Marshanny M

10 September 2019 11:24

Iklan

Marshanny M

10 September 2019 11:24

Pertanyaan

arti kata di bawah ini! from precise west East swimming Reading color students fried rice

Ikuti Tryout SNBT & Menangkan E-Wallet 100rb

Habis dalam

00

:

22

:

48

:

57

Klaim

2

1


Iklan

Ikuto I

22 September 2019 01:34

1. dari 2. tepat 3. Barat 4. timur 5. berenang 6. membaca 7. warna 8. murid 9. goreng 10. nasi


Iklan

Mau jawaban yang terverifikasi?

Tanya ke AiRIS

Yuk, cobain chat dan belajar bareng AiRIS, teman pintarmu!

Chat AiRIS

LATIHAN SOAL GRATIS!

Drill Soal

Latihan soal sesuai topik yang kamu mau untuk persiapan ujian

Cobain Drill Soal

Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher
di sesi Live Teaching, GRATIS!

Pertanyaan serupa

jenis karya yang menjadi bahan ulasan di bawah berupa ... jurnal berisi dua tulisan esai tentang cerpen dan delapan cerpen yang bertebal 140 halaman ini, kata juni, dimaksudkan juga sebagai laboratorium yang mengkhusus- kan pada penulisan dan pengembangan cerpen dalam arti seluas-luasnya. untuk itu, sambungnya, jurnal ini mencari dan menampung karya-karya dengan pertambahan dan eksperimen sejauh-jauhnya. a. esai b. jurnal c. cerpen d. karya ilmiah e. hasil eksperimen

