang belum tuan ketahu? kata isterinja setelah mendengar kata suaminja itu. "Entah djadi, entah tidak anak kita lahir. Orang jang suka berbuat begitu nanti serupa keadaannja dengan seorang fakir jang kena siram minjak samin sekudj badannja "Bagaimanakah mulanja maka djadi begitu?" "Ada seorang fakir, tiap hari diberi hadiah minjak samin dan madu oleh seorang saudagar, Dari pada hadiah itulah makanannja sehari-hari, dan jang tinggal disimpannja dalam sebuah tempajan, digantungkannya pada sebuah paku didinding pondoknja Beberapa lamanja tempajan itupun penuhlah. Pada suatu hari duduklah ia bersandar ke dinding, sambil memegang sebuah tongkat. Waktu itu di pasar minjak samin sedang mahal harganja "Kudjual isi tempajanku sedinar, katanja, "lalu kubelikan sepuluh ekor induk kambing. Sekali enam bulan tiap-tiap induk beranak dua ekor, atau letakkanlah seekor sadja. Dalam setahun sudah djadi tiga puluh kambingku Setahun pula kemudian lalu mendjadi sembilan puluh ekor. Wah, alangkah senangnya hatiku melihat pada tahun jang ketiga kambingku telah hampir tiga ratus ekor djumlahnja. Kemudian kudjual semuanja pembade kubelikan sapi, djantan dan betina. Jang djantan pemba betina diternakkan, didjual susunja. Ketika itu kajalah aku, kugadji sawah dan ladang, jang beberapa mengusahakan tanah-tanahku Sudah tentu kudirikan sebuah rumah jang besar dan bagus, dan kutjari s seorang orang untuk gadis jang tantik untuk isteri. Setelah setahun kawin te melahirkan anak, seorang anak laki-laki jang baik parasnja, bagus pula tingkah lakunja njang baik dan pendidikannya kudjaga sungguh-sungguh. Ja harus menurut Namanja kuljanj kata dan djika melawan sedikit sadja kupukulis dengan tongkat, begini" Lalu diajunkan tongkat jang ditangannja, kena tempajan di atas kepalanga, isanjapun tumpahlah Maka habislah sekudjur badannja disiram minjak samin. Demikianlah kesudahannya kalau orang suka memimpi-mimpikan barang jang belum tentu akan terdjadi. Mendengar tjeritera isterinja itu diamlah pertapa. Setelah tjukuplah hitungan bulannja, maka pada suatu jang baik isteri orang alim itupun sakitlah hendak bersalin. Tiada lama antaranja berkat pertolongan Tuhan lahirlah seorang anak laki-laki jang elok rupanja dengan selamat sedjahtera. Sangat-lah besar hati kedua laki isteri melihat doanja dikabulkan Tuhan. Pada suatu hari, ketika isteri orang alim itu hendak pergi kesungai bersutji, diberikannja anaknja kepada suaminja disuruhinja djaga. Orang alim itupun duduklah mendjaga anaknja. Tetapi sesaat kemudian datanglah seorang pesuruh radja menjampaikan titah menjuruh datang ke penghadapan, Oleh karena tiada seorang djuga di rumahnja jang dapat disuruhnja mendjaga anaknja, dipanggilnjalah tjerpelai, disuruhnja duduk dekat anak itu. Adapun tjerpelai itu sedjak ketjil telah dipeliharanja, dan kasihnja kepada hewan itu tak ubah dengan kepada anaknja sendir. Lalu dikuntjinjalah pintu, dan berdjalanlah ia mengikutkan pesuruh radja. Tidak lama sepeninggal alim itu, datanglah ketempat itu seekor ular jang bisa. Demi tjerpelai terlihat akan ular, diterkamnjalah hewan itu, digigitnjalah hingga mati. Maka merahlah mulutnja berlumuran dengan darah ular itu. Sedjurus antaranja pulanglah orang alim itu, lalu dibukanja pintu. Melihat tuannja datang, berlari-lari tjerpelai menjongsong, seakan-akan hendak memperlihatkan perbuatannja jang mulia itu, Akan tetapi demi orang alim itu melihat mulutnja merah oleh darah, terbanglah semangatnja, putjat mukanja. Sangkanja tentulah hewan itu telah membunuh anaknja. Dengan tiada berpikir pandjang lagi, diambilnja sepotong kaju, dipukulnja kepala tjerpelai itu. Hewan itupun matilah disitu djuga Kemudian masuklah alim itu ke dalam rumah. Ketika dilihatnja anaknja tidur dengan njenjaknja, dan