Rara R

13 Mei 2024 13:37

Iklan

Rara R

13 Mei 2024 13:37

Pertanyaan

DDT sebagai pestisida sudah jarang digunakan karena

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

22

:

11

:

09

Klaim

5

2

Jawaban terverifikasi

Iklan

Salsabila M

Community

14 Mei 2024 00:32

Jawaban terverifikasi

<p>DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane) sebagai pestisida sudah jarang digunakan karena beberapa alasan utama yang berkaitan dengan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia:</p><p><strong>Persistensi Lingkungan:</strong></p><ul><li>DDT adalah senyawa kimia yang sangat stabil dan tidak mudah terurai di lingkungan. Hal ini menyebabkan DDT bertahan dalam tanah, air, dan organisme hidup untuk jangka waktu yang sangat lama, mencemari ekosistem secara luas.</li></ul><p><strong>Bioakumulasi dan Biomagnifikasi:</strong></p><ul><li>DDT dapat terakumulasi dalam jaringan lemak organisme hidup. Ketika organisme yang mengandung DDT dimakan oleh predator, konsentrasi DDT meningkat pada setiap tingkat rantai makanan. Proses ini disebut biomagnifikasi, dan menyebabkan keracunan pada hewan-hewan di puncak rantai makanan, termasuk burung pemangsa dan manusia.</li></ul><p><strong>Dampak pada Satwa Liar:</strong></p><ul><li>DDT telah terbukti memiliki efek merugikan pada satwa liar, terutama burung. DDT menyebabkan penipisan cangkang telur pada burung, mengurangi tingkat kelangsungan hidup embrio burung. Spesies seperti elang botak dan burung peregrine falcon mengalami penurunan populasi yang signifikan akibat penggunaan DDT.</li></ul><p><strong>Dampak Kesehatan pada Manusia:</strong></p><ul><li>Paparan DDT dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan pada manusia, termasuk potensi risiko kanker, gangguan sistem saraf, dan gangguan endokrin. DDT dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air, dan udara yang terkontaminasi.</li></ul><p><strong>Regulasi dan Larangan:</strong></p><ul><li>Banyak negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, telah melarang atau membatasi penggunaan DDT sejak tahun 1970-an setelah bukti-bukti ilmiah mengenai dampak negatifnya menjadi jelas. Konvensi Stockholm tentang Polutan Organik yang Persisten (POP) tahun 2001 mengatur untuk membatasi produksi dan penggunaan DDT secara global.</li></ul><p><strong>Alternatif yang Lebih Aman:</strong></p><ul><li>Pengembangan pestisida baru yang lebih aman dan ramah lingkungan telah menggantikan DDT dalam banyak aplikasi. Pestisida modern cenderung lebih spesifik targetnya dan lebih cepat terurai di lingkungan, mengurangi risiko pencemaran dan dampak negatif jangka panjang.</li></ul>

DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane) sebagai pestisida sudah jarang digunakan karena beberapa alasan utama yang berkaitan dengan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia:

Persistensi Lingkungan:

  • DDT adalah senyawa kimia yang sangat stabil dan tidak mudah terurai di lingkungan. Hal ini menyebabkan DDT bertahan dalam tanah, air, dan organisme hidup untuk jangka waktu yang sangat lama, mencemari ekosistem secara luas.

Bioakumulasi dan Biomagnifikasi:

  • DDT dapat terakumulasi dalam jaringan lemak organisme hidup. Ketika organisme yang mengandung DDT dimakan oleh predator, konsentrasi DDT meningkat pada setiap tingkat rantai makanan. Proses ini disebut biomagnifikasi, dan menyebabkan keracunan pada hewan-hewan di puncak rantai makanan, termasuk burung pemangsa dan manusia.

Dampak pada Satwa Liar:

  • DDT telah terbukti memiliki efek merugikan pada satwa liar, terutama burung. DDT menyebabkan penipisan cangkang telur pada burung, mengurangi tingkat kelangsungan hidup embrio burung. Spesies seperti elang botak dan burung peregrine falcon mengalami penurunan populasi yang signifikan akibat penggunaan DDT.

Dampak Kesehatan pada Manusia:

  • Paparan DDT dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan pada manusia, termasuk potensi risiko kanker, gangguan sistem saraf, dan gangguan endokrin. DDT dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air, dan udara yang terkontaminasi.

Regulasi dan Larangan:

  • Banyak negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, telah melarang atau membatasi penggunaan DDT sejak tahun 1970-an setelah bukti-bukti ilmiah mengenai dampak negatifnya menjadi jelas. Konvensi Stockholm tentang Polutan Organik yang Persisten (POP) tahun 2001 mengatur untuk membatasi produksi dan penggunaan DDT secara global.