1

5.0

Jawaban terverifikasi

TARIAN PENA Virginia C.C. Pomantow Di bawah terik matahari aku menyusuri jalan kampung yang tampak tak berpenghuni. Samar-samar nyanyian tonggeret terdengar di sampingku. Bagai melodi yang tak tertata, sekali lagi aku mendengarnya. Sesampai dalam “istana tuaku”, terlihat seorang perempuan tua yang menyambutku dengan hangat. Nasi yang berselimut lauk-pauk tersedia dengan manis di meja makan. Setelah itu, aku masuk ke dalam ruang yang mengetahui setiap gerak-gerikku. Aku mulai memegang pena dan menggoreskannya di atas lembaran putih. Kutuang semua rasa yang bergejolak dalam hatiku. Tiba-tiba langit mulai gelap. Kuterlelap dalam buaian dingin yang kalap, bermimpi seorang pangeran gagah datang dengan kereta emas menjemputku dan merangkulku. Pagi cerah menanti sosok pelajar dari ibu pertiwi. Aku berdiri di lantai dua sekolah menanti kawan yang menyapa dengan senyuman. Kutatap pohon dan tanaman yang asri dan tersusun pula dengan rapi. Angin menyambar wajahku. “Fuuuuuuuuuu....” Seketika aku merasa tersengat dan memiliki semangat yang tak kunjung pudar. Di halaman sekolah para siswa bermain basket dengan lihai dan sebagian siswi berbincang-bincang dengan santai. Aku senang sekali menuangkan semua yang kulihat dalam sebuah tulisan, baik itu puisi maupun diary, hanya dengan kata yang mudah dipahami dan makna yang tersirat dengan sentuhan rasa kasih. Sungguh, aku tak ingin orang banyak mengetahui apa yang tersirat dalam catatanku. Waktu berjalan begitu cepat menyongsong matahari yang mengingini senja. Besi kuning mulai menjerit. “Teng, teng, teng.” Waktunya pulang ke “istanaku”. Seperti biasa, setibaku di istana tuaku, perempuan tua menyambutku dengan hangat. Terlihat nasi yang berselendangkan lauk-pauk, membekaskan lezat pada lidahku. Tak tahu mengapa, saat itu aku mengucapkan terima kasih pada perempuan tua itu. Aku pun masuk ke dalam ruang yang mengetahui gerak-gerikku dengan mengajak pena menari di atas lembaran putih. Kali ini, terpikirkan olehku sosok perempuan tua yang selalu terbayang di benakku. Susunan kalimat pun sudah selesai. “Aryo!” teriakku kepada lelaki yang belum pernah kudapati. Ketika aku membuka mata, Aryo sudah berada di depanku. Seketika pipiku mulai memerah dan bibirku menjadi sedikit kaku. “Apakah ini mimpi. Ini masih terlalu dini. Lagipula, aku masih terlalu muda!” teriakku dalam hati. Air dingin pun jatuh membasahi wajahku. Perlahan aku membuka mata dan mendapati ibuku memegang gayung air dari kamar mandi. “Ibu, mengapa Ibu menyiram air ke wajahku?” tanyaku. “Kamu tidur seperti kerbau,” canda ibu. Keesokan harinya, pagi-pagi buta, perempuan tua menyodorkan susu yang berbalut sediri kopi. Terasa lengkap akhir pekan ini. Kuintip dia dari balik lembaran kain yang tergantung di bawah ventilasi, dia di sana. Perempuan tua itu duduk di sebuah kayu berlapis kapuk yang membatu. Aku sedikit tersenyum manis. “Hemmm....” Wajahnya tampak di bawah naungan yang diharapkan selalu terjadi dan berharap waktu terus begini. “Ibu telah meninggal” kata seseorang yang menyapaku dengan tepukan di bahu kanan. Aku terdiam dan tak dapat berbuat apa pun, selain menangis bak orang gila. “Aaah.... Hee.... Tidak! Tidak! Ibuku tidak akan meninggalkan- ku,” jeritan keras yang tak pernah kuteriakkan sepanjang hidupku. Seketika aku tersadar dari lamunku. ‘Uhh, untung saja itu hanya sebuah khayalan baru yang terlintas di kepalaku,’ kesalku. Pada sore hari menjelang bulan naik perlahan menggantikan surya, perempuan itu pulang dengan letihnya. Wajah lesu, tangan yang lemas, dan kaki yang perlahan membeku. Kulihat dari seberang utara ruang tamu. Aku melangkahkan kaki dengan pasti dan memeluk tubuh perempuan tua itu, walau peluhnya pun menempel di bajuku. “Bu, maafkan aku. Aku tidak akan membuatmu kesal dan capek,” tangisku yang tersedu dalam sesal. “Eh, ada apa, sih, kamu ini tiba-tiba memeluk Ibu. Minta maaf pula. Tumben-tumbenan,” kata ibu dengan bingung. Kemudian, aku pergi ke ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Kuhanyut dalam renungan pada malam sepi ini, merasakan dua hati yang saling melukai, antara sesal dan sedih. Dua rasa yang sejenis, tetapi memiliki arti masing-masing yang sangat mendalam. Sekali lagi aku menorehkan pena di hadapan lembaran kertas putih. Lilin kecil yang memercikkan api jingga menemaniku saat itu. Bersama itu, aku berdiam diri sambal menulis sebuah kisahku hari itu. Perlahan aku memejamkan mata dan bunyi rekaman lama terdengar. Aku terbangun dan keluar dari ruang yang mengetahui gerak-gerikku. Aku terkejut melihat banyak orang mengerumuni kamar perempuan tua itu. Kupandangi arah kamar perempuan tua itu. Lututku terjatuh perlaham menghampiri lantai. Aku tak dapat berbicara, tanganku dingin bak es yang keluar dari freezer. “Ibu!” teriakku sekuat tenaga sambil meratapi malangnya nasibku. Perempuan tua tak dapat mengatakan apa pun, hanya terdiam, membeku, dan tergeletak, tinggal menunggu untuk dikebumikan. Aku hanya menangis, menangis tak karuan. Sekarang hari-hariku dipenuhi sesal yang tak berarti. Berangkat ke sekolah dengan seragam kumuh, tidak pula membuat sarapan karena malas dan resah, serta serintih harapan tak dapat kuadu. Masa tersulit pun kualami. Merajut asa tanpa sosok ibu di sisiku. Rindu tak terbalaskan. Bak pungguk merindukan bulan. “Ibu, aku rindu. Aku ingin Ibu masih bersamaku. Aku tak ingin semua ini terjadi. Aku lelah dengan semua kejadian ini!” jeritku kepada perempuan tua itu. “Tamat. Sekarang sudah larut malam. Sebaiknya cepat tidur. Selamat malam, Putriku,” kata ibuku sambil mencium keningku. “Selamat malam juga, Ibu,” jawabku sambil menarik selimut mungil dan terlelap pada malam itu dengan embusan angin yang menyapa dengan dingin. (Sumber: Di Sini Rinduku Tuntas; Antologi Cerita Pendek Bengkel Sastra 2019Balai Bahasa Sulawesi Utara, 2019) 2. Bagaimana alur dibangun dalam cerita tersebut?