di dekatnja ular berpotong-potong mati, teranglah kepadanja apa jang kedjadian sebenarnja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiaberdosa. Ditamparinja mukanja, ditindjunja dadanja, seraja berkata: "Wahai tjelakanja aku karena anak ini, Alangkah baiknja ia tidak djadi dilahirkan dan aku tiada berbuat dosa begini." Dalam ia mengata-ngatai dirinja itu, datanglah isterinja. "Mengapa tuan hamba menangis memukuli diri begini?" tanjanja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiada berdosa. Alim itu lalu mentjeriterakan kepada isterinja bagaimana setia tjerpelai mendjaga anaknja, dan bagaimana kedjam pembalasannja kepada hewan jang tiada berdosa itu. "Itulah buahnja pekerdjaan jang tiada dengan usul periksa", kata isterinja. Teks 2 Sial! Sial! Sial! Oleh: Beatrix Vena Maharani Pagi itu lebih gelap dari biasanya karena awan yang tebal, sehingga tidak salah kalau aku berpikir hari masih malam padahal sudah pukul setengah 7 pagi. Sial! Umpatku. Aku segera membuka kunci kamarku dan berlari kesana kemari bersiap untuk ke sekolah. Aku terus-terusan mengeluh kenapa Ibu tidak membangunkanku. la terus menjelaskan bahwa sudah membangunkanku berkali-kali, tetapi aku tetap tidak bangun. Paling hanya bualan saja, batinku. Saat aku hendak menggunakan sepatuku, ibu mengatakan bahwa ia akan memasukkan uang jajan harianku ke saku tas. "Enggak usah, taruh aja di meja makan. Aku masukkin dompet aja biar gak kemana-mana" jawabku. Roti yang dibuat ibu pun tidak sempat kumakan karena kata-kata 'terlambat' terus terngiang-ngiang di kepalaku. Sial! umpatku untuk kedua kalinya pada pagi itu. Aku baru ingat kalau Ayah pasti sudah berangkat ke kantor dari tadi. Aku harus naik apa ke sekolah? Tiba-tiba terdengar gemerincing bel. "Hei, mau ikut aku naik sepeda ke sekolah? Tapi aku mau mengantarkan donat ke rumah Pak RT dulu" ternyata itu Rara, tetanggaku yang sekaligus menjadi penjual donat di kompleks untuk bayar uang sekolah Pasti lama kalau harus mengantarkan donat dulu! Aku pun menolak ajakan Rara dan memutuskan untuk ngojek saja. Mau tidak mau, aku harus menggunakan uang jajanku hari ini hanya untuk membayar ojek. Ya ampun! Sial sekali hari ini, dimana uangku? Batinku sambil meraba-raba saku dan membuka dompet Pasti tertinggal di meja makan! Ah Ibu, kenapa tidak dimasukkan ke saku tasku saja sih? Saat itulah terdengar gemerincing bel yang kudengar sebelumnya. "Ini mas duit nya. Biar saya yang bayar Rara tiba-tiba mengulurkan uang kepada tukang ojek tersebut. "Terima kasih ya, Ra! Aku mau masuk ke kelas dulu," kataku dengan cepat sambil berlari memasuki pagar sekolah yang hampir saja ditutup. "Sama-sama! Saling peduli kepada teman kan hal yang baik!" jawab Rara setengah berteriak dan mulai mengayuh sepedanya menjauh dari daerah sekolahku. Aku tersentak. Tanpa aku sadari hari ini sudah ada 2 orang yang peduli kepadaku. Aku yang salah karena mengunci pintu kamarku sehingga Ibu tidak bisa masuk ke kamar dan membangunkanku secara langsung. Aku yang salah karena menyuruh Ibu meletakkan uang jajan harian ke meja makan padahal Ibu sudah berniat memasukkannya ke tas. Aku yang salah karena tidak memakan roti buatan Ibu, padahal bisa dimakan sembari berangkat ke sekolah. Aku yang salah karena berpikir bahwa mengantar donat memakan waktu yang lama padahal rumah Pak RT dan sekolahku searah. Aku yang salah karena telah menyalahkan orang-orang di sekitarku. Padahal, mereka peduli. Dan hari itu, bukannya aku mengucapkan terima kasih' kepada mereka, tetapi terus-terusan mengucap sial. Hari itu, bukanlah hari yang sial, tapi hari dimana aku sadar bahwa aku dikelilingi orang-orang yang masih peduli kepadaku. Bedakah latar suasana budaya yang digunakan dalam kedua teks di atas? Jelaskan.