Alternatif yang Lebih Aman:

  • Pengembangan pestisida baru yang lebih aman dan ramah lingkungan telah menggantikan DDT dalam banyak aplikasi. Pestisida modern cenderung lebih spesifik targetnya dan lebih cepat terurai di lingkungan, mengurangi risiko pencemaran dan dampak negatif jangka panjang.

Iklan

Laode A

14 Mei 2024 23:44

Jawaban terverifikasi

<p>DDT (dikloro diphenyl trikloroetan) dulunya merupakan pestisida yang sangat efektif untuk mengendalikan berbagai hama, termasuk nyamuk yang menularkan penyakit malaria. Namun, penggunaan DDT secara luas membawa dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, sehingga penggunaannya kini dibatasi atau bahkan dilarang di banyak negara. Berikut beberapa alasan utama mengapa DDT sudah jarang digunakan:</p><p><strong>1. Dampak Lingkungan:</strong></p><ul><li><strong>Persistensi:</strong> DDT merupakan senyawa yang sangat persisten, artinya sulit terurai di alam. DDT dapat terakumulasi dalam rantai makanan, mencemari tanah, air, dan udara, dan membahayakan berbagai organisme, termasuk hewan liar dan manusia.</li><li><strong>Keracunan:</strong> DDT dapat menyebabkan keracunan pada hewan dan manusia jika terpapar dalam jumlah besar. Keracunan DDT dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti kerusakan sistem saraf, tremor, kejang, dan bahkan kematian.</li><li><strong>Gangguan Ekosistem:</strong> DDT dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dengan membunuh serangga yang bermanfaat selain hama sasaran. Hal ini dapat mengakibatkan ledakan populasi hama sekunder dan mengganggu rantai makanan.</li></ul><p><strong>2. Dampak Kesehatan Manusia:</strong></p><ul><li><strong>Kanker:</strong> DDT diklasifikasikan sebagai kemungkinan karsinogen (penyebab kanker) oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC). Paparan DDT dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker hati, kanker paru-paru, dan kanker lainnya.</li><li><strong>Gangguan Reproduksi:</strong> DDT dapat mengganggu sistem reproduksi pada manusia dan hewan. Paparan DDT dikaitkan dengan infertilitas, keguguran, dan cacat lahir pada bayi.</li><li><strong>Gangguan Neurologis:</strong> DDT dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf pada manusia dan hewan. Paparan DDT dikaitkan dengan tremor, kejang, dan masalah neurologis lainnya.</li></ul><p><strong>3. Alternatif yang Lebih Aman dan Efektif:</strong></p><p>Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, banyak pestisida alternatif yang lebih aman dan efektif telah dikembangkan. Pestisida ini umumnya memiliki tingkat persistensi yang lebih rendah dan tidak menimbulkan dampak kesehatan dan lingkungan yang seburuk DDT.</p><p><strong>4. Peraturan dan Larangan:</strong></p><p>Banyak negara telah menerapkan peraturan dan larangan penggunaan DDT karena kekhawatiran terhadap dampak negatifnya. Pada tahun 1972, Amerika Serikat melarang penggunaan DDT untuk sebagian besar aplikasi dalam negeri. Konvensi Stockholm tentang Senyawa Organik Persisten (POPs) tahun 2001 juga melarang produksi dan penggunaan DDT, kecuali untuk beberapa aplikasi yang sangat dibatasi dan di bawah kontrol ketat.</p><p>Meskipun DDT masih digunakan dalam beberapa kasus khusus, seperti untuk mengendalikan nyamuk yang menularkan malaria di daerah terpencil, penggunaannya secara umum telah dihentikan karena dampak negatifnya yang signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.</p><p>Penting untuk dicatat bahwa DDT merupakan contoh pestisida yang berbahaya dan tidak berkelanjutan. Penggunaan pestisida harus dilakukan dengan hati-hati dan bertanggung jawab, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Sebisa mungkin, penggunaan pestisida harus dihindari dan digantikan dengan metode pengendalian hama yang lebih aman dan berkelanjutan.</p>

DDT (dikloro diphenyl trikloroetan) dulunya merupakan pestisida yang sangat efektif untuk mengendalikan berbagai hama, termasuk nyamuk yang menularkan penyakit malaria. Namun, penggunaan DDT secara luas membawa dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, sehingga penggunaannya kini dibatasi atau bahkan dilarang di banyak negara. Berikut beberapa alasan utama mengapa DDT sudah jarang digunakan:

1. Dampak Lingkungan:

  • Persistensi: DDT merupakan senyawa yang sangat persisten, artinya sulit terurai di alam. DDT dapat terakumulasi dalam rantai makanan, mencemari tanah, air, dan udara, dan membahayakan berbagai organisme, termasuk hewan liar dan manusia.
  • Keracunan: DDT dapat menyebabkan keracunan pada hewan dan manusia jika terpapar dalam jumlah besar. Keracunan DDT dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti kerusakan sistem saraf, tremor, kejang, dan bahkan kematian.
  • Gangguan Ekosistem: DDT dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dengan membunuh serangga yang bermanfaat selain hama sasaran. Hal ini dapat mengakibatkan ledakan populasi hama sekunder dan mengganggu rantai makanan.

