Satria S

10 Juli 2024 11:59

Iklan

Satria S

10 Juli 2024 11:59

Pertanyaan

Setiap perjuangan selalu melahirkan Sejumlah pengkhianat dan para penjilat Jangan kau gusar, Hadi Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang Jangan kau kecewa, Hadi. Setiap perjuangan yang akan menang Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian Dan para jagoan kesiangan. Memang demikianlah halnya, Hadi.   Makna kata gelombang pada bait kedua puisi tersebut adalah ....

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

01

:

10

:

46

:

24

Klaim

1

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Kevin L

Gold

10 Juli 2024 13:43

Jawaban terverifikasi

Penjelasan puisi "Setiap Perjuangan Selalu Melahirkan" Bait pertama: * Setiap perjuangan selalu melahirkan: Kalimat ini merupakan pernyataan umum bahwa setiap perjuangan pasti akan melahirkan sesuatu. * Sejumlah pengkhianat dan para penjilat: Kata "pengkhianat" merujuk pada orang-orang yang berbalik melawan perjuangan, sedangkan "penjilat" merujuk pada orang-orang yang hanya memanfaatkan perjuangan untuk keuntungan pribadi. Bait kedua: * Setiap perjuangan selalu menghadapkan kita: Kalimat ini melanjutkan pernyataan di bait pertama, yaitu bahwa perjuangan akan selalu menghadapkan kita pada berbagai rintangan. * Pada kaum yang bimbang menghadapi gelombang: Kata "gelombang" dalam bait ini dapat diartikan sebagai rintangan atau tantangan yang dihadapi dalam perjuangan. * Jangan kau kecewa, Hadi: Kalimat ini merupakan nasihat agar Hadi tidak kecewa ketika menghadapi kaum yang bimbang dalam perjuangan. Bait ketiga: * Setiap perjuangan yang akan menang: Kalimat ini menyatakan bahwa setiap perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti akan meraih kemenangan. * Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian: Kata "pahlawan jadi-jadian" merujuk pada orang-orang yang tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai pahlawan ketika perjuangan sudah hampir mencapai kemenangan. * Dan para jagoan kesiangan: Kata "jagoan kesiangan" merujuk pada orang-orang yang baru muncul ketika perjuangan sudah selesai. Bait keempat: * Memang demikianlah halnya, Hadi: Kalimat ini menegaskan bahwa hal-hal yang disebutkan dalam bait-bait sebelumnya memang selalu terjadi dalam setiap perjuangan. Makna kata "gelombang" Berdasarkan penjelasan di atas, makna kata "gelombang" dalam puisi tersebut adalah rintangan atau tantangan yang dihadapi dalam perjuangan. Gelombang ini dapat berupa berbagai macam hal, seperti pengkhianatan, penjilatan, keraguan, dan lain sebagainya. Kesimpulan Puisi "Setiap Perjuangan Selalu Melahirkan" merupakan sebuah puisi yang berisi tentang nasihat untuk tetap tegar dalam perjuangan. Puisi ini mengingatkan bahwa setiap perjuangan pasti akan melahirkan rintangan dan tantangan, namun dengan keteguhan hati, perjuangan tersebut pasti akan meraih kemenangan. Catatan: * Penjelasan ini hanya berdasarkan interpretasi saya terhadap puisi tersebut. Interpretasi terhadap puisi dapat berbeda-beda tergantung pada pembaca. * Puisi ini tidak memiliki judul dan tidak diketahui siapa pengarangnya. Semoga penjelasan ini membantu!


Iklan

Sumito H

10 Juli 2024 12:14

<p>Makna kata <i>gelombang </i>pada bait kedua adalah tantangan/kesulitan</p><p>&nbsp;</p>

Makna kata gelombang pada bait kedua adalah tantangan/kesulitan

 


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia Nama Ki Hadjar Dewantara bukanlah nama pemberian orang tuanya sejak lahir. Nama aslinya ialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lahir di Yogyakarta, tanggal 2 Mei 1889. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Saat berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, barulah berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak dapat ia selesaikan. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Kemampuan menulisnya terasah ketika ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo nantinya akan dikenal sebagai Tiga Serangkai. Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Selain itu, pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat aktivitas dan tulisannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, rekan seperjuangannya, menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya. Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda. Namun, mereka menghendaki dibuang ke negeri Belanda karena di sana mereka dapat mempelajari banyak hal daripada di daerah terpencil. Akhirnya, mereka diizinkan ke negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air. Di tanah air, Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Taman Siswa ialah suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk dapat memperoleh hak pendidikan, seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Selama aktif di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke Pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang. Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hadjar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk, Ki Hadjar Dewantara kemudian dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Untuk mengenang jasa-jasa dan melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara, pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Museum ini memamerkan benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan, dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Kini, nama Ki Hadjar Dewantara diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional). Ajarannya, yakni tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal dan bulan kelahirannya, 2 Mei, dijadikan hari Pendidikan Nasional. Bahkan, pada tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959. (Sumber: https://m.merdeka.com/ki-hadjar-dewantoro/profil/ denganpengubahan) Setelah menyimak teks biografi tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut. 2. Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Apa saja bukti-bukti yang menunjukkan beliau sebagai penulis andal dalam teks tersebut?