2

5.0

Jawaban terverifikasi

Teks 1 Hikajat Pertapa dengan Tjerpelai Sudah pula kita dengar tjeritera itu," titah radja kepada pendeta "Sekarang tjeriter akanlah oleh guru perumpamaan seorang jang tergesa-gesa dalam segala pekerdjaannja, serta tiada dengan usul periksanja." "Ampun tuanku, djawab Baidaba, "adapun orang jang bekerdja tiada dengan usul periksanja, tak dapat tidak menjesal djuga achir kelaknja. Adalah seperti hikajat seorang aliin membunuh tjerpelai jang dikasihinja, kemudian menjesallah ia "Tjeriterakanlah supaja kita dengar." "Di negeri Djurdjan ada diam seorang alim dengan isterinja. Keduanya sudah lama bergaul, akan tetapi diberi Tuhan belumlah mempunjai anak seorang djuga. Pada suatu ketika tiba-tiba hamillah isteri orang alim itu. Maka tiadalah dapat ditjeriterakan betapa girang hati kedua suami-isteri ketika mengetahui hal itu. Tiap-tiap sudah sembahyang tiada lupa alim itu mendoa kepada Tuhan, meminta supaja dikaruniai anak laki-laki. "Senangkanlah hatimu, hai isteriku!" katanja pada suatu Jiari "Keras sangkaku doaku akan dikabulkan Tuhan dan kita dikaruniai anak laki-laki, seperti jang kita harap harapkan. Apabila ia telah lahir nanti, kuberi nama jang sebaik-baiknja, dan kupilih guru jang pandai-pandai untuk mengadjarinja." "Mengapakah tuan berani-berani sadja memastikan barang jang belum tuan ketahu? kata isterinja setelah mendengar kata suaminja itu. "Entah djadi, entah tidak anak kita lahir. Orang jang suka berbuat begitu nanti serupa keadaannja dengan seorang fakir jang kena siram minjak samin sekudj badannja "Bagaimanakah mulanja maka djadi begitu?" "Ada seorang fakir, tiap hari diberi hadiah minjak samin dan madu oleh seorang saudagar, Dari pada hadiah itulah makanannja sehari-hari, dan jang tinggal disimpannja dalam sebuah tempajan, digantungkannya pada sebuah paku didinding pondoknja Beberapa lamanja tempajan itupun penuhlah. Pada suatu hari duduklah ia bersandar ke dinding, sambil memegang sebuah tongkat. Waktu itu di pasar minjak samin sedang mahal harganja "Kudjual isi tempajanku sedinar, katanja, "lalu kubelikan sepuluh ekor induk kambing. Sekali enam bulan tiap-tiap induk beranak dua ekor, atau letakkanlah seekor sadja. Dalam setahun sudah djadi tiga puluh kambingku Setahun pula kemudian lalu mendjadi sembilan puluh ekor. Wah, alangkah senangnya hatiku melihat pada tahun jang ketiga kambingku telah hampir tiga ratus ekor djumlahnja. Kemudian kudjual semuanja pembade kubelikan sapi, djantan dan betina. Jang djantan pemba betina diternakkan, didjual susunja. Ketika itu kajalah aku, kugadji sawah dan ladang, jang beberapa mengusahakan tanah-tanahku Sudah tentu kudirikan sebuah rumah jang besar dan bagus, dan kutjari s seorang orang untuk gadis jang tantik untuk isteri. Setelah setahun kawin te melahirkan anak, seorang anak laki-laki jang baik parasnja, bagus pula tingkah lakunja njang baik dan pendidikannya kudjaga sungguh-sungguh. Ja harus menurut Namanja kuljanj kata dan djika melawan sedikit sadja kupukulis dengan tongkat, begini" Lalu diajunkan tongkat jang ditangannja, kena tempajan di atas kepalanga, isanjapun tumpahlah Maka habislah sekudjur badannja disiram minjak samin. Demikianlah kesudahannya kalau orang suka memimpi-mimpikan barang jang belum tentu akan terdjadi. Mendengar tjeritera isterinja itu diamlah pertapa. Setelah tjukuplah hitungan bulannja, maka pada suatu jang baik isteri orang alim itupun sakitlah hendak bersalin. Tiada lama antaranja berkat pertolongan Tuhan lahirlah seorang anak laki-laki jang elok rupanja dengan selamat sedjahtera. Sangat-lah besar hati kedua laki isteri melihat doanja dikabulkan Tuhan. Pada suatu hari, ketika isteri orang alim itu hendak pergi kesungai bersutji, diberikannja anaknja kepada suaminja disuruhinja djaga. Orang alim itupun duduklah mendjaga anaknja. Tetapi sesaat kemudian datanglah seorang pesuruh radja menjampaikan titah menjuruh datang ke penghadapan, Oleh karena tiada seorang djuga di rumahnja jang dapat disuruhnja mendjaga anaknja, dipanggilnjalah tjerpelai, disuruhnja duduk dekat anak itu. Adapun tjerpelai itu sedjak ketjil telah dipeliharanja, dan kasihnja kepada hewan itu tak ubah dengan kepada anaknja sendir. Lalu dikuntjinjalah pintu, dan berdjalanlah ia mengikutkan pesuruh radja. Tidak lama sepeninggal alim itu, datanglah ketempat itu seekor ular jang bisa. Demi tjerpelai terlihat akan ular, diterkamnjalah hewan itu, digigitnjalah