393

5.0

Jawaban terverifikasi

Iklan

Bacalah cerpen berikut dengan saksama ! Arti Sebuah Kejujuran Cerpen karangan Siti Masturoh Di sekolah ternama, ada enam siswi yang bersahabat yaitu Rena, Lia, Desy, Unez, Dinda dan Vony. Mereka sekarang duduk di kelas 9. Suatu hari mereka sedang disibukkan dengan tugas praktik melukis, jam sudah menunjukan 12. 30 tetapi mereka belum selesai, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk giliran shalat Dzuhur, yang pertama bagian Lia dan Vony. Setibanya di masjid airnya gak ada jadi mereka turun ke bawah untuk wudhu. Karena mukenanya ada satu jadi mereka giliran shalatnya. Keti ka Lia yang terlebi h dahulu tiba-tiba ada Ary (lelaki yang Vony suka). Waktu itu Vony jadi salah tingkah apalagi Ary dan teman-temannya juga masuk masjid untuk shalat. Sewaktu Ary lagi wudhu di bawah Vony jadi mengurungkan niatnya untuk shalat. Walaupun dipaksa-paksa oleh Lia tetapi tetap aja tidak mau dengan alasan mukenanya jelek dan kotor. Lia pun penasaran kenapa Vony jadi begini tidak seperti biasanya. Waktu itu Lia menyindir Vony. Kamu suka ya sama Ary? sampai -sampai gak mau shalat gara-gara mukenanya gini?" Dengan gugupnya karena takut ketahuan, Vony bilang tidak. Padahal dari ekspresinya sudah terlihat banget dan itu yang membuat Lia lebih yakin lagi. Saat di tempat penyimpanan sepatu hampir saja Lia mengatakan pada semua orang yang tadi terjadi di masjid. Namun usaha Lia gagal karena Vony membekap mulutnya dengan kertas yang sedang dipegangnya. Setelah itu mereka semua berkumpul sambil membicarakan tentang lukisan yang sudah dibuatnya, tetapi tidak dengan Vony. Dia sedang menulis di belakang mereka . Tanpa sepengetahuan Vony, Lia membicarakan pada semuanya yang terjadi di masjid. "Ehh . . . tau gak, tadi tuh si Vony gak jadi shalatnya gara-gara malu memakai mukena yang ada di masjid selain itu dia juga malu sama kamu . . . Ary !" kata Lia. Mereka semua tertawa sambil memandang ke arah Vony. Dia pun tidak bisa apa-apa hanya diam dan tertunduk malu, dia tidak habis pikir kalau Lia akan berbuat seperti itu. Seka rang yang ada di hati Vony adalah sakit hati dan dendam pada Lia. Ketika kembali ke kelas Vony duduk sambil tiduran di atas meja. Mereka pikir Vony hanya sedang tiduran. Tetapi ketika Lia melihat ke bangkunya sedang nangis. Lia pun melontarkan kata maaf beberapa kali, tetapi tidak dijawab oleh Vony. Kini Lia merasa bersalah dan di situ Lia ikutan menangis. Namun dengan nangisnya Lia, Vony tetap tidak bicara karena sakit hatinya yang terlalu dalam. Memang dari awal Vony tidak pernah bicara sama siapapun kalau dia suka sama Ary, jadi akibatnya seperti ini. Kalau saja Vony bicara jujur dari awal mungkin teman-temannya tidak akan bilang apalagi mem permalukan Vony di depan semua orang. Hari demi hari sudah terlewati , tetapi Vony masih menghindar dari mereka. Akhirnya, persahabatan yang mereka jalani kini sekarang sudah hancur dan berpisah satu sama lainnya. (Disadur dari www. cerpenmu. com) Identifikasilah nilai moral dalam cerpen di atas!

2

4.0

Jawaban terverifikasi

Bacalah teks berikut dengan cermat! Tongkonan merupakan rumah adat suku Toraja di Sulawesi Selatan. Kata tongkonan berasal dari tongkon yang berarti 'menduduki atau tern pat duduk' . Dahulu, rumah tongkonan menjadi tern pat para bangsawan Toraja berkumpul untuk melakukan kegiatan diskusi. Rumah adat ini dahulunya berfungsi sebagai pusat pemerintahan, kekuasaan adat, sekaligus perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Toraja. Bentuk rumah adat tongkonan unik. Atap rumah berbentuk melengkung menyerupai perahu atau tanduk kerbau. Atap ini terbuat dari susunan bambu yang ditutupi dengan ijuk hitam. Pada bagian depan rumah terdapat deretan dekorasi tanduk kerbau yang ditancapkan. Selain itu, ada juga ukiran pada bagian dinding rumah menambah cantik bangunan ini. Ukiran ini bermotif garis-garis lengkung yang harmonis. Pola hias yang ada pada tongkonan juga mengandung makna sosial, ekonomi, dan religius magis terutama yang berhubungan dengan realitas kehidupan masyarakat Toraja . Rumah tongkonan terdiri dari dua bangian. Bagian bawah rumah biasanya digunakan sebagai kandang kerbau. Bagian dalam rumah dijadikan tempat tidur dan dapur. Aritara bagian bawah dan bagian atas dihubungkan tangga. Posisi atau letak tangga dan pintu disesuaikan dengan konsep kepercayaan masyarakat Toraja. Perbedaan jumlah ruangan suatu tongkonan mengandung m:lkna sosial dan ekonomi. Semakin banyak ruangannya, semakin tinggi kedudukan tongkonan tersebut. Diparafrasakan dari beberapa sumber. Arti kata tongkon dalam bahasa Toraja adalah ....

1

0.0

Jawaban terverifikasi