Lakon Remaja
FOGING
Karya U. Nurochmat
BABAK I
PELAKU
Wahyu Tukang sol sepatu
Raban Pesuruh di balai desa
Bi Acih Pedagang di warung
Atin Pelajar SMP, anak Bi Acih
Hasan Mantri kesehatan
ADEGAN l
PANGGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA WARUNG BI ACIH PADA SUATU SIANG. JAM DINDING DI WARUNG ITU CUKUP JELAS TERLIHAT MENUNJUKKAN WAKTU PUKUL 13.07. DI DEPAN WARUNG DEKAT TIANG TERONGGOK PIKULAN SOL SEPATU MILIK WAHYU. WAHYU SENDIRI SEDANG SIBUK MENGUNYAH GORENGAN PISANG. SEMENTARA RABAN SEDANG MENIUPI KOPI YANG DIHIDANGKAN BI ACIH. SEDANGKAN ATIN, YANG MASIH BERSERAGAM SEKOLAH SEDANG MENCUCI GELAS DAN PIRING KOTOR DI SAMPING WARUNG. BI ACIH SEDANG MENGGORENG PISANG.
Wahyu : (Mulutnya masih disesaki kunyahan goreng pisang) "Jadi, selanjutnya bagaimana kalau begitu?"
Raban : (Mengaduk-aduk kopinya dengan sendok. Agak malas menjawab) "Ya, nggak tahulah. Tapi denger-denger, Senin besok akan dimusyawarahkan lagi."
Bi Acih : (Tanpa menghentikan pekerjaannya, menoleh sebentar) "Wah, penduduknya keburu banyak yang mati kalo begitu. Masalah kecil saja, musyawarahnya harus beberapa kali."
Atin : (Membawa piring dan gelas, yang sudah selesai dicuci, lalu berhenti di samping ibunya) "Tadi di sekolah Atin sudah ada yang dipulangkan karena sakit. Katanya sih, kena DBD."
Raban : Ya, gak tahu, itu urusan Pak Lurah, Tin. (menyeruput kopi) Saya kan, cuma pesuruh. Maunya kita memang ingin serba cepat, tapi urusan para pejabat, kan tidak sesederhana itu. (kepada Wahyu) Betul, kan?
Wahyu : (tersenyum menyindir) "Ya, memang. Apalagi ini urusan nyawa, Kang! Kalau aparatnya gesit, tentu gak begini. Cuma ngurus pengasapan nyamuk saja perlu musyawarah berhari-hari."
ADEGAN 2
ATIN KELUAR PANGGUNG ARAH KANAN
Bi Acih : "Di Kampung Jongos saja sudah disemprot kemarin."
Raban : "Lain, Bi. Desa mereka kan, pake iuran dari masyarakat. Jadi dananya bukan dari kas desa."
Bi Acih : "Aih-aih, kamµ ini, bagaimana, Ban? Kampung kita juga iuran. Kalau gak salah, Pak RT yang nagihin dua minggu yang lalu."
Raban : (mengambil pisang) "Ya, gak tahulah, kalau begitu."
Wahyu : "Kang Raban ini pegawai desa, tapi tidak tahu. Jangan-jangan Kang Raban tidak ikut iuran, ya?"
Bi Acih : "Ya, nggaklah!"
RABAN TERSENYUM MALU
ADEGAN 3
HASAN DATANG DENGAN PAKAIAN DAN TAS DINASNYA. DIA TAMPAKNYA SUDAH BIASA MAMPIR DI WARUNG BI ACIH.
Raban : (Girang melihat kedatangan Hasan) "Nah, Pak Hasan, nih, yang mengerti masalahnya. Kamu boleh tanya lebih banyak kepada beliau."
Hasan : (Duduk di samping Raban) "Apa, sih?" (tersenyum) "Minum saja belum, sudah dituduh mengerti. Coba Mas Raban ceritakan dulu, apa persoalannya?"
Wahyu : "Aku yang ngomong!" (sambil mengubah posisi duduknya) "Di beberapa kampung sudah banyak yang terkena demam berdarah, Pak."
Hasan : (Hanya melirik dan tersenyum. Perhatiannya segera beralih kepada Bi Acih) "Tolong buat es teh manis, Bi."
Wahyu : (Tidak terpengaruh untuk melanjutkan pembicaraannya) "Beberapa minggu yang lalu Pak RT memberitahukan bahwa pengasapan di kampung kita ini akan dilaksanakan sekarang, tapi, kata Kang Raban, belum bisa dilakukan. Nah, kenapa tuh, Pak?"
Hasan : (Menerima segelas teh manis dari Bi Acih) "O, begitu. Mungkin belum ada biayanya?"
Bi Acih : "Sudah, Pak Mantri. Malah sudah lama." ·
Hasan : "Ya, mungkin, peralatannya yang belum ada. Kalaupun ada, mungkin belum giliran kita karena keterbatasan peralatan, atau karena prosedur."
ADEGAN 4
ATIN DATANG SUDAH BERGANTI PAKAIAN.
Hasan : "Lagi pula masalah demam berdarah tidak akan selesai dan teratasi hanya dengan foging. Masih banyak hal yang dapat kita lakukan bersama."
Atin : "Betul Pak Mantri. Kata Pak Guru juga ada cara lain yang dapat kita lakukan, yaitu 3M, menguras, mengubur, dan menutup barang-barang yang menampung air."
Hasan : ''Tuh, kalau sekolah begitu. Biar masih anak-anak, sudah banyak tahu."
Raban : "Benar, ya. Saya menyesal dulu nakal, jadi SD aja gak tamat. Nasibnya, ya, begini ... jadi tukang sapu kantor desa."
Wahyu : "Sama, saya juga cuma jadi tukang sol."
Hasan : "Tapi, ingat! Menyesal kemudian tiada guna. Jadi tidak perlu kita menyesali nasib berkepanjangan. Sekarang syukuri saja yang sudah ada. Barang siapa yang pandai bersyukur, niscaya Allah melipatgandakan kenikmatannya."
SEMUA MENGANGGUK-ANGGUK PUAS DAN MENGERTI. HASAN MEMINUM TEH MANISNYA.
Bi Acih : "Pak Hasan belum menerangkan alasan foging di kampung kita belum dilakukan."
Hasan : "Pertama, mungkin biaya belum ada. Kalau sudah ada, kedua, mungkin peralatan terbatas. Ketiga, prosedur atau strategi pengasapan mengharuskan kampung ini ditunda penyemprotannya."
Wahyu : (Heran sampai mulutnya agak menganga) "Maksud Pak Hasan, mm ... apa tuh, tadi yang terakhir? Mmm ...." (memejamkan mata mengingat-ingat)
Atin : "Prosedur dan strategi?"
Wahyu : (girang) "Nah, itu! Produser dan apa tadi?"
Raban : "Energi! (yakin) Duh, payah, nyebutnya aja gak bisa!"
Atin : (Tersenyum bersama Hasan, dan Bi Acih) "Bukan, Bang! Tapi Prosedur dan strategi."
Hasan : "Begini,'' (memindahkan letak gelasnya) "Prosedur artinya aturan atau petunjuk tatacara melakukannya. Sedangkan strategi itu taktik agar pengasapan benar-benar efektif artinya berhasil dengan baik."
Wahyu : (kepada Raban) "Mengerti, gak?"
Raban : "Ala, seperti kamu mengerti aja."
MELANJUTKAN MINUMNYA.
SELESAI
peristiwa apa yang dialami oleh mereka?
2