hingga mati. Maka merahlah mulutnja berlumuran dengan darah ular itu. Sedjurus antaranja pulanglah orang alim itu, lalu dibukanja pintu. Melihat tuannja datang, berlari-lari tjerpelai menjongsong, seakan-akan hendak memperlihatkan perbuatannja jang mulia itu, Akan tetapi demi orang alim itu melihat mulutnja merah oleh darah, terbanglah semangatnja, putjat mukanja. Sangkanja tentulah hewan itu telah membunuh anaknja. Dengan tiada berpikir pandjang lagi, diambilnja sepotong kaju, dipukulnja kepala tjerpelai itu. Hewan itupun matilah disitu djuga Kemudian masuklah alim itu ke dalam rumah. Ketika dilihatnja anaknja tidur dengan njenjaknja, dan di dekatnja ular berpotong-potong mati, teranglah kepadanja apa jang kedjadian sebenarnja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiaberdosa. Ditamparinja mukanja, ditindjunja dadanja, seraja berkata: "Wahai tjelakanja aku karena anak ini, Alangkah baiknja ia tidak djadi dilahirkan dan aku tiada berbuat dosa begini." Dalam ia mengata-ngatai dirinja itu, datanglah isterinja. "Mengapa tuan hamba menangis memukuli diri begini?" tanjanja. Maka menjesallah ia sedjadi-djadinja telah membunuh hewan jang tiada berdosa. Alim itu lalu mentjeriterakan kepada isterinja bagaimana setia tjerpelai mendjaga anaknja, dan bagaimana kedjam pembalasannja kepada hewan jang tiada berdosa itu. "Itulah buahnja pekerdjaan jang tiada dengan usul periksa", kata isterinja. Teks 2 Sial! Sial! Sial! Oleh: Beatrix Vena Maharani Pagi itu lebih gelap dari biasanya karena awan yang tebal, sehingga tidak salah kalau aku berpikir hari masih malam padahal sudah pukul setengah 7 pagi. Sial! Umpatku. Aku segera membuka kunci kamarku dan berlari kesana kemari bersiap untuk ke sekolah. Aku terus-terusan mengeluh kenapa Ibu tidak membangunkanku. la terus menjelaskan bahwa sudah membangunkanku berkali-kali, tetapi aku tetap tidak bangun. Paling hanya bualan saja, batinku. Saat aku hendak menggunakan sepatuku, ibu mengatakan bahwa ia akan memasukkan uang jajan harianku ke saku tas. "Enggak usah, taruh aja di meja makan. Aku masukkin dompet aja biar gak kemana-mana" jawabku. Roti yang dibuat ibu pun tidak sempat kumakan karena kata-kata 'terlambat' terus terngiang-ngiang di kepalaku. Sial! umpatku untuk kedua kalinya pada pagi itu. Aku baru ingat kalau Ayah pasti sudah berangkat ke kantor dari tadi. Aku harus naik apa ke sekolah? Tiba-tiba terdengar gemerincing bel. "Hei, mau ikut aku naik sepeda ke sekolah? Tapi aku mau mengantarkan donat ke rumah Pak RT dulu" ternyata itu Rara, tetanggaku yang sekaligus menjadi penjual donat di kompleks untuk bayar uang sekolah Pasti lama kalau harus mengantarkan donat dulu! Aku pun menolak ajakan Rara dan memutuskan untuk ngojek saja. Mau tidak mau, aku harus menggunakan uang jajanku hari ini hanya untuk membayar ojek. Ya ampun! Sial sekali hari ini, dimana uangku? Batinku sambil meraba-raba saku dan membuka dompet Pasti tertinggal di meja makan! Ah Ibu, kenapa tidak dimasukkan ke saku tasku saja sih? Saat itulah terdengar gemerincing bel yang kudengar sebelumnya. "Ini mas duit nya. Biar saya yang bayar Rara tiba-tiba mengulurkan uang kepada tukang ojek tersebut. "Terima kasih ya, Ra! Aku mau masuk ke kelas dulu," kataku dengan cepat sambil berlari memasuki pagar sekolah yang hampir saja ditutup. "Sama-sama! Saling peduli kepada teman kan hal yang baik!" jawab Rara setengah berteriak dan mulai mengayuh sepedanya menjauh dari daerah sekolahku. Aku tersentak. Tanpa aku sadari hari ini sudah ada 2 orang yang peduli kepadaku. Aku yang salah karena mengunci pintu kamarku sehingga Ibu tidak bisa masuk ke kamar dan membangunkanku secara langsung. Aku yang salah karena menyuruh Ibu meletakkan uang jajan harian ke meja makan padahal Ibu sudah berniat memasukkannya ke tas. Aku yang salah karena tidak memakan roti buatan Ibu, padahal bisa dimakan sembari berangkat ke sekolah. Aku yang salah karena berpikir bahwa mengantar donat memakan waktu yang lama padahal rumah Pak RT dan sekolahku searah. Aku yang salah karena telah menyalahkan orang-orang di sekitarku. Padahal, mereka peduli. Dan hari itu, bukannya aku mengucapkan terima kasih' kepada mereka, tetapi terus-terusan mengucap sial. Hari itu, bukanlah hari yang sial, tapi hari dimana aku sadar bahwa aku dikelilingi orang-orang yang masih peduli kepadaku. Sesuai dengan teks manakah pernyataan di bawah ini? Pernyataan: Ceritanya bersifat lebih realistis.