67

5.0

Jawaban terverifikasi

Biografi Ki Hadjar Dewantara: Bapak Pendidikan Indonesia Nama Ki Hadjar Dewantara bukanlah nama pemberian orang tuanya sejak lahir. Nama aslinya ialah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang lahir di Yogyakarta, tanggal 2 Mei 1889. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta. Saat berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, barulah berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan agar dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak dapat ia selesaikan. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai penulis andal. Kemampuan menulisnya terasah ketika ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam, dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo nantinya akan dikenal sebagai Tiga Serangkai. Pada tanggal 25 Desember 1912, mereka mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Selain itu, pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan “Een voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan “Seandainya Aku Seorang Belanda” dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker. Akibat aktivitas dan tulisannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo, rekan seperjuangannya, menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya. Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke Pulau Banda. Namun, mereka menghendaki dibuang ke negeri Belanda karena di sana mereka dapat mempelajari banyak hal daripada di daerah terpencil. Akhirnya, mereka diizinkan ke negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air. Di tanah air, Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatiannya di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Taman Siswa ialah suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk dapat memperoleh hak pendidikan, seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Selama aktif di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke Pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang. Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hadjar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk, Ki Hadjar Dewantara kemudian dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Melalui jabatannya ini, Ki Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di sana. Untuk mengenang jasa-jasa dan melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara, pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta. Museum ini memamerkan benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan, dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional. Kini, nama Ki Hadjar Dewantara diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (Bapak Pendidikan Nasional). Ajarannya, yakni tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), dan ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Selain itu, tanggal dan bulan kelahirannya, 2 Mei, dijadikan hari Pendidikan Nasional. Bahkan, pada tanggal 28 November 1959 Ki Hadjar Dewantara juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tahun 1959. (Sumber: https://m.merdeka.com/ki-hadjar-dewantoro/profil/ denganpengubahan) 8. Tentukan ide penjelas paragraf 4 teks biografi tersebut.

6

5.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Teks 1 Guru: Selamat pagi, anak-anak Para Siswa: Selamat pagi, Pak. Guru: Apakah kalian semua sudah mengerjakan PR? Steven: Saya belum mengerjakan PR? Guru: kenapa kamu belum mengerjakan PR? Steven: Saya lupa Pak kalau hari ini ada pengumpulan tugas. Guru: Terus kamu mau diberikan hukuman apa? Steven: Tidak tahu Pak Guru: Bagaimana kalau kamu dihukum di jamur di lapangan? Steven: Jangan Pak. Nanti saya kepanasan. Guru: Itu kan salah kamu karena tidak mengerjakan PR. Steven: Tua Pak, tapi apakah hukumannya bisa diganti saja? Guru: Yasudah, bagaimana kalau kamu berdiri di depan kelas selama mata pelajaran Bapak? Steven: Waktunya tidak bisa dikurangi, Pak? Guru: Tidak bisa! Steven: Benar-benar tidak bisa kurang waktunya Pak? Guru: Tidak bisa! Steven: Baik Pak Saya akan berdiri di depan kelas selama mata pelajaran Bapak. Guru: Lain kali kamu jangan lupa mengumpulkan tugas ya. Steven: Baik Pak, kedepannya saya akan mengumpulkan tugas. Teks 2 Seperti biasanya, setiap pagi pasti ibu akan pergi ke pasar untuk belanja harian kendaraan motor yang ada di rumah selalu digunakan untuk mengantarkannya ke pasar. Ibu sudah mempunyai toko langganan yang menurutnya lebih murah daripada toko-toko lainnya. Singkat cerita toko langganan ibu sedang tutup, sehingga ibu berpindah ke toko setelahnya. Ibu mulai mencari bahan-bahan yang akan dimasak hari ini dan besok. Ibu sempat merasa bingung karena catatan belanja lupa dibawa. Setelah diingat OL -ingat kembali. Ibu ingin membeli satu kilo ayam bahan sayur sop, bahan sambil dan bumbu-bumbu dapur. Ibu menyapa penjualnya dengan menanyakan beberapa harga sayuran supaya mengetahui apakah harganya sangat mahal atau tidak. Sebelum membeli bahan-bahan tersebut ibu bertanya kepada pedagang harga dari bahan-bahan tersebut Ibu baru tahu kalau harga ayam sedikit lebih mahal dibandingkan dengan toko langganannya Tanpa berpikir panjang ibu langsung mengajukan harga yang sesuai dengan toko langganannya. Penjual merespon dengan jawaban santai sehingga pengajuan ini dilanjutkan dengan tawar menawar khas ibu-ibu dan pedagang Ibu sangat dikenal ketika melakukan tawar menawar tidak pernah kalah. Ibu mulai menawar kembali harga ayam yang semula 35 ribu menjadi 32 ribu. Pedagang pun menolak tawaran yang ibu itu dan meminta untuk menaikkan harga Ibu pun menolak karena dianggap harga ayam tersebut terlalu mahal Serasa tidak mau merugi, pedagang kembali meminta untuk menaikkan harga ayam itu kemudian, ibu menaikkan harga ayam itu menjadi 33 ribu Pedagang merasa masih rugi, sehingga menawarkan harga 34 ribu tetapi harga begitu dianggap malah oleh ibu Hingga pada akhirnya, ibu tidak jadi membeli ayam di toko sebelah langganannya dan berpindah ke toko lain Proses negosiasi tidak mendapatkan titik temu sehingga kesepakatan tidak jadi tercapai. Pedagang kecewa karena harus kehilangan pelanggan. Sementara itu, ibu lelah karena harus berpindah toko lainnya. kemudian ibu melakukan strategi jitu dengan cara para-para pergi supaya pedagang itu memanggilnya kembali. Tapi adalah daya ternyata pedagang itu tidak memanggil ibu kembali, Tentukan masalah negosiasi yang telah Anda baca!