2. Dampak Kesehatan Manusia:

  • Kanker: DDT diklasifikasikan sebagai kemungkinan karsinogen (penyebab kanker) oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC). Paparan DDT dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker hati, kanker paru-paru, dan kanker lainnya.
  • Gangguan Reproduksi: DDT dapat mengganggu sistem reproduksi pada manusia dan hewan. Paparan DDT dikaitkan dengan infertilitas, keguguran, dan cacat lahir pada bayi.
  • Gangguan Neurologis: DDT dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf pada manusia dan hewan. Paparan DDT dikaitkan dengan tremor, kejang, dan masalah neurologis lainnya.

3. Alternatif yang Lebih Aman dan Efektif:

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, banyak pestisida alternatif yang lebih aman dan efektif telah dikembangkan. Pestisida ini umumnya memiliki tingkat persistensi yang lebih rendah dan tidak menimbulkan dampak kesehatan dan lingkungan yang seburuk DDT.

4. Peraturan dan Larangan:

Banyak negara telah menerapkan peraturan dan larangan penggunaan DDT karena kekhawatiran terhadap dampak negatifnya. Pada tahun 1972, Amerika Serikat melarang penggunaan DDT untuk sebagian besar aplikasi dalam negeri. Konvensi Stockholm tentang Senyawa Organik Persisten (POPs) tahun 2001 juga melarang produksi dan penggunaan DDT, kecuali untuk beberapa aplikasi yang sangat dibatasi dan di bawah kontrol ketat.

Meskipun DDT masih digunakan dalam beberapa kasus khusus, seperti untuk mengendalikan nyamuk yang menularkan malaria di daerah terpencil, penggunaannya secara umum telah dihentikan karena dampak negatifnya yang signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Penting untuk dicatat bahwa DDT merupakan contoh pestisida yang berbahaya dan tidak berkelanjutan. Penggunaan pestisida harus dilakukan dengan hati-hati dan bertanggung jawab, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Sebisa mungkin, penggunaan pestisida harus dihindari dan digantikan dengan metode pengendalian hama yang lebih aman dan berkelanjutan.


Mau pemahaman lebih dalam untuk soal ini?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

Kelompok negara-negara maju yang sebagian besar negaranya ada di belahan bumi bagian utara disebut

2

0.0

Jawaban terverifikasi

[1] Gaya hidup sedentari alias kurang gerak atau mager (malas gerak) adalah masalah yang sering dialami oleh penduduk perkotaan. [2] Bekerja di depan layar komputer sepanjang hari, kelamaan terjebak macet di jalan,atau hobi main gim tanpa diimbangi olahraga merupakan bentuk dari gaya hidup sedentari. [3] Jika Anda termasuk salah satu orang yang sering melakukan berbagai rutinitas tersebut, Anda harus waspada. [4] Pasalnya, gaya hidup sedentari sangat berbahaya karena membuat Anda berisiko terkena diabetes tipe 2. [5] Gaya hidup sedentari menyebabkan masyarakat, terutama penduduk kota, malas bergerak. [6] Coba ingat-ingat, dalam sehari ini, sudah berapa kali Anda dalam menggunakan aplikasi online untuk memenuhi kebutuh Anda? [7] Selain itu, tilik juga berapa banyak langkah yang sudah Anda dapatkan pada hari ini? [8] Seiring dengan pengembangan teknologi yang makin canggih, apa pun yang Anda butuhkan kini bisa langsung diantar ke ruangan kantor Anda atau depan rumah. [9] Selain hemat waktu, Anda pun jadi tak perlu mengeluarkan energi untuk mendapatkan apa yang Anda mau. [10] Namun, tahukah Anda bahwa segala kemudahan tersebut menyimpan bahaya bagi tubuh Anda? [11] Minimnya aktifitas fisik karena gaya hidup ini membuatmu berisiko lebih tinggi terkena berbagai penyakit kronis, termasuk diabetes. [12] Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa gaya hidup ini juga termasuk 1 dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. [13] Selain itu, data terbaru dari Riskedas 2018 menguak bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan tingkat diabetes melitus tertinggi di Indonesia. [14] Ini menunjukkan bahwa gaya hidup mager amat erat kaitannya dengan tingkat diabetes di perkotaan. Bentuk bahasa yang sejenis dengan mager pada kalimat 1 adalah.... a. magang b. oncom c. rudal d. pugar

9

5.0

Jawaban terverifikasi