1

5.0

Jawaban terverifikasi

Bacalah kedua teks anekdot berikut. Teks 1 Pilkades akan diselenggarakan besok pagi. Semua warga sepertinya sudah menentukan pilihan masing-masing. Pagi-pagi, seperti biasanya, ibu-ibu belanja di tukang sayur keliling. "Wah, serangan fajar, nih!" celetuk Bu Titik yang tidak sengaja melihat tukang sayur itu memasukkan bungkusan ke kresek-kresek belanjaan. "Ah, ibu ini bisa aja. lni hanya bonus kecil untuk para pelanggan tercinta. Saya hanya ingin berbagi kebaikan," kata si tukang sayur seraya berpamitan. Beberapa orang masih berkumpul di dekat poskamling dan membuka bungkusan yang diberi tukang sayur itu. Ternyata, bungkusan itu berisi serbet yang berlambang angka #7. Di dalam bungkusan, juga terselip amplop kecil berisi uang Rpl 2.000,00. Saat uang diambil, ada pesan di dalam amplop. "Jika terpilih, kami akan menambahkan sisanya, Rp 188.000,00." "Hahahaha. Begini yang dibilang bukan serangan fajar?" Orang-orang tertawa melihat kejadian tersebut. Teks 2 Farhan: Pak Martin kalau mengisi seminar kok tidak pernah beranjak dari tempat duduknya seperti yang lain. Kira-kira kenapa, ya? Jordan: Paling-paling, Pak Martin sedang kelelahan. 'Kan di rumahnya, Pak Martin juga menjalankan usaha. Farhan: Ah, iya. Benar juga. Ditambah lagi, Pak Martin juga aktif kegiatan sosial kan. Nando: Ah, kalian ini sok tahu. Pak Martin tidak pernah beranjak dari tempat duduk itu karena dia adalah pejabat. Jordan dan Farhan: Hah? Apa hubungannya? Nando: Ya kan kalau pejabat selalu berebut kursi. Pak Martin tentu tidak mau kursinya diduduki orang lain. Jordan dan Farhan: (bergeming tanpa ekspresi mendengar jawaban Nando) Perbedaan kedua teks anekdot tersebut adalah . .. A. Teks 1 menjelaskan pilkades, sedangkan Teks 2 menjelaskan pilkada. B. Teks 1 memiliki tiga tokoh, sedangkan Teks 2 memiliki banyak tokoh. C. Teks 1 disajikan secara naratif, sedangkan Teks 2 disajikan dalam bentuk dialog. D. Teks 1 menggunakan bahasa informal, sedangkan Teks 2 menggunakan bahasa formal. E. Teks 1 menggunakan sudut pandang orang pertama, sedangkan Teks 2 menggunakan sudut pandang orang ketiga.

1

5.0

Jawaban terverifikasi