54

5.0

Jawaban terverifikasi

Judul : Rindu Penulis : Tere Liye Editor : Andriyati Penerbit : Republika Tebal Buku : ii + 544 hal; 13.5x20.5 em Kota Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 2014 Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami? Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan? Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yg seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yg seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun? Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja"" Ini adalah kisah tentang masa lalu yang memilukan. Tentang kebencian kepada seseorang yang seharusnya disayangi. Tentang kehilangan kekasih hati. Tentang cinta sejati. Tentang kemunafikan. Lima kisah dalam sebuah perjalanan panjang kerinduan. Perjalanan panjang penuh kerinduan dimulai ketika sebuah kapal besar bernama Blitar Holland mendarat di Pelabuhan Makassar. Kapal tersebut nantinya akan berhenti dan menaikkan penumpang di Pelabuhan Surabaya, Semarang, Batavia, Lampung, Bengkulu, Padang, Banda Aceh. Kapal itu akan terus melaju hingga Jeddah karena para penumpang kapal tersebut adalah calon jamaah haji. Setelah berhenti di beberapa pelabuhan , rupanya kapal Blitar Holland ditumpangi oleh sepasang kakek - nenek yang saling mencintai. Mbah Kakung dan Mbah Putri beserta satu anak perempuannya naik dari Pelabuhan Semarang, keromantisan pasangan yang tidak lagi muda itu membuat iri seluruh penghuni kapal. Mereka bisa saling mengenal karena setiap solat berjamaah, atau makan di kantin selalu bertemu dan akrab begitu saja, terlebih pada keluarga Daeng Andipati yang memiliki dua putri bertingkah menggemaskan. Hari demi hari berlalu. Kisah perjalanan panjang itu mulai terangkai dan ertanyaan-pertanyaan itu satu per satu hadir. Ya, ada lima pertanyaan yang dibawa oleh penumpang dalam kapal Blitar Holland. Pertanyaan pertama dari Banda Upe, tentang masa lalu yang memilukan. Ternyata di balik pendiamnya Banda Upe yang sering mengurung diri di dalam kabin, memiliki masa lalu yang *memilukan. Siapa sangka Guru mengaji di atas kapal ini dahulunya pernah *terjerumus dalam lubang kemaksiatan. Meski itu sangat terpaksa, karena memang dipaksa. Nasibnya masih untung, karena diselamatkan lelaki yang mencintainya sejak kecil, lelaki yang saat ini menjadi suami tercintanya. Cara terbaik menghadapi masa Lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa Lalumu? Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian hidup kita. Peluk* semua kisah itu.Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. (hal 312) Pertanyaan kedua berkaitan tentang kebencian pada seseorang yang seharusnya kita sayangi. Siapa sangka Daeng Andipati yang memiliki kekayaan di usia muda melalu kerja keras dari keringat sendiri ini memiliki kebencian pada seseorang, Daeng Andipati yang terlihat tak memiliki masalah karena selalu terlihat bahagia bersama kedua putri dan istrinya itu ternyata memiliki kebencian pada seseorang, bahkan setelah 5 tahun kemeninggalan orang tersebut malah semakin membencinya, membenci orang yang seharusnya kita sayangi. ".. aku membencinya. Aku membenci ayahku sendiri." (hal. 370)" Ada orang-orang yang kita benci. Ada pula orang-orang yang kita sukai. Hilir mudik datang dalam kehidupan kita. Tapi apakah kita berhak membenci orang lain? ... Pikirkan dalam-dalam, kenapa kita harus *benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan *membenci? Karena boleh jadi, saat kita *membenci orang Lain, kita sebenarnya sedang *membenci diri sendiri." (hal. 373) "Maka ketahuilah Andi, kesalahan itu ibarat halaman kosong. Tiba-tiba ada yang mencoretnya dengan keliru. Kita bisa