Muhammad A
Ditanya 6 hari yang lalu
Iklan
Muhammad A
Ditanya 6 hari yang lalu
Pertanyaan
9
2
Iklan
Miska M
Dijawab 4 hari yang lalu
"Cermin Kebaikan Nenek"
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau, tinggallah seorang nenek hebat bernama Nenek Sari. Bagiku, beliau bukan hanya seorang nenek, tapi juga seorang pahlawan.
Setiap pagi, meski usianya sudah lanjut, Nenek Sari tetap bersemangat mengurus kebun di belakang rumah. "Tanaman ini seperti anak-anak, harus dirawat dengan penuh kasih sayang," katanya sambil tersenyum. (Majas personifikasi).
Aku suka duduk di sampingnya saat ia bercerita tentang masa mudanya. "Dulu, nenek berjalan kaki puluhan kilometer demi membawa hasil panen ke kota," ujarnya. Matanya berbinar-binar, seolah sedang kembali ke masa lalu. (Majas metafora).
Di desa ini, semua orang mengenal dan menghormati Nenek Sari. "Beliau itu seperti pohon rindang yang selalu memberi keteduhan bagi siapa pun," kata Pak RT. (Majas simile).
Suatu hari, hujan turun dengan derasnya. Jalanan berubah menjadi sungai kecil, dan angin berbisik di antara pepohonan. (Majas hiperbola & personifikasi). Aku yang saat itu sedang mengerjakan PR, tiba-tiba mendengar teriakan dari luar.
"Nenek! Rumah Bu Rina hampir roboh!" teriak seorang tetangga. Tanpa ragu, meski hujan mengguyur tubuhnya, Nenek Sari berlari ke rumah Bu Rina. Beliau membantu memindahkan barang-barang dan menenangkan Bu Rina yang panik.
"Nenek itu seperti matahari di hari mendung," gumamku kagum. (Majas metafora).
Saat malam tiba, aku duduk di sampingnya dan berkata, "Nenek, kenapa nenek selalu membantu orang lain?"
Nenek Sari tersenyum. "Karena hidup ini seperti cermin. Jika kita memberi kebaikan, kebaikan itu akan kembali pada kita." (Majas asosiasi).
Aku tersenyum, memahami makna kata-katanya. Bagiku, Nenek Sari bukan sekadar nenek, tetapi juga pahlawan yang selalu mengajarkan arti ketulusan.
Di bawah cahaya rembulan yang tersenyum hangat di langit malam, aku berjanji dalam hati: suatu hari nanti, aku ingin menjadi seperti Nenek Sari. (Majas personifikasi).
maaf jika kurang tepat
· 0.0 (0)
Iklan
Atha N
Dijawab 4 hari yang lalu
Neneku Pahlawanku
Di sebuah desa kecil yang tenang, hiduplah seorang nenek bernama Ibu Wati. Tubuhnya mungkin renta, tetapi semangatnya membara seperti matahari di tengah hari (Majas Simile). Setiap pagi, ia bangun lebih awal dari kokok ayam, menyapu halaman, dan menyiapkan sarapan untuk cucu-cucunya.
Bagi Ibu Wati, hidup adalah ladang perjuangan. Ia tak pernah mengeluh, meski terkadang tubuhnya gemetar seperti daun kering tertiup angin (Majas Simile). Dengan tangan yang kasar oleh waktu, ia menenun kain untuk dijual ke pasar. Setiap helaian benang yang ia rajut seolah menjadi harapan baru bagi keluarganya (Majas Personifikasi).
“Nenek, istirahatlah dulu,” pinta Ratna, cucunya.
“Tidak apa-apa, Nak. Waktu tak akan menunggu kita,” jawabnya. Kata-kata nenek itu selalu menjadi hujan di musim kemarau, menyejukkan hati (Majas Metafora).
Ibu Wati adalah pohon rindang di tengah padang gersang. Ketika masalah datang bertubi-tubi, ia selalu mampu memberikan keteduhan dan perlindungan (Majas Metafora). Bahkan ketika badai ekonomi melanda desa mereka, ia tetap berdiri tegak.
Tetangga-tetangganya sering berkata, “Ibu Wati itu baja berwajah lembut.” Mereka kagum melihat betapa kuatnya ia, meski usianya telah lanjut (Majas Hiperbola).
Suatu hari, desa mereka dilanda banjir. Air mengamuk, menelan rumah-rumah tanpa ampun (Majas Personifikasi). Warga desa panik, tetapi Ibu Wati tetap tenang. Ia memimpin warga untuk mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
“Air ini tak akan selamanya di sini. Seperti luka, ia pun akan surut,” kata Ibu Wati dengan bijak (Majas Asosiasi).
Setelah banjir reda, Ibu Wati tak lantas beristirahat. Ia justru membantu warga membersihkan puing-puing. Ia seperti lilin yang rela terbakar demi menerangi sekelilingnya (Majas Simile).
Kini, meski badannya semakin ringkih, semangatnya tetap hidup. Bagi cucu-cucunya, Ibu Wati bukan sekadar nenek, ia adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
"Terima kasih, Nek. Engkaulah cahaya di tengah kegelapan," ucap Ratna.
Ibu Wati hanya tersenyum. Baginya, cinta kepada keluarga adalah kekuatan yang tak pernah padam, seperti api yang terus menyala meski diterpa angin (Majas Metafora).
Cerpen di atas mengandung 8 majas, yaitu:
· 0.0 (0)
Tanya ke Forum
Biar Robosquad lain yang jawab soal kamu
LATIHAN SOAL GRATIS!
Drill Soal
Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian
Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!