memaafkannya dengan menghapus tulisan tersebut, baik dengan penghapus biasa, dengan penghapus canggih,atau dengan apapun. Tapi tetap tersisa bekasnya. Tidak akan hilang. Agar semuanya benar-benar bersih, hanya satu jalan keluarnya, bukalah lembaran kertas baru yang benar-benar kosong.Buka lembaran baru, tutup lembaran lama yang pernah *tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau sungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya, Andi. Berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu untuk melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, hati kau sudah lapan*g seperti halaman baru ... " Kembali ke pertanyaan ketiga yang ternyata datang dari tokoh Mbah Kakung dan Mbah Putri, dalam perjalanan di tengah lautan, Mbah Putri *meninggal. Ini membuat Mbah kakung yang hampir selama hidupnya bisa menjawab semua pertanyaannya sendiri, kini tak bisa menjawab pertanyaan dari kenyataan. Keinginan Mbah Kakung agar kelak ketika *meninggal agar *dikuburkan berdampingan , sepertinya tidak mungkin terjadi, Mbah Putri *dikuburkan seperti para pelaut sejati. Tetap dibungkus kain *kafan, setelah disholati, kemudian *ditenggelamkan dengan diberi beberapa *bandul supaya tubuhnya tidak *mengambang dan jatuh ke dasar lautan. Pertanyaan ketiga terucap ketika Anak Mbah Kakung memutuskan untuk meminta tolong Daeng Andipati, karena seharian Mbah kakung tidak makan apapun. Daeng Andipati datang bersama Guruta. Dan pertanyaan tentang kehilangan kekasih hati terucap, juga terjawab menjadi tiga jawaban dengan pemahaman terbaik. Mulailah menerima dengan Lapang hati, karena kita menerima atau menolaknya, dia tetap terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa basi menyapa pun tidak. Tidak peduli. Nah kabar baiknya karena kita tidak bisa mngendalikannya, bukan berarti kita jadi makhluk tak berdaya. Kita tetap bisa menaklukan diri sendiri bagaimana menyikapinya, apakah bisa menerima atau mendustakannya. Biarkan waktu mengobati seluruh kesedihan. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apa lagi. Ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah saat untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik ... Pertanyaan ke empat, Tentang Cinta sejati,Jawaban dari pertanyaan ini begitu terurai panjang. ""Apakah cinta sejati itu? Maka jawabannya, dalam kasus kau ini, cinta sejati adalah melepaskan. Semakin sejati perasaan itu, maka semakin tutus kau melepaskannya. Persis seperti anak kecil yang menghanyutkan botol tertutup di lautan, dilepas dengan rasa suka-cita. Aku tahu, kau akan prates, bagaimana mungkin? Kita bilang itu cinta sejati, tapi kita justru melepaskannya. Tapi inilah rumus terbalik yang tidak pernah dipahami para pencinta. Mereka tidak pernah mau mencoba memahami penjelasannya, tidak bersedia."" (hal.492) Dan pertanyaan kelima justru datang dari Guruta sendiri, Seorang ulama termashyur, memiliki karya hingga ratusan buku. Bisa menjawab bijak 4 pertanyaan sebelumnya. Tapi dia sendiri tak bisa menjawab pertanyaan yang bersemayam pada dirinya. Dari Ambo Uleng lah pertanyaan Guruta terjawab. Bukan dengan tulisan, bukan dengan lisan, tapi dengan perbuatan ... Terjawab sempurna ketika klimaks cerita terjadi, sebuah klimaks yang tak terduga. Sama sekali tak terduga. Bahkan Guruta sempat dipenjara ketika ketahuan oleh tentara Hindia Belanda yang bertugas mengawal BLITAR HOLLAND saat menyelesaikan sebuah buku karya terbarunya tentang KEMERDEKAAN ADALAH HAK SETIAP BANGSA DAN NEGARA. Sumber: http:/jandikafajar56 blogspot.com/2014/11/bedah-nave/-rindu-tere/iye.html 2d. Hikmah apakah yang dapat kita ambit dari novel Rindu karya Tere Liye?

1

0.0

Jawaban terverifikasi